Jumat, 30 Januari 2009

[resensi buku] Mengangkat Budaya Betawi Dalam Khasanah Sastra Indonesia

Investor Daily, Januari 2009

Novel-novel yang melibatkan aspek sosiologi atau realitas masyarakat tampaknya kini makin digemari. Lihat saja, Tetralogi Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata terjual lebih dari satu juta eksemplar. Novel ini mengangkat realitas masyarakat dan budaya Pulau Belitung. Begitu pula novel Ayat-Ayat Cinta yang mengangkat realitas mahasiswa Indonesia di Mesir, terjual 450.000 eksemplar.

Kendati tidak sefenomenal dua novel tersebut, novel Da Peci Code mencuri perhatian pasar novel Indonesia. Novel karangan Ben Sohib itu terjual 30.000 eksemplar sejak dirilis pada September 2006. \"Saya bersyukur dengan penjualan sebesar itu,\" kata Ben Sohib kepada Investor Dailyusai peluncuran sekuel kedua novel ini Rosyid dan Delia, di Jakarta, Jumat (19/12).

Sepintas, novel ini \\\'mendompleng\\\' ketenaran novel Da Vinci Code, karangan penulis Amerika Serikat Dan Brown Tapi isinya beda sekali. Da Vinci Code mengisahkan misteri legenda cawan suci (Holy Grail) dan peran Maria Magdalena dalam sejarah Kristen, teori-teori yang oleh Kristen dipertimbangkan sebagai ajaran sesat dan telah dikritik sebagai sejarah yang tidak akurat.

Sementara itu, Da Peci Code mengisahkan perseteruan antara ayah (Mansur) dan anaknya (Rosyid). Di novel best seller itu, Rosyid menjungkalkan tradisi memakai peci putih di masyarakat Betawi-Arab. Permasalahan itu dihadirkan Ben dengan cerita yang lucu dan menghibur namun kritis.

Pengamat budaya Betawi Hikmat Darmawan mengacungkan jempol buat Ben Sohib. Menurutnya, Ben mencoba mengenalkan lebih lanjut budaya Betawi dalam khazanah sastra yang belum banyak dilakukan, penulis Indonesia. \"Ini poin yang menarik karena Betawi adalah sebuah budaya yang dinamis,\" kata Hikmat.

Ben, lanjutnya, juga mencatat pergulatan yang terjadi antara Betawi tradisional dan modern. Bahkan, beberapa pergulatan yang diangkatnya itu termasuk masalah yang gawat dan sensitif.
"Persoalan preci, itu masalah gawat. Belum lagi di buku kedua dia mengangkat pernikahan beda agama," ujar Hikmat.

Ya, di buku kedua, Rosid&Delia, Ben kembali menghadirkan rosyid yang kritis bersama pacarnya, Delia. Keduanya hadir dengan persoalan yang lebih berat: perkawinan beda agama.

\"Generasi muda Betawi-Arab kini berinteraksi dengan beragam budaya dan agama, bukan tidak mungkin perkawinan beda agama terjadi kata Ben yang menyilakan pembaca mengambil sikap sendiri atas permasalahan yang diangkatnya itu. Mengapa Betawi ? Bukan kebetulan bila Ben Sohib mengangkat budaya Betawi ke dalam khazanah sastra. Betawi, kata Ben, sangat dekat dengan kesehariannya, yang sudah 20 tahun tinggal di daerah Condet-Cililitan, Jakarta Timur. Dari pengamatannya, ada fenomena yang menarik dari masyarakat Condet. Condet, kata .Ben, adalah sebuah prototipe yang sempurna untuk masyarakat Betawi yang bisa dibilang tertinggal, kalau tidak mau dibilang terpinggirkan dari pergerakan zaman.

Dalam perkembangannya, ada perbenturan antara tradisi yang terus dipertahankan dengan budaya yang makin berkembang. "Termasuk tradisi memakai peci putih dan budaya Arab yang berakulturasi dengan budaya Betawi di mana peci putih menjadi simbol identifikasi agama Islam,\" tutur lelaki kelahiran Jember, 1967 itu.

Ben berharap, buku keduanya ini juga laris seperti buku pertamanya. Harapan ini juga dilambungkan Fahmi, dari penerbit Ufuk Publishing House yang menerbitkan dua buku itu. \"Mudah-mudahan Rosyid & Delia jadi best seiler lagi seperti Da Peci Code\" katanya.

Bahkan, Fahmi juga sudah bersiap-siap mengadaptasi Da Peci Code ke layar lebar. \"Beberapa production house sudah menawar, tapi belum ada yang cocok,\" kata Fahmi.

Bila novel ini siap difilmkan, Ben berharap dirinya dilibatkan . dalam produksi film ini, termasuk bila diperlukan dalam penulisan skenarionya."Ini supaya cerita di film nggak melenceng dari novelnya." kata Ben yang belajar menulis secara otodidak.


www.dinamikaebooks.com

[resensi buku] Mengangkat Budaya Betawi Dalam Khasanah Sastra Indonesia

Investor Daily, Januari 2009

Novel-novel yang melibatkan aspek sosiologi atau realitas masyarakat tampaknya kini makin digemari. Lihat saja, Tetralogi Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata terjual lebih dari satu juta eksemplar. Novel ini mengangkat realitas masyarakat dan budaya Pulau Belitung. Begitu pula novel Ayat-Ayat Cinta yang mengangkat realitas mahasiswa Indonesia di Mesir, terjual 450.000 eksemplar.

Kendati tidak sefenomenal dua novel tersebut, novel Da Peci Code mencuri perhatian pasar novel Indonesia. Novel karangan Ben Sohib itu terjual 30.000 eksemplar sejak dirilis pada September 2006. \"Saya bersyukur dengan penjualan sebesar itu,\" kata Ben Sohib kepada Investor Dailyusai peluncuran sekuel kedua novel ini Rosyid dan Delia, di Jakarta, Jumat (19/12).

Sepintas, novel ini \\\'mendompleng\\\' ketenaran novel Da Vinci Code, karangan penulis Amerika Serikat Dan Brown Tapi isinya beda sekali. Da Vinci Code mengisahkan misteri legenda cawan suci (Holy Grail) dan peran Maria Magdalena dalam sejarah Kristen, teori-teori yang oleh Kristen dipertimbangkan sebagai ajaran sesat dan telah dikritik sebagai sejarah yang tidak akurat.

Sementara itu, Da Peci Code mengisahkan perseteruan antara ayah (Mansur) dan anaknya (Rosyid). Di novel best seller itu, Rosyid menjungkalkan tradisi memakai peci putih di masyarakat Betawi-Arab. Permasalahan itu dihadirkan Ben dengan cerita yang lucu dan menghibur namun kritis.

Pengamat budaya Betawi Hikmat Darmawan mengacungkan jempol buat Ben Sohib. Menurutnya, Ben mencoba mengenalkan lebih lanjut budaya Betawi dalam khazanah sastra yang belum banyak dilakukan, penulis Indonesia. \"Ini poin yang menarik karena Betawi adalah sebuah budaya yang dinamis,\" kata Hikmat.

Ben, lanjutnya, juga mencatat pergulatan yang terjadi antara Betawi tradisional dan modern. Bahkan, beberapa pergulatan yang diangkatnya itu termasuk masalah yang gawat dan sensitif.
"Persoalan preci, itu masalah gawat. Belum lagi di buku kedua dia mengangkat pernikahan beda agama," ujar Hikmat.

Ya, di buku kedua, Rosid&Delia, Ben kembali menghadirkan rosyid yang kritis bersama pacarnya, Delia. Keduanya hadir dengan persoalan yang lebih berat: perkawinan beda agama.

\"Generasi muda Betawi-Arab kini berinteraksi dengan beragam budaya dan agama, bukan tidak mungkin perkawinan beda agama terjadi kata Ben yang menyilakan pembaca mengambil sikap sendiri atas permasalahan yang diangkatnya itu. Mengapa Betawi ? Bukan kebetulan bila Ben Sohib mengangkat budaya Betawi ke dalam khazanah sastra. Betawi, kata Ben, sangat dekat dengan kesehariannya, yang sudah 20 tahun tinggal di daerah Condet-Cililitan, Jakarta Timur. Dari pengamatannya, ada fenomena yang menarik dari masyarakat Condet. Condet, kata .Ben, adalah sebuah prototipe yang sempurna untuk masyarakat Betawi yang bisa dibilang tertinggal, kalau tidak mau dibilang terpinggirkan dari pergerakan zaman.

Dalam perkembangannya, ada perbenturan antara tradisi yang terus dipertahankan dengan budaya yang makin berkembang. "Termasuk tradisi memakai peci putih dan budaya Arab yang berakulturasi dengan budaya Betawi di mana peci putih menjadi simbol identifikasi agama Islam,\" tutur lelaki kelahiran Jember, 1967 itu.

Ben berharap, buku keduanya ini juga laris seperti buku pertamanya. Harapan ini juga dilambungkan Fahmi, dari penerbit Ufuk Publishing House yang menerbitkan dua buku itu. \"Mudah-mudahan Rosyid & Delia jadi best seiler lagi seperti Da Peci Code\" katanya.

Bahkan, Fahmi juga sudah bersiap-siap mengadaptasi Da Peci Code ke layar lebar. \"Beberapa production house sudah menawar, tapi belum ada yang cocok,\" kata Fahmi.

Bila novel ini siap difilmkan, Ben berharap dirinya dilibatkan . dalam produksi film ini, termasuk bila diperlukan dalam penulisan skenarionya."Ini supaya cerita di film nggak melenceng dari novelnya." kata Ben yang belajar menulis secara otodidak.


www.dinamikaebooks.com

High Wire (Edgar & Ellen series)

by: Charles Ogden
Rombongan sirkus datang ke Nod’s Limbs. Edgar dan Ellen segera menyadari bahwa mereka dilahirkan untuk menjadi bagiannya.

Apakah si kembar akan bergabung dengan rombongan itu dan pergi meninggalkan kota Nod’s Limbs (demi mengikuti kata hati, sekaligus menghindari kegilaan Heimertz)?

Simak petualangan si kembar di dunia asap dan cermin, tempat yang penuh trik serta tipu muslihat.


www.dinamikaebooks.com

High Wire (Edgar & Ellen series)

by: Charles Ogden
Rombongan sirkus datang ke Nod’s Limbs. Edgar dan Ellen segera menyadari bahwa mereka dilahirkan untuk menjadi bagiannya.

Apakah si kembar akan bergabung dengan rombongan itu dan pergi meninggalkan kota Nod’s Limbs (demi mengikuti kata hati, sekaligus menghindari kegilaan Heimertz)?

Simak petualangan si kembar di dunia asap dan cermin, tempat yang penuh trik serta tipu muslihat.


www.dinamikaebooks.com

Body Of Lies

by: David Ignatius
Dari tombol Amman, Amsterdam meledak!

Investasi AS di Dubai luluh lantak.

Kota Incirlik Turki menjadi "jembatan" Sang teroris untuk memporak-porandakan sistem inteligen di Washington!

London menyalahkan Gedung Putih!

Kota Dar'a Syria harus diperhitungkan! Siapa sangka!

CIA kalah! Ribuan agennya tak pulang ke negeri asalnya. Satelit mahalnya tak mampu mendeteksi, bahkan anjing milik Suleman Sang teroris sekalipun. Lalu apa hasil spionase CIA yang menelan biaya ratusan milyar dolar! Tak ada. Kecuali satu; runtuhnya ekonomi Amerika.

Misteri, teror, kekecewaan, ketakutan. Semuanya memuakkan! Beirut, Balad hingga Bagdad merasakan derita itu. Amman, Ankara, Roma, Jenewa, Virginia dicitrakan tunduk kepada Washington! Padahal tidak. Betapa memalukan; justru milisi Suria dan Yordania membuat CIA ling lung.


www.dinamikaebooks.com

Body Of Lies

by: David Ignatius
Dari tombol Amman, Amsterdam meledak!

Investasi AS di Dubai luluh lantak.

Kota Incirlik Turki menjadi "jembatan" Sang teroris untuk memporak-porandakan sistem inteligen di Washington!

London menyalahkan Gedung Putih!

Kota Dar'a Syria harus diperhitungkan! Siapa sangka!

CIA kalah! Ribuan agennya tak pulang ke negeri asalnya. Satelit mahalnya tak mampu mendeteksi, bahkan anjing milik Suleman Sang teroris sekalipun. Lalu apa hasil spionase CIA yang menelan biaya ratusan milyar dolar! Tak ada. Kecuali satu; runtuhnya ekonomi Amerika.

Misteri, teror, kekecewaan, ketakutan. Semuanya memuakkan! Beirut, Balad hingga Bagdad merasakan derita itu. Amman, Ankara, Roma, Jenewa, Virginia dicitrakan tunduk kepada Washington! Padahal tidak. Betapa memalukan; justru milisi Suria dan Yordania membuat CIA ling lung.


www.dinamikaebooks.com

Kamis, 29 Januari 2009

[resensi buku] Maryamah Karpov - Mimpi-mimpi Lintang

Hernadi Tanzil, Blog Buku Yang Kubaca

Maryamah Karpov adalah novel pamungkas Tetralogi Laskar Pelangi. Bagi para pembaca Laskar Pelangi kehadiran novel ini sangatlah ditunggu-tunggu. Setelah mengalamai beberapa kali penundaan akhirnya novel ini terbit pada akhir November 2008 lalu saat emosi pembacanya membuncah seiring dengan diputarnya film Laskar Pelangi di bioskop-bioskop tanah air . Penerbit Bentang pun tampaknya tak menyia-nyiakan momen ini dengan segera menerbitkannya. Mereka optimis bahwa Maryamah Karpov akan meledak di pasaran seperti ketiga buku sebelumnya, karenanya untuk edisi pertamanya saja Bentang langsung mencetak 100 ribu kopi ! Jumlah yang fantastis dalam sejarah penerbitan buku fiksi di Indonesia.

Jauh hari sebelum novel ini terbit, tepatnya di buku kedua "Sang Pemimpi" (2006), pada bagian Epilog, Andrea telah memberikan sebersit informasi mengenai tema utama Maryamah Karpov yang sat itu sedang ditulisnya, cover buku Maryamah Karpov sendiri telah dipajang di novel ketiganya (Edensor,2007), dan semenjak itu muncul pula di cetakan-cetakan berikutnya baik di buku pertama hingga ketiga.

Berbagai bocoran informasi mengenai novel keempatnya dan suksesnya ketiga novel Laskar Pelangi ini tentu semakin membuat pembacanya semakin penasaran dengan novel terakhir dari tetralogi ini. Situasi ini juga dimanfaatkan oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab. Beberapa bulan sebelum novel ini terbit, beredar novel palsu Maryamah Karpov dengan cover yang sama persis dengan yang diiklankan, selain itu beredar pula bersi digitalnya (ebook). Menanggapi hal ini, Renjana Organizer selaku manajemen Andrea Hirata sampai perlu mengeluarkan pernyataan yang diedarkan di milis-milis perbukuan dan sastra bahwa novel yang beredar tersebut adalah palsu.

Kini hampir dua bulan sudah Maryamah Karpov terbit dan telah dibaca oleh banyak orang. Berbagai komentar bermunculan . Ada yang memuji namun tak sedikit yang kecewa dengan novel pamungkas Laskar Pelangi ini. Di novel keempatnya yang lebih tebal dibanding ketiga novel lainnya Andrea masih menggunakan pola yang sama dengan dua novel terdahulunya yaitu dengan membagi kisah-kisahnya dalam bab-bab pendek atau yang ia tulis sebagai mozaik.

Pada separuh buku pertama, Andrea nyaris tak menghadirkan plot dengan sebuah konflik utama layaknya sebuah novel, masing-masing mozaik berdiri sendiri layaknya cerpen. Dengan bebas Andrea menyuguhkan berbagai kisah dari satu mozaik ke mozaik berikutnya. Benang merahnya adalah tokoh Ikal ketika telah berada di Belitong setelah menyelesaikan studinya dengan gemilang sebagai Master di bidang Ekonomi Telekomunikasi di Sorbone Perancis. Sayangnya karena ilmu yang dipelajarinya tak sesuai dengan kondisi kampung halamannya maka ia terpaksa menganggur.

Barulah di separuh buku berikutnya mulai terbentuk sebuah plot cerita dengan sebuah konflik utama yaitu pencarian Aling yang dikaguminya sedari kecil. Hal ini berawal ketika para nelayan menemukan beberapa mayat bertato gambar kupu-kupu yang merupakan tanda dari sebuah trah keluarga Tionghoa. Aling yang berasal dari trah keluarga tersebut juga memiliki tato yang sama pada lengannya.

Banyak yang menduga bahwa mayat-mayat itu adalah para pelintas batas yang sedang menuju Singapura yang dibunuh dan mayatnya dibuang ke laut oleh bajak laut di kawasan Batuan yang bernama Tambok. Ikal menduga Aling dan seluruh keluarganya turut dalam rombongan para pelintas batas itu dan berharap masih hidup dalam tawanan Tambok di pulau Batuan.

Ikal bertekad mencari Aling hingga ke Batuan. Tak mampu untuk menyewa perahu, ia memutuskan untuk membuat perahu sendiri! Bagaimana mungkin?, untunglah Ikal mendapat bantuan dari si jenius Lintang yang dengan dalil-dalil fisika dan matematikanya mampu memberikan rumusan-rumusan matematis untuk membuat sebuah perahu. Selain itu Ikal juga dibantu oleh teman-teman Laskar Pelanginya yang tanpa pamrih menolong Ikal membuat perahu untuk mencari pujaan hatinya. Sebagai penghargaan terhadap Lintang maka perahunya tersebut diberi nama , "Mimpi-mimpi Lintang".

Kisah Ikal berjuang membuat perahu yang penuh rintangan hingga pelayarannya bersama Mahar dan dua orang kawannya untuk mencari Aling terus mengalir dari bab ke bab dengan seru dan menegangkan. Sayangnya setelah kisah petualangan ini berakhir, tiba-tiba di bab berikutnya tersaji kisah yang tak ada hubungannya dengan kisah sebelumnya. Suspend yang begitu kuat yang telah dibangun Andrea dalam kisah petualangan Ikal mencari Aling tiba-tiba anjlok karena Andrea malah memilih kisah lain. Padahal masih ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab mengenai kepergian Aling. Alih-alih membuat kisah yang melatarbelakangi bagaimana Aling hingga berlayar ke Singapura atau bagaimana kisah Aling selama dalam tawanan bajak laut, Andrea malah bercerita tentang Ikal yang harus mengatasi traumanya memasuki klinik gigi.

Walau demikian seperti di novel-novel terdahulunya kepiawaian Andrea dalam mengolah kalimat dengan metafora-metaforanya yang indah membuat novel ini begitu menarik, menghibur, dan memiliki kekuatan untuk menginspirasi dan memotivasi pembacanya untuk melakukan hal-hal yang besar untuk mengejar mimpi. Kepiawaian Andrea memilih kalimat-kalimat dan merangkai kata dalam mendeskripsikan berbagai kisah mampu mengikat pembacanya untuk membaca novel ini hingga tuntas . Untuk urusan ini Andrea memang jempolan dan pendongeng yang baik.

Lalu siapa sesungguhnya Maryamah Karpov yang dijadikan judul dalam novel ini? Uniknya kisah si pemilik nama berbau Rusia ini hanya muncul beberapa kalimat saja, itupun baru muncul di pertengahan buku ini. Andrea hanya menyebutkan bahwa pemilik nama tersebut adalah Cik Maryamah yang karena kemahirannya mengajarkan permainan catur dengan langkah-langkah Karpov (Grand Master Catur Dunia) maka sesuai dengan kebiasaan Melayu yang sering memberikan julukan di belakang nama aslinya, maka diberilah nama Maryamah Karpov. Hanya itu, selebihnya nama dan kisah Maryamah tak lagi muncul dalam novel ini. Jika demikian mengapa nama wanita ini yang dijadikan judul?

Menyimak komentar dari banyak pembaca yang telah menuntaskan buku ini , soal judul inilah yang paling dipertanyakan oleh para pembacanya. Selain itu, tema umum dari novel ini juga menjadi tanda tanya besar karena meleset jauh dari tema soal perempuan yang sering telah diungkapkan Andrea dalam berbagai kesempatan. Di buku Sang Pemimpi (2006), Andrea dalam epilognya mengungkapkan bahwa, Maryamah Karpov akan membahas tentang " penghormatan kepada kaum perempuan" (Sang Pemimpi, hal 277). Pertanyaannya kini, bagian manakah dalam novel ini yang mengandung penghormatan terhadap perempuan? Bukankah ini hanyalah sebuah kisah romantika Ikal mencari Aling yang dibungkus petualangan seru.

Kejanggalan tersebut dan juga endingnya yang menggantung pada akhirnya memunculkan spekulasi bahwa akan ada Maryamah Karpov jilid 2. Untuk itu saya mencoba mengkonfirmasikan hal ini langsung pada Andrea Hirata. Dalam perbincangan telponnya, Andrea menegaskan bahwa Maryamah Karpov memang dibuat menjadi dua jilid. Jilid pertama yang sekarang telah terbit memang tak banyak membicarakan Maryamah Karpov karena di jilid ini Andrea bermaksud membangun karakter tokoh-tokoh yang kelak akan dimatangkan di jilid keduanya. Dan di jilid keduanyalah Maryamah Karpov akan banyak berperan.

Namun sangat disayangkan, dengan tegas Andrea menyatakan bahwa hingga saat ini jilid 2 Maryamah Karpov tidak akan diterbitkan !. Andrea mengungkapkan bahwa ada berbagai pertimbangan yang menyebabkan ia terpaksa menolak untuk menerbitkan Maryamah Karpov jilid 2 dan memilih 'menghilang' sementara dari dunia kepenulisan. Pertimbangan apa? Daripada saya salah mengutip pernyataan Andrea yang disampaikan pada saya lewat telpon, biarlah Andrea atau Renjana Organizer sendiri yang akan menjelaskannya pada publik kelak karena pembaca Tetralogi Laskar Pelangi butuh penjelasan yang tuntas dari penulis mengenai tidak tuntasnya novel pamungkas ini.

Selain soal keterkaitan antara judul dan isi, soal logika juga menjadi hal yang cukup mengganggu. Misalnya ketika Lintang yang hanya dengan mencoret-coret di atas pasir mampu memberikan rumusan ukuran-ukuran yang tepat untuk membuat sebuah perahu. Berdasarkan rumusan tersebut Ikal dan kawan-kawannya bisa membuat perahu, padahal kenyataannya dibutuhkan keahlian khusus dan pengalaman bertahun-tahun bagi seseorang untuk membuat perahu. Lalu bagaimana pula sebuah perahu kuno yang telah terkubur ratusan tahun dalam sungai bisa diangkat ke permukaan berkat ilmu fisika Lintang yang hanya tamatan SMP. Novel ini tak memberi penjelasan logis bagaimana Lintang yang tinggal di pulau terpencil sebagai petani kelapa bisa mengasah ilmunya hingga kini.

Seperti di tiga novel sebelumnya, Andrea juga masih menyajikan selipan berbagai kultur dan budaya Melayu dan suku-suku lain yang hidup berdampingan seperti Suku Sawang, Tionghoa, dan orang-orang bersarung. Karenanya Gangsar Sukrisno selaku CEO Penerbit Bentang Pustaka mengatakan bahwa tetralogi LP merupakan cultural literary non fiction yaitu sebuah karya non fiksi yang digarap secara sastra berdasarkan pendekatan budaya.

Berlebihankah? Hal ini membuka peluang untuk didiskusikan lebih lanjut. Jika memang demikian, maka Andrea telah menyumbangkan sesuatu yang berharga dalam khazanah sastra kita. Dan sangat disayangkan jika setelah menuntaskan Tetraloginya ini Andrea dikabarkan akan 'menghilang' untuk sementara. Apakah Andrea sedang mematangkan kelanjutan dari Maryamah Karpov yang memang belum selesai, atau ia sedang mempersiapkan karya yang lebih monumental? Semoga.

@h_tanzil


www.dinamikaebooks.com

[resensi buku] Maryamah Karpov - Mimpi-mimpi Lintang

Hernadi Tanzil, Blog Buku Yang Kubaca

Maryamah Karpov adalah novel pamungkas Tetralogi Laskar Pelangi. Bagi para pembaca Laskar Pelangi kehadiran novel ini sangatlah ditunggu-tunggu. Setelah mengalamai beberapa kali penundaan akhirnya novel ini terbit pada akhir November 2008 lalu saat emosi pembacanya membuncah seiring dengan diputarnya film Laskar Pelangi di bioskop-bioskop tanah air . Penerbit Bentang pun tampaknya tak menyia-nyiakan momen ini dengan segera menerbitkannya. Mereka optimis bahwa Maryamah Karpov akan meledak di pasaran seperti ketiga buku sebelumnya, karenanya untuk edisi pertamanya saja Bentang langsung mencetak 100 ribu kopi ! Jumlah yang fantastis dalam sejarah penerbitan buku fiksi di Indonesia.

Jauh hari sebelum novel ini terbit, tepatnya di buku kedua "Sang Pemimpi" (2006), pada bagian Epilog, Andrea telah memberikan sebersit informasi mengenai tema utama Maryamah Karpov yang sat itu sedang ditulisnya, cover buku Maryamah Karpov sendiri telah dipajang di novel ketiganya (Edensor,2007), dan semenjak itu muncul pula di cetakan-cetakan berikutnya baik di buku pertama hingga ketiga.

Berbagai bocoran informasi mengenai novel keempatnya dan suksesnya ketiga novel Laskar Pelangi ini tentu semakin membuat pembacanya semakin penasaran dengan novel terakhir dari tetralogi ini. Situasi ini juga dimanfaatkan oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab. Beberapa bulan sebelum novel ini terbit, beredar novel palsu Maryamah Karpov dengan cover yang sama persis dengan yang diiklankan, selain itu beredar pula bersi digitalnya (ebook). Menanggapi hal ini, Renjana Organizer selaku manajemen Andrea Hirata sampai perlu mengeluarkan pernyataan yang diedarkan di milis-milis perbukuan dan sastra bahwa novel yang beredar tersebut adalah palsu.

Kini hampir dua bulan sudah Maryamah Karpov terbit dan telah dibaca oleh banyak orang. Berbagai komentar bermunculan . Ada yang memuji namun tak sedikit yang kecewa dengan novel pamungkas Laskar Pelangi ini. Di novel keempatnya yang lebih tebal dibanding ketiga novel lainnya Andrea masih menggunakan pola yang sama dengan dua novel terdahulunya yaitu dengan membagi kisah-kisahnya dalam bab-bab pendek atau yang ia tulis sebagai mozaik.

Pada separuh buku pertama, Andrea nyaris tak menghadirkan plot dengan sebuah konflik utama layaknya sebuah novel, masing-masing mozaik berdiri sendiri layaknya cerpen. Dengan bebas Andrea menyuguhkan berbagai kisah dari satu mozaik ke mozaik berikutnya. Benang merahnya adalah tokoh Ikal ketika telah berada di Belitong setelah menyelesaikan studinya dengan gemilang sebagai Master di bidang Ekonomi Telekomunikasi di Sorbone Perancis. Sayangnya karena ilmu yang dipelajarinya tak sesuai dengan kondisi kampung halamannya maka ia terpaksa menganggur.

Barulah di separuh buku berikutnya mulai terbentuk sebuah plot cerita dengan sebuah konflik utama yaitu pencarian Aling yang dikaguminya sedari kecil. Hal ini berawal ketika para nelayan menemukan beberapa mayat bertato gambar kupu-kupu yang merupakan tanda dari sebuah trah keluarga Tionghoa. Aling yang berasal dari trah keluarga tersebut juga memiliki tato yang sama pada lengannya.

Banyak yang menduga bahwa mayat-mayat itu adalah para pelintas batas yang sedang menuju Singapura yang dibunuh dan mayatnya dibuang ke laut oleh bajak laut di kawasan Batuan yang bernama Tambok. Ikal menduga Aling dan seluruh keluarganya turut dalam rombongan para pelintas batas itu dan berharap masih hidup dalam tawanan Tambok di pulau Batuan.

Ikal bertekad mencari Aling hingga ke Batuan. Tak mampu untuk menyewa perahu, ia memutuskan untuk membuat perahu sendiri! Bagaimana mungkin?, untunglah Ikal mendapat bantuan dari si jenius Lintang yang dengan dalil-dalil fisika dan matematikanya mampu memberikan rumusan-rumusan matematis untuk membuat sebuah perahu. Selain itu Ikal juga dibantu oleh teman-teman Laskar Pelanginya yang tanpa pamrih menolong Ikal membuat perahu untuk mencari pujaan hatinya. Sebagai penghargaan terhadap Lintang maka perahunya tersebut diberi nama , "Mimpi-mimpi Lintang".

Kisah Ikal berjuang membuat perahu yang penuh rintangan hingga pelayarannya bersama Mahar dan dua orang kawannya untuk mencari Aling terus mengalir dari bab ke bab dengan seru dan menegangkan. Sayangnya setelah kisah petualangan ini berakhir, tiba-tiba di bab berikutnya tersaji kisah yang tak ada hubungannya dengan kisah sebelumnya. Suspend yang begitu kuat yang telah dibangun Andrea dalam kisah petualangan Ikal mencari Aling tiba-tiba anjlok karena Andrea malah memilih kisah lain. Padahal masih ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab mengenai kepergian Aling. Alih-alih membuat kisah yang melatarbelakangi bagaimana Aling hingga berlayar ke Singapura atau bagaimana kisah Aling selama dalam tawanan bajak laut, Andrea malah bercerita tentang Ikal yang harus mengatasi traumanya memasuki klinik gigi.

Walau demikian seperti di novel-novel terdahulunya kepiawaian Andrea dalam mengolah kalimat dengan metafora-metaforanya yang indah membuat novel ini begitu menarik, menghibur, dan memiliki kekuatan untuk menginspirasi dan memotivasi pembacanya untuk melakukan hal-hal yang besar untuk mengejar mimpi. Kepiawaian Andrea memilih kalimat-kalimat dan merangkai kata dalam mendeskripsikan berbagai kisah mampu mengikat pembacanya untuk membaca novel ini hingga tuntas . Untuk urusan ini Andrea memang jempolan dan pendongeng yang baik.

Lalu siapa sesungguhnya Maryamah Karpov yang dijadikan judul dalam novel ini? Uniknya kisah si pemilik nama berbau Rusia ini hanya muncul beberapa kalimat saja, itupun baru muncul di pertengahan buku ini. Andrea hanya menyebutkan bahwa pemilik nama tersebut adalah Cik Maryamah yang karena kemahirannya mengajarkan permainan catur dengan langkah-langkah Karpov (Grand Master Catur Dunia) maka sesuai dengan kebiasaan Melayu yang sering memberikan julukan di belakang nama aslinya, maka diberilah nama Maryamah Karpov. Hanya itu, selebihnya nama dan kisah Maryamah tak lagi muncul dalam novel ini. Jika demikian mengapa nama wanita ini yang dijadikan judul?

Menyimak komentar dari banyak pembaca yang telah menuntaskan buku ini , soal judul inilah yang paling dipertanyakan oleh para pembacanya. Selain itu, tema umum dari novel ini juga menjadi tanda tanya besar karena meleset jauh dari tema soal perempuan yang sering telah diungkapkan Andrea dalam berbagai kesempatan. Di buku Sang Pemimpi (2006), Andrea dalam epilognya mengungkapkan bahwa, Maryamah Karpov akan membahas tentang " penghormatan kepada kaum perempuan" (Sang Pemimpi, hal 277). Pertanyaannya kini, bagian manakah dalam novel ini yang mengandung penghormatan terhadap perempuan? Bukankah ini hanyalah sebuah kisah romantika Ikal mencari Aling yang dibungkus petualangan seru.

Kejanggalan tersebut dan juga endingnya yang menggantung pada akhirnya memunculkan spekulasi bahwa akan ada Maryamah Karpov jilid 2. Untuk itu saya mencoba mengkonfirmasikan hal ini langsung pada Andrea Hirata. Dalam perbincangan telponnya, Andrea menegaskan bahwa Maryamah Karpov memang dibuat menjadi dua jilid. Jilid pertama yang sekarang telah terbit memang tak banyak membicarakan Maryamah Karpov karena di jilid ini Andrea bermaksud membangun karakter tokoh-tokoh yang kelak akan dimatangkan di jilid keduanya. Dan di jilid keduanyalah Maryamah Karpov akan banyak berperan.

Namun sangat disayangkan, dengan tegas Andrea menyatakan bahwa hingga saat ini jilid 2 Maryamah Karpov tidak akan diterbitkan !. Andrea mengungkapkan bahwa ada berbagai pertimbangan yang menyebabkan ia terpaksa menolak untuk menerbitkan Maryamah Karpov jilid 2 dan memilih 'menghilang' sementara dari dunia kepenulisan. Pertimbangan apa? Daripada saya salah mengutip pernyataan Andrea yang disampaikan pada saya lewat telpon, biarlah Andrea atau Renjana Organizer sendiri yang akan menjelaskannya pada publik kelak karena pembaca Tetralogi Laskar Pelangi butuh penjelasan yang tuntas dari penulis mengenai tidak tuntasnya novel pamungkas ini.

Selain soal keterkaitan antara judul dan isi, soal logika juga menjadi hal yang cukup mengganggu. Misalnya ketika Lintang yang hanya dengan mencoret-coret di atas pasir mampu memberikan rumusan ukuran-ukuran yang tepat untuk membuat sebuah perahu. Berdasarkan rumusan tersebut Ikal dan kawan-kawannya bisa membuat perahu, padahal kenyataannya dibutuhkan keahlian khusus dan pengalaman bertahun-tahun bagi seseorang untuk membuat perahu. Lalu bagaimana pula sebuah perahu kuno yang telah terkubur ratusan tahun dalam sungai bisa diangkat ke permukaan berkat ilmu fisika Lintang yang hanya tamatan SMP. Novel ini tak memberi penjelasan logis bagaimana Lintang yang tinggal di pulau terpencil sebagai petani kelapa bisa mengasah ilmunya hingga kini.

Seperti di tiga novel sebelumnya, Andrea juga masih menyajikan selipan berbagai kultur dan budaya Melayu dan suku-suku lain yang hidup berdampingan seperti Suku Sawang, Tionghoa, dan orang-orang bersarung. Karenanya Gangsar Sukrisno selaku CEO Penerbit Bentang Pustaka mengatakan bahwa tetralogi LP merupakan cultural literary non fiction yaitu sebuah karya non fiksi yang digarap secara sastra berdasarkan pendekatan budaya.

Berlebihankah? Hal ini membuka peluang untuk didiskusikan lebih lanjut. Jika memang demikian, maka Andrea telah menyumbangkan sesuatu yang berharga dalam khazanah sastra kita. Dan sangat disayangkan jika setelah menuntaskan Tetraloginya ini Andrea dikabarkan akan 'menghilang' untuk sementara. Apakah Andrea sedang mematangkan kelanjutan dari Maryamah Karpov yang memang belum selesai, atau ia sedang mempersiapkan karya yang lebih monumental? Semoga.

@h_tanzil


www.dinamikaebooks.com

[resensi buku] SALAM SEPATU untuk Bush

HERNADI TANZIL, Koran Tempo, 28 January 2009

Siapa yang menyangka, seorang Presiden negara adidaya yang terhormat di akhir masa jabatannya akan dipermalukan harkat dan martabatnya oleh seorang wartawan dari negara yang di'jajah'nya. Minggu, 14 Desember 2008, presiden AS George W. Bush tiba di bandara Internasional Baghdad dengan pesawat kepresidenan AS yang paling bergengsi di dunia "Air Force One".

Selain ingin berpamitan dengan tentara AS di Irak, tujuan utama Bush adalah untuk menandatangani pakta keamanan AS-Irak yang sempat direvisi beberapa kali dan ditentang oleh sebagian faksi di parlemen Irak. Usai menandatangani, Bush dan Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki melakukan konferensi pers. Dan saat itulah Bush menerima perlakuan memalukan yang bakal dikenang sepanjang masa baik oleh Bush pribadi maupun seluruh masyarakat dunia.

Karena peristiwa penandatangan pakta keamanan ini demikian penting, dan konferensi pers tersebut telah diagendakan sebelumnya, tentunya peristiwa ini dihadiri oleh para wartawan dalam dan luar negeri dengan kamera televisi yang siap menayangkannya secara live. Seluruh petugas Secret Service juga telah menyiapkan semua prosedur pengamanan super maksimum lengkap dengan peralatan canggihnya. Telah dipastikan dalam ruangan tersebut tak ada, bom, pistol, atau apapun yang mengancam keamanan Sang presiden dan perdana menteri.

Saat al-Maliki dan Bush berdiri di podium dengan tatapannya yang penuh kepercayaan diri hendak bersiap menjawab pertanyaan para wartawan, tiba-tiba peristiwa luar biasa terjadi. Seorang wartawan televisi Al-Baghdadia, Muntahar Al-Zaidi tiba-tiba melemparkan sepatunya ke arah Bush sambil berteriak , "Good bye, dog!". Belum sempat para pengawal presiden bereaksi, Al-Zaidi melempar sebuah sepatunya lagi, untung Bush pandai berkelit sehingga kedua sepatu itu tak mengenai kepalanya.

Walau luput dari lemparan sepatu, namun peristiwa memalukan yang diliput secara live oleh hampir seluruh stasiun televisi dunia itu telah tersebar dengan cepat, menghibur banyak pemirsa dan segera saja menjadi bahan gurauan dan melahirkan berbagai reaksi dari seluruh masyarakat dunia. Tentunya peristiwa ini bisa menjadi insiden yang paling memalukan sepanjangi sejarah kepresidenan AS karena tapak sepatu adalah simbol penghinaaan pamungkas dalam budaya Arab. Setelah patung Sadam Husein dirobohkan di Baghdad pada April 2003, banyak orang memukuli wajah patung itu dengan tapak sepatu mereka.

Jika selama ini kita hanya membaca dan melihat peristiwa tersebut melalui koran-koran, televisi, streaming video di internet, dll. Kini kita bisa membaca peristiwa tersebut secara utuh melalui sebuah buku yang ditulis oleh Muhsin Labib, jurnalis, cendekiawan muslim, salah satu penulis buku best seller "Ahmadinejad! David di tengah angkara Goliath Dunia " (Hikmah, 2006). Buku ini tampaknya memang sengaja dibuat secara cepat oleh penerbitnya agar kisah sepatu itu masih segar dalam ingatan kita. Jika diistilahkan mungkin buku ini disebut dengan 'flash book' atau ada juga yang menyebutnya 'magazine book' , buku yang dibuat untuk menangkap sebuah moment peristiwa yang sedang trend secara cepat. Biasanya buku jenis ini tak terlalu tebal dan hanya menyarikan dari berita-berita yang beredar di media masa.

Menurut penerbitnya (Rajut Publishing) Buku Goodbye Bush! ini mungkin merupakan salah satu buku tercepat yang pernah dibuat. Diselesaikan dalam waktu 2x24 jam. Apa yang bisa dihasilkan dengan buku yang dibuat secepat demikian? Walau dibuat secara cepat tampaknya buku ini tidak dibuat secara serampangan karena nama penulisnya dan penerbit tentu saja dipertaruhkan di buku ini. Oleh penulisnya buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Pertama memuat serangkaian peristiwa seputar Pakta Keamanan Amerika-Irak dan polemik-polemiknya . Bagian ini memuat berbagai pasal pakta pertahanan tersebut beserta pasal-pasal rahasia dari kesepakatan tersebut. Dari pasal-pasal tersebut akan terlihat dengan jelas bagaimana AS masih enggan sepenuhnya melepas cengkeraman militernya atas Irak.

Bagian kedua memapar peristiwa pelemparan sepatu oleh Muntahar al-Zaidi yang nyaris mengenai wajah George W. Bush. Lalu peristiwa-peristiwa susulan, atau respon dunia internasional pasca insiden memalukan itu. Di bagian ini akan terungkap hal-hal menarik dan lucu akibat aksi pelemparan sepatu tersebut, seperti bagaimana kini sepatu usang dengan model tahun 99 itu jadi sepatu yang paling dicari sampai-sampai ada yang menawarnya hingga 110 milyar hanya untuk satu buah sepatu.

Dimana kini sepatu itu berada? Jawabannya bisa ditemui di buku ini. Yang pasti kini pabrik pembuat sepatu tersebut kebanjiran order karena pesanan jenis sepatu tersebut naik hingga 4 kali lipat. Dan uniknya kebanyakan pesanan tersebut berasal dari AS, Inggris, dan sejumlah negara Arab.

Selain itu terungkap pula bahwa kejaidan aib bagi sang presiden tersebut malah menjadi hiburan gratis bagi tentara AS di Irak. Peristiwa tersebut nyaris tidak terkesan sebagai peristiwa kekerasan, namun kelucuan. Tentara AS di Irak terbahak-bahak melihat insiden tersebut. Banyak hal-hal menarik dan lucu di bagian ini tentunya saya tak akan mengungkapkannya dalam tulisan ini agar pembaca merasakan sendiri sensasi kelucuan dan keterkejutan membaca fakta-fakta yang ada akibat insiden ini.

Di Bagian ketiga memuat profil singkat pelempar sepatu, Munthadar dan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan sosoknya sesuai aksi pelemparan seperti penyiksaan yang dialaminya dan dukungan serta simpati mulai dari sesama wartawan, hingga ibu-ibu yang bersedia menikahi anak gadisnya dengan al Zaidi. Al Zaidi memang telah menjadi hero dan simbol perlawawan terhadap Amerika dan sekutu-sekutunya. Bahkan setelah peristiwa tersebut para infitadah di jalur Gaza tak lagi melempari tentara Israel dengan batu melainkan dengan sepatu!

Pada intinya buku kecil yang juga dilengkapi dengan foto-foto ini memuat secara kronologis latar belakang, sebelum, saat, dan berbagai reaksi setelah insiden pelemparan sepatu terjadi. Tak ada analisis komprehensif atau abstraksi intelektual tingkat tinggi dalam buku ini karena memang bukan untuk tujuan itu buku ini dibuat. Buku ini hanya merangkum berbagai berita dan kisah insiden ini yang tersebar di berbagai media baik cetak maupun cyber sehingga buku ini sangat renyah, enak dibaca, dan dapat tuntas hanya dalam sekali duduk.

Namun bukan berarti buku ini sekedar 'buku kacangan'. Tampaknya ini buku pertama di Indonesia (bahkan mungkin di dunia?) yang memaparkan insiden pelemparan sepatu pada Bush. Selain itu ada banyak hal positif yang mungkin bisa diperoleh dalam buku ini. Selain kita bisa memperoleh seluruh rangkaian peristiwa ini secara utuh dalam sebuah buku, melalui buku kini kita juga akan melihat sebuah ekspresi penolakan yang kuat terhadap arogansi dan hegemoni suatu pemerintahan yang secara sadar ingin menguasai bangsa lain dengan dalih perdamaian dan keamanan dunia.

 HERNADI TANZIL
  • BOOK BLOGGER & BOOK REVIEWER
  • PENGELOLA SITUS HTTP://BUKUYGKUBACA.BLOGSPOT.COM


    www.dinamikaebooks.com

    [resensi buku] SALAM SEPATU untuk Bush

    HERNADI TANZIL, Koran Tempo, 28 January 2009

    Siapa yang menyangka, seorang Presiden negara adidaya yang terhormat di akhir masa jabatannya akan dipermalukan harkat dan martabatnya oleh seorang wartawan dari negara yang di'jajah'nya. Minggu, 14 Desember 2008, presiden AS George W. Bush tiba di bandara Internasional Baghdad dengan pesawat kepresidenan AS yang paling bergengsi di dunia "Air Force One".

    Selain ingin berpamitan dengan tentara AS di Irak, tujuan utama Bush adalah untuk menandatangani pakta keamanan AS-Irak yang sempat direvisi beberapa kali dan ditentang oleh sebagian faksi di parlemen Irak. Usai menandatangani, Bush dan Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki melakukan konferensi pers. Dan saat itulah Bush menerima perlakuan memalukan yang bakal dikenang sepanjang masa baik oleh Bush pribadi maupun seluruh masyarakat dunia.

    Karena peristiwa penandatangan pakta keamanan ini demikian penting, dan konferensi pers tersebut telah diagendakan sebelumnya, tentunya peristiwa ini dihadiri oleh para wartawan dalam dan luar negeri dengan kamera televisi yang siap menayangkannya secara live. Seluruh petugas Secret Service juga telah menyiapkan semua prosedur pengamanan super maksimum lengkap dengan peralatan canggihnya. Telah dipastikan dalam ruangan tersebut tak ada, bom, pistol, atau apapun yang mengancam keamanan Sang presiden dan perdana menteri.

    Saat al-Maliki dan Bush berdiri di podium dengan tatapannya yang penuh kepercayaan diri hendak bersiap menjawab pertanyaan para wartawan, tiba-tiba peristiwa luar biasa terjadi. Seorang wartawan televisi Al-Baghdadia, Muntahar Al-Zaidi tiba-tiba melemparkan sepatunya ke arah Bush sambil berteriak , "Good bye, dog!". Belum sempat para pengawal presiden bereaksi, Al-Zaidi melempar sebuah sepatunya lagi, untung Bush pandai berkelit sehingga kedua sepatu itu tak mengenai kepalanya.

    Walau luput dari lemparan sepatu, namun peristiwa memalukan yang diliput secara live oleh hampir seluruh stasiun televisi dunia itu telah tersebar dengan cepat, menghibur banyak pemirsa dan segera saja menjadi bahan gurauan dan melahirkan berbagai reaksi dari seluruh masyarakat dunia. Tentunya peristiwa ini bisa menjadi insiden yang paling memalukan sepanjangi sejarah kepresidenan AS karena tapak sepatu adalah simbol penghinaaan pamungkas dalam budaya Arab. Setelah patung Sadam Husein dirobohkan di Baghdad pada April 2003, banyak orang memukuli wajah patung itu dengan tapak sepatu mereka.

    Jika selama ini kita hanya membaca dan melihat peristiwa tersebut melalui koran-koran, televisi, streaming video di internet, dll. Kini kita bisa membaca peristiwa tersebut secara utuh melalui sebuah buku yang ditulis oleh Muhsin Labib, jurnalis, cendekiawan muslim, salah satu penulis buku best seller "Ahmadinejad! David di tengah angkara Goliath Dunia " (Hikmah, 2006). Buku ini tampaknya memang sengaja dibuat secara cepat oleh penerbitnya agar kisah sepatu itu masih segar dalam ingatan kita. Jika diistilahkan mungkin buku ini disebut dengan 'flash book' atau ada juga yang menyebutnya 'magazine book' , buku yang dibuat untuk menangkap sebuah moment peristiwa yang sedang trend secara cepat. Biasanya buku jenis ini tak terlalu tebal dan hanya menyarikan dari berita-berita yang beredar di media masa.

    Menurut penerbitnya (Rajut Publishing) Buku Goodbye Bush! ini mungkin merupakan salah satu buku tercepat yang pernah dibuat. Diselesaikan dalam waktu 2x24 jam. Apa yang bisa dihasilkan dengan buku yang dibuat secepat demikian? Walau dibuat secara cepat tampaknya buku ini tidak dibuat secara serampangan karena nama penulisnya dan penerbit tentu saja dipertaruhkan di buku ini. Oleh penulisnya buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Pertama memuat serangkaian peristiwa seputar Pakta Keamanan Amerika-Irak dan polemik-polemiknya . Bagian ini memuat berbagai pasal pakta pertahanan tersebut beserta pasal-pasal rahasia dari kesepakatan tersebut. Dari pasal-pasal tersebut akan terlihat dengan jelas bagaimana AS masih enggan sepenuhnya melepas cengkeraman militernya atas Irak.

    Bagian kedua memapar peristiwa pelemparan sepatu oleh Muntahar al-Zaidi yang nyaris mengenai wajah George W. Bush. Lalu peristiwa-peristiwa susulan, atau respon dunia internasional pasca insiden memalukan itu. Di bagian ini akan terungkap hal-hal menarik dan lucu akibat aksi pelemparan sepatu tersebut, seperti bagaimana kini sepatu usang dengan model tahun 99 itu jadi sepatu yang paling dicari sampai-sampai ada yang menawarnya hingga 110 milyar hanya untuk satu buah sepatu.

    Dimana kini sepatu itu berada? Jawabannya bisa ditemui di buku ini. Yang pasti kini pabrik pembuat sepatu tersebut kebanjiran order karena pesanan jenis sepatu tersebut naik hingga 4 kali lipat. Dan uniknya kebanyakan pesanan tersebut berasal dari AS, Inggris, dan sejumlah negara Arab.

    Selain itu terungkap pula bahwa kejaidan aib bagi sang presiden tersebut malah menjadi hiburan gratis bagi tentara AS di Irak. Peristiwa tersebut nyaris tidak terkesan sebagai peristiwa kekerasan, namun kelucuan. Tentara AS di Irak terbahak-bahak melihat insiden tersebut. Banyak hal-hal menarik dan lucu di bagian ini tentunya saya tak akan mengungkapkannya dalam tulisan ini agar pembaca merasakan sendiri sensasi kelucuan dan keterkejutan membaca fakta-fakta yang ada akibat insiden ini.

    Di Bagian ketiga memuat profil singkat pelempar sepatu, Munthadar dan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan sosoknya sesuai aksi pelemparan seperti penyiksaan yang dialaminya dan dukungan serta simpati mulai dari sesama wartawan, hingga ibu-ibu yang bersedia menikahi anak gadisnya dengan al Zaidi. Al Zaidi memang telah menjadi hero dan simbol perlawawan terhadap Amerika dan sekutu-sekutunya. Bahkan setelah peristiwa tersebut para infitadah di jalur Gaza tak lagi melempari tentara Israel dengan batu melainkan dengan sepatu!

    Pada intinya buku kecil yang juga dilengkapi dengan foto-foto ini memuat secara kronologis latar belakang, sebelum, saat, dan berbagai reaksi setelah insiden pelemparan sepatu terjadi. Tak ada analisis komprehensif atau abstraksi intelektual tingkat tinggi dalam buku ini karena memang bukan untuk tujuan itu buku ini dibuat. Buku ini hanya merangkum berbagai berita dan kisah insiden ini yang tersebar di berbagai media baik cetak maupun cyber sehingga buku ini sangat renyah, enak dibaca, dan dapat tuntas hanya dalam sekali duduk.

    Namun bukan berarti buku ini sekedar 'buku kacangan'. Tampaknya ini buku pertama di Indonesia (bahkan mungkin di dunia?) yang memaparkan insiden pelemparan sepatu pada Bush. Selain itu ada banyak hal positif yang mungkin bisa diperoleh dalam buku ini. Selain kita bisa memperoleh seluruh rangkaian peristiwa ini secara utuh dalam sebuah buku, melalui buku kini kita juga akan melihat sebuah ekspresi penolakan yang kuat terhadap arogansi dan hegemoni suatu pemerintahan yang secara sadar ingin menguasai bangsa lain dengan dalih perdamaian dan keamanan dunia.

     HERNADI TANZIL
  • BOOK BLOGGER & BOOK REVIEWER
  • PENGELOLA SITUS HTTP://BUKUYGKUBACA.BLOGSPOT.COM


    www.dinamikaebooks.com

    [resensi buku] Menyelami Dasa-Dasar Kemanusiaan

    Sumber: Padang Ekspres (Minggu, 04 Januari 2009)

    Maka terbuktilah semuanya. Bahwa hidup seseorang selalu berdekatan dengan kesepian. Dan itu sesungguhnya terjadi dalam diri siapa saja. Pun seorang presiden! Baharuddin Joesoef Habibie merasakan itu ketika suatu malam rantai sejarah itu melingkarinya, ia sangat kesepian. Pengakuan pria bertubuh kecil itu diungkapkan dalam Detik-Detik yang Menentukan Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (THC Mandiri, 2006).

    Sedangkan maha karya Roman Klasik yang Menggugah ini, David Herbert Lawrence (1885-1930) menyuguhkan tentang kesepian yang sangat dalam. Jauh di bawah ngarai yang sepi. Bahkan lebih. Siapapun tokoh di dalamnya, semuanya ingin mengungkapkan tentang kesepian itu. Seberapa dekatnya, seberapa pun intimnya kehidupan itu terjadi, kesepian tetaplah ada dalam sudut hati seseorang. Itulah sebuah dasar dari semua dasar di dalam jiwa manusia.

    Tetapi bagaimana semua itu tidak kelihatan di permukaan? Manusia sepertinya sangat bahagia dalam hidupnya. Tiada lain adalah penipuan. Penipuan terhadap diri sendiri dan tipuan terhadap lingkungannya. Begitulah Lawrence mengatakannya dengan jujur.

    Roman klasik ini mengalami revisi sebanyak tiga kali. Memiliki perjalanan yang rumit. Di Amerika sempat ditolak, tetapi cetakan bajakannya tetap beredar. Malahan Lawrence mencicipi royaltinya yang dikirim oleh pemilik sebuah toko buku. Dengan karya ini pula, Lawrence dipandang terlalu vulgar mengungkapkan hal purba dalam hidup manusia. Seks. Tetapi sebenarnya Lawrence ingin mengatakan sebuah kejujuran hakiki dalam hidup ini. Tidak ada tipuan dengan mengatasnamakan kekuasaan, daerah biru, dengan bingkai kehormatan. Jika itu terjadi, betapa keroposnya jiwa manusia itu.

    Lawrence seperti bersependapat dengan Sigmunt Freud. Hidup adalah seks. Jangan dustai itu. Jika ada yang melewatinya dengan seribu alasan seperti dikatakan Clifford maka hal itu adalah pelarian semata. Cliford mencoba untuk lari dari kenyataan. Hidup dalam angan-angan abadinya. Padahal, realitas dan harmoni itu memaksa untuk berjalan. Bahwa hidup manusia butuh seks! Namun apalah daya dirinya yang impoten dan lumpuh dengan segudang harta di Wragby? Tiada yang patut dibanggakan dan tak mesti dibanggakan, jika hal yang paling mendasar dalam hidup tidak mampu lagi dicapai.

    Demikianlah sang isteri tercinta, putri Chatterley\\\'s, Connie yang kesepian itu. Lari dan berlari. Jauh dan menjauh. Mencari dan mencari. Walau akhirnya ia dapatkan dari seorang tukang kebun, karyawan Clifford ia tetap bahagia. Merasakan benar-benar jadi perempuan! Perempuan yang sempurna. Maka pada waktu itulah, tidak ada lagi norma, kelas, yang hanya menjadi tipu daya bagi orang-orang yang tak mampu membahagiakan dirinya.

    Tetapi kebahagiaan selalu harus diperjuangkan. Harus ada yang dikorbankan. Connie mencampakkan kehormatan yang disandangnya di Wragby Hall. Sebuah istana yang angkuh. Ia menemukan di pondok kecil di tengah hutan. Di antara pohon oak dan bunga-bunga liar. Sementara, di Wragby Hall ia hanya mendapatkan kehormatan semu yang menjemu.

    Roman ini sudah sangat tua. Tetapi realitasnya selalu ada di depan mata kita. Betapa manusia selalu lari dari kenyataan. Menutupi fitrah itu dengan sempurna. Lalu fitrah itu seakan-akan tabu adanya.

    Ditulis dengan segudang narasi persoalan sosial, novel ini dianggap vulgar ketika ia bersentuhan dengan pencarian kenikmatan. Sangat vulgar. Tetapi demikianlah gaya Lawrence mengajak pembaca masuk dalam kehidupan Michealis dan Connie yang begitu jujur dan telanjang. Rasa Inggris yang romantis sangat kental, kritik sosialnya sangat tajam, begitu lihai Lawrence meletak posisi dan presisi.

    Buku ini patut dibaca oleh orang-orang ambisi terhadap segenap kehormatan dan kekuasaan semu. Agar tahu, hidup pada dasarnya adalah menunggu kematian. Mempertahankan hidup merupakan pekerjaan yang sudah ditetapkan. Meneruskan generasi adalah fitrah. Sedangkan seks adalah perihal utama dalam hidup ini.

    Sebuah buku yang sangat merusak gendang telinga kaum bangsawan. Anti kemapanan. Mempersoalkan keangkuhan. Karena memang, secara jujur dikatakan, cinta, seks, kepuasan batin adalah pencarian yang hakiki dari hidup ini.

    Bila ada pendapat, teks sastra berkualitas akan mampu hidup mandiri, salah satunya pembuktian itu adalah karya DH Lawrence ini. Ia memang lekat dan akrab dengan cara manusia untuk bertahan hidup. Bertahan hidup dengan segala cara. [abdullah khusair]


    www.dinamikaebooks.com

    [resensi buku] Menyelami Dasa-Dasar Kemanusiaan

    Sumber: Padang Ekspres (Minggu, 04 Januari 2009)

    Maka terbuktilah semuanya. Bahwa hidup seseorang selalu berdekatan dengan kesepian. Dan itu sesungguhnya terjadi dalam diri siapa saja. Pun seorang presiden! Baharuddin Joesoef Habibie merasakan itu ketika suatu malam rantai sejarah itu melingkarinya, ia sangat kesepian. Pengakuan pria bertubuh kecil itu diungkapkan dalam Detik-Detik yang Menentukan Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (THC Mandiri, 2006).

    Sedangkan maha karya Roman Klasik yang Menggugah ini, David Herbert Lawrence (1885-1930) menyuguhkan tentang kesepian yang sangat dalam. Jauh di bawah ngarai yang sepi. Bahkan lebih. Siapapun tokoh di dalamnya, semuanya ingin mengungkapkan tentang kesepian itu. Seberapa dekatnya, seberapa pun intimnya kehidupan itu terjadi, kesepian tetaplah ada dalam sudut hati seseorang. Itulah sebuah dasar dari semua dasar di dalam jiwa manusia.

    Tetapi bagaimana semua itu tidak kelihatan di permukaan? Manusia sepertinya sangat bahagia dalam hidupnya. Tiada lain adalah penipuan. Penipuan terhadap diri sendiri dan tipuan terhadap lingkungannya. Begitulah Lawrence mengatakannya dengan jujur.

    Roman klasik ini mengalami revisi sebanyak tiga kali. Memiliki perjalanan yang rumit. Di Amerika sempat ditolak, tetapi cetakan bajakannya tetap beredar. Malahan Lawrence mencicipi royaltinya yang dikirim oleh pemilik sebuah toko buku. Dengan karya ini pula, Lawrence dipandang terlalu vulgar mengungkapkan hal purba dalam hidup manusia. Seks. Tetapi sebenarnya Lawrence ingin mengatakan sebuah kejujuran hakiki dalam hidup ini. Tidak ada tipuan dengan mengatasnamakan kekuasaan, daerah biru, dengan bingkai kehormatan. Jika itu terjadi, betapa keroposnya jiwa manusia itu.

    Lawrence seperti bersependapat dengan Sigmunt Freud. Hidup adalah seks. Jangan dustai itu. Jika ada yang melewatinya dengan seribu alasan seperti dikatakan Clifford maka hal itu adalah pelarian semata. Cliford mencoba untuk lari dari kenyataan. Hidup dalam angan-angan abadinya. Padahal, realitas dan harmoni itu memaksa untuk berjalan. Bahwa hidup manusia butuh seks! Namun apalah daya dirinya yang impoten dan lumpuh dengan segudang harta di Wragby? Tiada yang patut dibanggakan dan tak mesti dibanggakan, jika hal yang paling mendasar dalam hidup tidak mampu lagi dicapai.

    Demikianlah sang isteri tercinta, putri Chatterley\\\'s, Connie yang kesepian itu. Lari dan berlari. Jauh dan menjauh. Mencari dan mencari. Walau akhirnya ia dapatkan dari seorang tukang kebun, karyawan Clifford ia tetap bahagia. Merasakan benar-benar jadi perempuan! Perempuan yang sempurna. Maka pada waktu itulah, tidak ada lagi norma, kelas, yang hanya menjadi tipu daya bagi orang-orang yang tak mampu membahagiakan dirinya.

    Tetapi kebahagiaan selalu harus diperjuangkan. Harus ada yang dikorbankan. Connie mencampakkan kehormatan yang disandangnya di Wragby Hall. Sebuah istana yang angkuh. Ia menemukan di pondok kecil di tengah hutan. Di antara pohon oak dan bunga-bunga liar. Sementara, di Wragby Hall ia hanya mendapatkan kehormatan semu yang menjemu.

    Roman ini sudah sangat tua. Tetapi realitasnya selalu ada di depan mata kita. Betapa manusia selalu lari dari kenyataan. Menutupi fitrah itu dengan sempurna. Lalu fitrah itu seakan-akan tabu adanya.

    Ditulis dengan segudang narasi persoalan sosial, novel ini dianggap vulgar ketika ia bersentuhan dengan pencarian kenikmatan. Sangat vulgar. Tetapi demikianlah gaya Lawrence mengajak pembaca masuk dalam kehidupan Michealis dan Connie yang begitu jujur dan telanjang. Rasa Inggris yang romantis sangat kental, kritik sosialnya sangat tajam, begitu lihai Lawrence meletak posisi dan presisi.

    Buku ini patut dibaca oleh orang-orang ambisi terhadap segenap kehormatan dan kekuasaan semu. Agar tahu, hidup pada dasarnya adalah menunggu kematian. Mempertahankan hidup merupakan pekerjaan yang sudah ditetapkan. Meneruskan generasi adalah fitrah. Sedangkan seks adalah perihal utama dalam hidup ini.

    Sebuah buku yang sangat merusak gendang telinga kaum bangsawan. Anti kemapanan. Mempersoalkan keangkuhan. Karena memang, secara jujur dikatakan, cinta, seks, kepuasan batin adalah pencarian yang hakiki dari hidup ini.

    Bila ada pendapat, teks sastra berkualitas akan mampu hidup mandiri, salah satunya pembuktian itu adalah karya DH Lawrence ini. Ia memang lekat dan akrab dengan cara manusia untuk bertahan hidup. Bertahan hidup dengan segala cara. [abdullah khusair]


    www.dinamikaebooks.com

    [resensi buku] Jenghis Khan, Menziarahi yang Dipilih Langit Abadi

    Sumber: Ruang Baca Koran Tempo (Edisi 57, Januari 2009)

    MONGOLIA adalah hamparan padang rumput sejauh mata memandang. Tersuruk di jantung Asia, berbatasan dengan Rusia di Utara dan Republik Rakyat Cina di Selatan, wilayah ini bukanlah kawasan yang ramah dihuni. Dikepung pengunungan di Barat dan Utara serta Gurun Gobi di Selatan, mayoritas penduduknya menjalani kehidupan pengembara sebagai pengembala dan pemburu. Alam yang keras menempa orang-orang Mongol. Siksaan lalat yang menyerbu di musim panas, atau gigil menembus sumsum di musim dingin, hanya ujian kecil bagi ketangguhan mereka. Di banyak kisah, orang Mongol dilukiskan sangat mahir menunggang kuda dan melesatkan anak panah dari busur berujung lengkung paduan tanduk, kayu, dan otot hewan.

    Dari hamparan padang rumput yang kini dikenal sebagai Avraga (di kaki pengunungan Khenti, dialiri dua sungai, Onon dan Kherlen) di Mongolia Tengah, di bawah pimpinan Temujin yang kelak dikenal dengan nama Jenghis Khan--atau Genghis Khan--lebih delapan abad silam para prajurit Mongol menyerbu wilayah sekitar. Menancapkan kekuasan, mendirikan kerajaan daratan terbesar yang pernah dikenal peradaban, yang di abad ke-21 ini meliputi negara-negara di Asia Tengah, Cina, Tibet, Rusia, Iran, Afganistan, Turki, Syiria, Ukraina, Hungaria, hingga Polandia.

    Apakah rahasianya karena busur yang di zamannya tergolong temuan jenius dipadu kepiawaian menunggang kuda? Ketangguhan hasil tempaan budaya padang rumput? Ataukah bangsa Mongol, lewat Temujin, memang ditakdirkan oleh kekuasaan Langit Abadi menjadi penguasa dunia? Berbekal manuskrip Sejarah Rahasia Bangsa Mongol (The Secret History of the Mongols) yang diperkirakan ditulis pada 1228 oleh Shigi, di musim panas 2002 sejarawan dan travel writer Inggris, John Man, menjejak ibu kota Mongolia, Ulan Bator, lalu ke Avraga mengawali napak-tilas jejak Jenghis Khan dan sejarah penalukkan yang dipatri bangsanya.

    Di kalangan yang meminati studi tentang Mongol dan Asia umumnya (terutama Cina), Man adalah sejarawan dan penulis yang dihormati. Buku-buku yang dia tulis, semisal Gobi: Tracking the Desert (Yale University Press, 2001) atau Gutenberg: How One Man Remade the World with Words (Wiley, 2002), dipuji karena penulisannya yang menjalinkan masa lalu lewat riset pustaka saksama dengan kenyataan in situ hari ini di mana peristiwa sejarahnya terjadi. Boleh dibilang, di tangan Man fakta sejarah tetap dingin dan rigid, tapi peristiwa yang mengiringinya menjadi hidup dan berwarna.

    Jenghis Khan: Legenda Sang penakluk dari Mongolia ditulis dengan pendekatan yang kurang lebih sama. Man memang menjadikan Sejarah Rahasia Bangsa Mongol sebagai rujukan utama, namun dengan ditopang sejumlah literatur kredibel, termasuk riset terakhir pemetaan DNA yang tersebar di seluruh Eurasia. Dan yang terpenting: napak-tilasnya menelusuri jejak Temujin dari bayi yang lahir dengan segumpal darah di tangan, menjadi Jenghis Khan, hingga kematian dan makamnya yang tetap jadi misteri.

    Man membawa kita memasuki dunia Mongol dan padang rumputnya, tempat Temujin dilahirkan sekitar 1206 dari pasangan Yesugai dan Hoelun, dengan menggambarkan langit biru tenang yang sesekali dipecah oleh nyanyian burung skylark, sekumpulan ger (tenda khas Mongol), kuda-kuda, dan hewan gembalaan. Yang makanan terlezat adalah Kaserol Marmut dipadu vodka.

    Kehilangan ayah yang tewas diracun di usia delapan tahun, Temujin bersama lima saudaranya hanya diasuh sang Ibu dalam tekanan kemiskinan dan kelaparan. Begitu miskinnya, bahkan hanya karena memperebutkan burung lark dan ikan kecil tangkapannya, diusia 11 tahun Temujin tega membunuh saudara seayahnya, Begter.

    Di usia 12 tahun dia nyaris tewas saat melarikan diri dari penahanan suku lawan. Keberuntungan yang sama berulang saat berusia 20 tahun sukunya diserang salah satu suku terkuat, Merkit. Kendati Temujin berhasil meloloskan diri, istrinya, Borte, ditangkap dan ditawan.

    Peristiwa itu menjadi titik balik lahirnya Jenghis Khan, yang dalam pelariannya mendaki puncak Burkhan Kaldun, mengakui, "Aku adalah seekor kutu.... Tapi aku dilindungi." Sang "Kutu" inilah yang lalu mengumpulkan pengikut dan menyerang balik Suku Merkit, memorak-porandakan mereka, membebaskan Borte, dan mengukuhkan posisinya sebagai pemimpin klan kedua terkuat di Mongolia di usia 30 tahun.

    Setelah itu Temujin bagai tak terhentikan. Bersama para sekutu dia menaklukkan dan menyatukan klan-klan lain lewat pertempuran yang sekali lagi hampir membuatnya terbunuh. Penyatuan inilah yang kemudian manahbiskan dia sebagai pemimpin tertinggi bangsa Mongol dengan gelar Jenghis Khan.

    Sukses menyatukan seluruh suku di Mongolia, Jenghis Khan memalingkan sasaran ke Kerajaan Xi Xia, yang terletak di sisi lain Gurun Gobi. Sejaran mencatat, kutip Man, penaklukkan Xi Xia adalah etnosida sangat sukses karena nyaris berhasil menghilangkan jejak apa pun yang berkaitan dengan kerajaan ini, termasuk bahasanya.

    Usai memapas Xi Xia, Jenghis Khan melabrak Kerajaan Jin yang berpusat di Beijing. Bergerak cepat dengan kuda-kuda kecil tapi gesit, bersenjata panah busur lengkung, pasukan Mongol mendesak penguasa Jin melarikan diri, meninggalkan kota-kota yang porak-poranda dan tumpukan mayat menggunung.

    Dari Beijing, Jenghis Khan menoleh ke dunia muslim yang ketika itu berpusat di Baghad, ke kerajaan yang dikenal dengan nama Khwarezm (saat ini meliputi sebagian besar wilayah perbatasan antara Uzbekistan dan Turkmenistan serta sebagian Iran dan Afganistan). Tak terhentikan, terutama karena kebodohan dan kepongahan penguasa, tentara Mongol menginvasi kota-kota utama pusat peradaban Islam: Samarkand, Bukhara, Urgench, Khojend, Merv, Nishapur, dan Gurganj.

    Di Merv pasukan Mongol bukan hanya membumi-hanguskan kota ini, tetapi juga membantai tak kurang dari 1,3 juta penduduknya. Jumlah yang kurang lebih sama juga menimpa Urgench. Begitu besarnya jumlah manusia yang tewas, dengan motivasi bukan karena ras atau agama, melainkan bersifat lokal dan strategis, Man mendifinisikan pembantaian jutaan pemeluk Islam itu bukan genosida, melainkan urbisida.

    Setelah menaklukkan Khwarezm, Jenghis Khan berpaling ke Eropa, menginvasi kota-kota utama di Rusia, Polandia, dan Hungaria, mendominasi wilayah yang membentang dari Samudera Pasifik hingga Laut Kaspia. Hanya kematiannyalah (diperkirakan terjadi pada 1227) yang sejenak menghentikan operasi penalukkan Mongol -- kemudian dilanjutkan pewarisnya, Ogedei, kemudian cucunya, Kublai (Khubilai) Khan, yang nantinya menjadi pendiri salah satu dinasti terbesar Cina, Dinasti Yuan.

    Kematian dan juga tempat Jenghis Khan dikuburkan diakui Man tetap merupakan teka-teki tak terpecahkan. Konon dia tewas oleh sebab luka tikam dari perempuan yang dipersembahkan untuknya. Versi lain menyebut Jenghis Khan pralaya karena diare akut.

    Penyebab kematian Jenghis Khan tak beda dengan kesimpang-siuran letak makamnya. Salah satu versi menyebutkan, kemungkinan dia dikubur di Ordos, di sebelah selatan lengkungan besar Sungai Kuning, di mana saat ini berdiri Mausoleum Jenghis Khan. Spekulasi lain adalah di Burkhan Khaldun.

    Misteri di balik kematian dan makamnya justru memperkokoh kepercayaan orang Mongol, terutama para penganut "Sekte Jenghis Khan", yang kini memujanya sebagai Nabi atau Manusia Setengah Dewa. Mengutip teolog Sekte Jenghis Khan, Sharaldai, Man menulis: "Jenghis Khan adalah ruh bagi kita semua. Kita diciptakan oleh Langit Abadi. Jika kita mengikuti jalannya, kita semua akan menjadi abadi."

    Man, tak pelak, memang mengajak kita bertamasya memahami Mongolia, budaya, spiritualismenya, dan akhirnya menemukan jawaban mengapa "sang Kutu" Temujin akhirnya bermetamorfosis menjadi Nabi Langit Abadi. Mengapa Jenghis Khan menjadi sejarah, legenda, mitos, hingga dongeng bukan hanya bagi bangsa Mongol. Mengapa dia jadi sosok paradoksal: antara kejam, disiplin, cerdas, ahli strategis, sederhana, bersahaya, dan visioner. Dan mengapa Rusia dan Cina yang bergantian menguasai Mongolia modern tak kuasa mengurangi pengaruh Jenghis Khan, berabad setelah kematiannya.

    Dari kualitas riset, buku ini belum sebanding dengan 1421: Saat China Menemukan Dunia (Alvabet, 2007) yang ditulis Gavin Menzies. Namun keunggulan Man adalah pada pilihan gaya penulisan yang membuat buku ini sama indahnya dengan sejarah Nabi Muhammad yang ditulis Martin Lings, Muhammad (Serambi, Cetakan V, 2008) atau riwayat penderita skizofrenia penerima Nobel Ekonomi 1994, John Forbes Nash, Jr., karya Sylvia Nasar, A Beautiful Mind (Gramedia Pustaka Utama, 2005).

    Keunggulan lain Man adalah dia masih terus mengekplorasi Jenghis Khan dan para penerusnya. Yang terakhir--semoga tak lama lagi beredar dalam edisi Indonesia--tentang sang cucu pendiri Dinasti Yuan, Kublai Khan, yang diterbitkan Bantam Press pada 2007.

    * Katamsi Ginano, praktisi komunikasi dan business development, juga pecinta buku.


    www.dinamikaebooks.com

    [resensi buku] Jenghis Khan, Menziarahi yang Dipilih Langit Abadi

    Sumber: Ruang Baca Koran Tempo (Edisi 57, Januari 2009)

    MONGOLIA adalah hamparan padang rumput sejauh mata memandang. Tersuruk di jantung Asia, berbatasan dengan Rusia di Utara dan Republik Rakyat Cina di Selatan, wilayah ini bukanlah kawasan yang ramah dihuni. Dikepung pengunungan di Barat dan Utara serta Gurun Gobi di Selatan, mayoritas penduduknya menjalani kehidupan pengembara sebagai pengembala dan pemburu. Alam yang keras menempa orang-orang Mongol. Siksaan lalat yang menyerbu di musim panas, atau gigil menembus sumsum di musim dingin, hanya ujian kecil bagi ketangguhan mereka. Di banyak kisah, orang Mongol dilukiskan sangat mahir menunggang kuda dan melesatkan anak panah dari busur berujung lengkung paduan tanduk, kayu, dan otot hewan.

    Dari hamparan padang rumput yang kini dikenal sebagai Avraga (di kaki pengunungan Khenti, dialiri dua sungai, Onon dan Kherlen) di Mongolia Tengah, di bawah pimpinan Temujin yang kelak dikenal dengan nama Jenghis Khan--atau Genghis Khan--lebih delapan abad silam para prajurit Mongol menyerbu wilayah sekitar. Menancapkan kekuasan, mendirikan kerajaan daratan terbesar yang pernah dikenal peradaban, yang di abad ke-21 ini meliputi negara-negara di Asia Tengah, Cina, Tibet, Rusia, Iran, Afganistan, Turki, Syiria, Ukraina, Hungaria, hingga Polandia.

    Apakah rahasianya karena busur yang di zamannya tergolong temuan jenius dipadu kepiawaian menunggang kuda? Ketangguhan hasil tempaan budaya padang rumput? Ataukah bangsa Mongol, lewat Temujin, memang ditakdirkan oleh kekuasaan Langit Abadi menjadi penguasa dunia? Berbekal manuskrip Sejarah Rahasia Bangsa Mongol (The Secret History of the Mongols) yang diperkirakan ditulis pada 1228 oleh Shigi, di musim panas 2002 sejarawan dan travel writer Inggris, John Man, menjejak ibu kota Mongolia, Ulan Bator, lalu ke Avraga mengawali napak-tilas jejak Jenghis Khan dan sejarah penalukkan yang dipatri bangsanya.

    Di kalangan yang meminati studi tentang Mongol dan Asia umumnya (terutama Cina), Man adalah sejarawan dan penulis yang dihormati. Buku-buku yang dia tulis, semisal Gobi: Tracking the Desert (Yale University Press, 2001) atau Gutenberg: How One Man Remade the World with Words (Wiley, 2002), dipuji karena penulisannya yang menjalinkan masa lalu lewat riset pustaka saksama dengan kenyataan in situ hari ini di mana peristiwa sejarahnya terjadi. Boleh dibilang, di tangan Man fakta sejarah tetap dingin dan rigid, tapi peristiwa yang mengiringinya menjadi hidup dan berwarna.

    Jenghis Khan: Legenda Sang penakluk dari Mongolia ditulis dengan pendekatan yang kurang lebih sama. Man memang menjadikan Sejarah Rahasia Bangsa Mongol sebagai rujukan utama, namun dengan ditopang sejumlah literatur kredibel, termasuk riset terakhir pemetaan DNA yang tersebar di seluruh Eurasia. Dan yang terpenting: napak-tilasnya menelusuri jejak Temujin dari bayi yang lahir dengan segumpal darah di tangan, menjadi Jenghis Khan, hingga kematian dan makamnya yang tetap jadi misteri.

    Man membawa kita memasuki dunia Mongol dan padang rumputnya, tempat Temujin dilahirkan sekitar 1206 dari pasangan Yesugai dan Hoelun, dengan menggambarkan langit biru tenang yang sesekali dipecah oleh nyanyian burung skylark, sekumpulan ger (tenda khas Mongol), kuda-kuda, dan hewan gembalaan. Yang makanan terlezat adalah Kaserol Marmut dipadu vodka.

    Kehilangan ayah yang tewas diracun di usia delapan tahun, Temujin bersama lima saudaranya hanya diasuh sang Ibu dalam tekanan kemiskinan dan kelaparan. Begitu miskinnya, bahkan hanya karena memperebutkan burung lark dan ikan kecil tangkapannya, diusia 11 tahun Temujin tega membunuh saudara seayahnya, Begter.

    Di usia 12 tahun dia nyaris tewas saat melarikan diri dari penahanan suku lawan. Keberuntungan yang sama berulang saat berusia 20 tahun sukunya diserang salah satu suku terkuat, Merkit. Kendati Temujin berhasil meloloskan diri, istrinya, Borte, ditangkap dan ditawan.

    Peristiwa itu menjadi titik balik lahirnya Jenghis Khan, yang dalam pelariannya mendaki puncak Burkhan Kaldun, mengakui, "Aku adalah seekor kutu.... Tapi aku dilindungi." Sang "Kutu" inilah yang lalu mengumpulkan pengikut dan menyerang balik Suku Merkit, memorak-porandakan mereka, membebaskan Borte, dan mengukuhkan posisinya sebagai pemimpin klan kedua terkuat di Mongolia di usia 30 tahun.

    Setelah itu Temujin bagai tak terhentikan. Bersama para sekutu dia menaklukkan dan menyatukan klan-klan lain lewat pertempuran yang sekali lagi hampir membuatnya terbunuh. Penyatuan inilah yang kemudian manahbiskan dia sebagai pemimpin tertinggi bangsa Mongol dengan gelar Jenghis Khan.

    Sukses menyatukan seluruh suku di Mongolia, Jenghis Khan memalingkan sasaran ke Kerajaan Xi Xia, yang terletak di sisi lain Gurun Gobi. Sejaran mencatat, kutip Man, penaklukkan Xi Xia adalah etnosida sangat sukses karena nyaris berhasil menghilangkan jejak apa pun yang berkaitan dengan kerajaan ini, termasuk bahasanya.

    Usai memapas Xi Xia, Jenghis Khan melabrak Kerajaan Jin yang berpusat di Beijing. Bergerak cepat dengan kuda-kuda kecil tapi gesit, bersenjata panah busur lengkung, pasukan Mongol mendesak penguasa Jin melarikan diri, meninggalkan kota-kota yang porak-poranda dan tumpukan mayat menggunung.

    Dari Beijing, Jenghis Khan menoleh ke dunia muslim yang ketika itu berpusat di Baghad, ke kerajaan yang dikenal dengan nama Khwarezm (saat ini meliputi sebagian besar wilayah perbatasan antara Uzbekistan dan Turkmenistan serta sebagian Iran dan Afganistan). Tak terhentikan, terutama karena kebodohan dan kepongahan penguasa, tentara Mongol menginvasi kota-kota utama pusat peradaban Islam: Samarkand, Bukhara, Urgench, Khojend, Merv, Nishapur, dan Gurganj.

    Di Merv pasukan Mongol bukan hanya membumi-hanguskan kota ini, tetapi juga membantai tak kurang dari 1,3 juta penduduknya. Jumlah yang kurang lebih sama juga menimpa Urgench. Begitu besarnya jumlah manusia yang tewas, dengan motivasi bukan karena ras atau agama, melainkan bersifat lokal dan strategis, Man mendifinisikan pembantaian jutaan pemeluk Islam itu bukan genosida, melainkan urbisida.

    Setelah menaklukkan Khwarezm, Jenghis Khan berpaling ke Eropa, menginvasi kota-kota utama di Rusia, Polandia, dan Hungaria, mendominasi wilayah yang membentang dari Samudera Pasifik hingga Laut Kaspia. Hanya kematiannyalah (diperkirakan terjadi pada 1227) yang sejenak menghentikan operasi penalukkan Mongol -- kemudian dilanjutkan pewarisnya, Ogedei, kemudian cucunya, Kublai (Khubilai) Khan, yang nantinya menjadi pendiri salah satu dinasti terbesar Cina, Dinasti Yuan.

    Kematian dan juga tempat Jenghis Khan dikuburkan diakui Man tetap merupakan teka-teki tak terpecahkan. Konon dia tewas oleh sebab luka tikam dari perempuan yang dipersembahkan untuknya. Versi lain menyebut Jenghis Khan pralaya karena diare akut.

    Penyebab kematian Jenghis Khan tak beda dengan kesimpang-siuran letak makamnya. Salah satu versi menyebutkan, kemungkinan dia dikubur di Ordos, di sebelah selatan lengkungan besar Sungai Kuning, di mana saat ini berdiri Mausoleum Jenghis Khan. Spekulasi lain adalah di Burkhan Khaldun.

    Misteri di balik kematian dan makamnya justru memperkokoh kepercayaan orang Mongol, terutama para penganut "Sekte Jenghis Khan", yang kini memujanya sebagai Nabi atau Manusia Setengah Dewa. Mengutip teolog Sekte Jenghis Khan, Sharaldai, Man menulis: "Jenghis Khan adalah ruh bagi kita semua. Kita diciptakan oleh Langit Abadi. Jika kita mengikuti jalannya, kita semua akan menjadi abadi."

    Man, tak pelak, memang mengajak kita bertamasya memahami Mongolia, budaya, spiritualismenya, dan akhirnya menemukan jawaban mengapa "sang Kutu" Temujin akhirnya bermetamorfosis menjadi Nabi Langit Abadi. Mengapa Jenghis Khan menjadi sejarah, legenda, mitos, hingga dongeng bukan hanya bagi bangsa Mongol. Mengapa dia jadi sosok paradoksal: antara kejam, disiplin, cerdas, ahli strategis, sederhana, bersahaya, dan visioner. Dan mengapa Rusia dan Cina yang bergantian menguasai Mongolia modern tak kuasa mengurangi pengaruh Jenghis Khan, berabad setelah kematiannya.

    Dari kualitas riset, buku ini belum sebanding dengan 1421: Saat China Menemukan Dunia (Alvabet, 2007) yang ditulis Gavin Menzies. Namun keunggulan Man adalah pada pilihan gaya penulisan yang membuat buku ini sama indahnya dengan sejarah Nabi Muhammad yang ditulis Martin Lings, Muhammad (Serambi, Cetakan V, 2008) atau riwayat penderita skizofrenia penerima Nobel Ekonomi 1994, John Forbes Nash, Jr., karya Sylvia Nasar, A Beautiful Mind (Gramedia Pustaka Utama, 2005).

    Keunggulan lain Man adalah dia masih terus mengekplorasi Jenghis Khan dan para penerusnya. Yang terakhir--semoga tak lama lagi beredar dalam edisi Indonesia--tentang sang cucu pendiri Dinasti Yuan, Kublai Khan, yang diterbitkan Bantam Press pada 2007.

    * Katamsi Ginano, praktisi komunikasi dan business development, juga pecinta buku.


    www.dinamikaebooks.com

    Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam Al-Quran

    by: Agus Haryo Sudarmojo
    Al-Quran is always one step ahead of science. Hal ini dapat diartikan bahwa Al-Quran selalu selangkah di depan penemuan-penemuan sains modern masa kini. Setiap kali ada penemuan-penemuan hebat pada setiap abad, ternyata Al-Quran sudah menjelaskannya terlebih dahulu.

    Al-Quran banyak berisi ayat-ayat mutasyabihat yang menjelaskan mengenai sains. Ada yang tesirat secara jelas maupun tersamar di dalamnya. Oleh karena itu, pemahaman makna yang terkandung dalam ayat-ayat mutasyabihat, tidak dapat dijadikan dasar hukum, tetapi dapat diletakkan sebagai sumber inspirasi ilmiah.

    Dalam buku ini, penulis menggunakan gaya bahasa sains populer yang merupakan hasil sebuah penelusuran dan pemahaman dari banyak bukti ilmiah yang terhampar di depan kita.


    www.dinamikaebooks.com

    Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam Al-Quran

    by: Agus Haryo Sudarmojo
    Al-Quran is always one step ahead of science. Hal ini dapat diartikan bahwa Al-Quran selalu selangkah di depan penemuan-penemuan sains modern masa kini. Setiap kali ada penemuan-penemuan hebat pada setiap abad, ternyata Al-Quran sudah menjelaskannya terlebih dahulu.

    Al-Quran banyak berisi ayat-ayat mutasyabihat yang menjelaskan mengenai sains. Ada yang tesirat secara jelas maupun tersamar di dalamnya. Oleh karena itu, pemahaman makna yang terkandung dalam ayat-ayat mutasyabihat, tidak dapat dijadikan dasar hukum, tetapi dapat diletakkan sebagai sumber inspirasi ilmiah.

    Dalam buku ini, penulis menggunakan gaya bahasa sains populer yang merupakan hasil sebuah penelusuran dan pemahaman dari banyak bukti ilmiah yang terhampar di depan kita.


    www.dinamikaebooks.com

    The Dragon Scroll

    by: I.J. Parker
    Sugawara Akitada, seorang bangsawan miskin dari Klan Sugawara yang terkenal, mendapat tugas resmi untuk menyelidiki hilangnya pengiriman pajak dari propinsi Kazusa.

    Di dunia politik yang kelam, di mana kebenaran selalu disalahkan, menjadikan penyelidikan ini bertambah berat. Namun, Akitada bersama Seimei dan Tora berjuang untuk menuntaskan kasus ini dan berusaha untuk menguak apa yang sesungguhnya sedang terjadi di Kazusa, propinsi yang penuh dengan intrik politik dan kasus pembunuhan berantai.

    The Dragon Scroll akan memperkenalkan Anda pada seorang samurai detektif baru dan sebuah kisah misteri yang berlatar belakang keeksotisan Jepang di abad ke sebelas.


    www.dinamikaebooks.com

    The Dragon Scroll

    by: I.J. Parker
    Sugawara Akitada, seorang bangsawan miskin dari Klan Sugawara yang terkenal, mendapat tugas resmi untuk menyelidiki hilangnya pengiriman pajak dari propinsi Kazusa.

    Di dunia politik yang kelam, di mana kebenaran selalu disalahkan, menjadikan penyelidikan ini bertambah berat. Namun, Akitada bersama Seimei dan Tora berjuang untuk menuntaskan kasus ini dan berusaha untuk menguak apa yang sesungguhnya sedang terjadi di Kazusa, propinsi yang penuh dengan intrik politik dan kasus pembunuhan berantai.

    The Dragon Scroll akan memperkenalkan Anda pada seorang samurai detektif baru dan sebuah kisah misteri yang berlatar belakang keeksotisan Jepang di abad ke sebelas.


    www.dinamikaebooks.com

    Rabu, 28 Januari 2009

    [resensi buku] Saat Realitas Benturan Budaya Dibungkus Jenaka

    Media Indonesia, 27 Desember 2008

    Seandainya boleh memilih, pastinya kita akan menghindari konflik. Lalu bagaimana bila di tengah konflik terdapat satu kata lain, yakni cinta? Bingung? Itulah sekilas gambaran novel kedua Ben Sohib. Dinamika konflik yang kompleks akibat benturan latar belakang agama dan budaya menjadi bahasan menarik. Novel ini merupakan kelanjutan dari novel sebelumnya yang berjudul The Da Peci Code. Bestseller yang menjungkalkan tradisi memakai peci putih.

    Konflik bermula ketika Rosid dan Delia yang berbeda keyakinan memutuskan untuk menikah. Kentalnya tradisi serta kepercayaan keluarga Rosid yang keturunan Arab-Betawi berbentur dengan latar belakang Delia yang notabene Katolik. Alhasil, percintaan dengan latar belakang Betawi Condet ini mendapat penolakan ayah Rosid, Mansur al-Gibran yang muslim tulen.

    \"Kegelisahan Mansur berujung dengan memburu ramuan ajaib untuk memisahkan hubungan percintaan Rosid dengan Delia. Saya namakan ramuan Bui Jabal Bui,\" kata pemain sinetron Happy Salma di sela peluncuran novel kedua Ben Sohib, Rosid dan Delia, di kawasan Menteng, Jakarta (19/12).

    Menurut Happy, novel kedua karya sosok kelahiran Condet ini mengandung realitas seni yang multiinterpretasi. Happy memuji keberanian pengarang dalam mendedahkan gagasan yang lebih besar tanpa harus mengekor novel bestseller lainnya.

    Di sisi lain Hikmat Kurniawan, pengamat Kebudayaan Betawi, menilai novel ini mampu mengisahkan khasanah sastra dunia, terutama Indonesia lewat sosok Rosid dan Delia. Pada kesempatan itu pula, Hikmat memuji keberanian Ben Sohib mengisahkan realitas sosial dan budaya yang dinilainya sebagai masalah yang gawat.

    Gawat karena masyarakat jarang membicarakan hal tersebut. Ben mampu menggambarkan realitas benturan, seperti benturan jodoh, agama, serta budaya dengan bahasa yang simpel. Apalagi novel ini dikemas dengan tata bahasa yang dilematis, menggelitik, jenaka, sekaligus menggoda. (*/M-l)


    www.dinamikaebooks.com

    [resensi buku] Saat Realitas Benturan Budaya Dibungkus Jenaka

    Media Indonesia, 27 Desember 2008

    Seandainya boleh memilih, pastinya kita akan menghindari konflik. Lalu bagaimana bila di tengah konflik terdapat satu kata lain, yakni cinta? Bingung? Itulah sekilas gambaran novel kedua Ben Sohib. Dinamika konflik yang kompleks akibat benturan latar belakang agama dan budaya menjadi bahasan menarik. Novel ini merupakan kelanjutan dari novel sebelumnya yang berjudul The Da Peci Code. Bestseller yang menjungkalkan tradisi memakai peci putih.

    Konflik bermula ketika Rosid dan Delia yang berbeda keyakinan memutuskan untuk menikah. Kentalnya tradisi serta kepercayaan keluarga Rosid yang keturunan Arab-Betawi berbentur dengan latar belakang Delia yang notabene Katolik. Alhasil, percintaan dengan latar belakang Betawi Condet ini mendapat penolakan ayah Rosid, Mansur al-Gibran yang muslim tulen.

    \"Kegelisahan Mansur berujung dengan memburu ramuan ajaib untuk memisahkan hubungan percintaan Rosid dengan Delia. Saya namakan ramuan Bui Jabal Bui,\" kata pemain sinetron Happy Salma di sela peluncuran novel kedua Ben Sohib, Rosid dan Delia, di kawasan Menteng, Jakarta (19/12).

    Menurut Happy, novel kedua karya sosok kelahiran Condet ini mengandung realitas seni yang multiinterpretasi. Happy memuji keberanian pengarang dalam mendedahkan gagasan yang lebih besar tanpa harus mengekor novel bestseller lainnya.

    Di sisi lain Hikmat Kurniawan, pengamat Kebudayaan Betawi, menilai novel ini mampu mengisahkan khasanah sastra dunia, terutama Indonesia lewat sosok Rosid dan Delia. Pada kesempatan itu pula, Hikmat memuji keberanian Ben Sohib mengisahkan realitas sosial dan budaya yang dinilainya sebagai masalah yang gawat.

    Gawat karena masyarakat jarang membicarakan hal tersebut. Ben mampu menggambarkan realitas benturan, seperti benturan jodoh, agama, serta budaya dengan bahasa yang simpel. Apalagi novel ini dikemas dengan tata bahasa yang dilematis, menggelitik, jenaka, sekaligus menggoda. (*/M-l)


    www.dinamikaebooks.com

    [resensi buku] Ibnu Saud Sang Penguasa Arab

    Republika, Januari 2009

    Ibnu Saud adalah salah satu tokoh terpenting dalam perkembangan masyarakat Arab hingga saat ini. Dia adalah raja Arab Saudi yang pertama kali. Di dalam kekuasaannya dia menyatukan suku-suku di Arab yang sebelumnya terpecah-pecah. Dimulai dari mengambil kembali kekuasaannya di Riyadh dari Kabilah Shammar yang dipim¬pin oleh Muhammad bin Rashid, dia mulai \\\' melebarkan sayapnya hingga ke Kota Suci Makkah.

    Di bawah kepemimpinannya\\\', dia melarang segala macam penjarahan bagi para peziarah Muslim yang hendak berhaji di Makkah. Sebelumnya aksi penjarahan oleh kabilah-kabilah tertentu dan dari kaum Baduwi marak terjadi sebagai salah satu cara hidup di gurun yang gersang.

    Terlahir di tahun 1880-dengan nama Abdul Aziz, dia merupakan salah satu keturunan Saud yang Agung, yang kemudian juga digu¬nakan sebagai namanya, Ibn Saud, Dia adalah seorang wahabi pertama yang mengenalkan benda-benda modern, seperti telepon, tepada bangsa Arab. Bahkan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dia membuka peluang pada perusahaan asing untuk mengambil minyak dari tanah kekuasaannya.

    Kisah heroik sang pemimpin bangsa Arab ini kemudian dituangkan dalam tulisan oleh HC Armstrong dalam bukunya Lord of Arabia Ibn Saud. Dalam edisi bahasa Indonesia, diberi judul Sang Penjegal, Kisah Ibn Saud Menguasai Arabia. Dalam penulisannya HC Armstrong mengakui bahwa dia mengalami kesulitan dalam pengumpulan data tentang kehidupan Ibn Saud.

    Untuk merangkum kehidupan Sang Raja yang tumbuh dalam peperangan itu, dia mengumpulkan bukti dari mulut ke mulut. Selain menggunakan buku karya St John Philiby, seorang Muslim Inggris yang sekarang melakukan bisnis di Arab sebagai penghubung dengan perusahaan Inggris dan Amerika, HC Armstrong juga memakai buku karya Amee.n Rihani, seorang Arab yang berkebangsaan Amerika

    Hasilnya, tidak sekadar mengungkap biografi Ibn Saud dari sudut pandang sejarah, namun HC Armstrong juga mengungkapnya dengan penceritaan yang hidup, seolah penguasa Arab itu hadir kembali dan berjuang bersama para pengikutnya. Latar belakang kehidupan masyarakat Arab dia tampilkan dengan jeli. Seperti tentang kaum Wahabi yang merupakan kumpulan orang saleh yang taat sekaligus keras.

    \"...Mereka adalah pria yang keras, dengan tubuh yang kurus dan pandangan yang tajam. Mereka memandang setiap kehidupan dengan tatapan fanatik yang tak\\\'mengenal kompromi. Mereka menolak kenyamanan bagi diri sendiri. Rumah-rumah mereka kosong dan amat bersahaja, masjid-masjid mereka tanpa menara, kubah, atau dekorasi lain. Mereka menampik semua hal yang menyenangkan: Anggrus, makanan yang lezat, tembakau, pakaian yang lembut. Mereka melarang nyanyian dan musik, bahkan mencela tertawa. Mereka menyingkirkan semua kesenangan hidup, agar pikiran mereka tidak teralihkan dari konsentrasi kepada Tuhan.:.,\" tulis HC Armstrong.

    Dalam kelompok Wahabi,\\\' para ulama mereka mengatur dengan ketat segala peraturan sesuai dengan syariat agama Islam. Ayah Ibn Saud, Abdur Rahman, merupakan imam kaum tersebut.

    Dalam penceritaan, sang penulis lebih menekankan pada bentuk perjuangan Raja Arab Saudi itu untuk mendapatkan kekuasaannya melalui peperangan. Dia menggambarkan bagaimana Ibn Saud tumbuh menjadi seorang pria Arab dengan sifat Baduwi yang kental. Bertahan hidup hanya dengan beberapa genggam kurma dan susu yang mengental, merampas harta benda, perkelahian yang brutal, menyerang dengan cepat, lalu kembali bersembunyi di balik debu gurun yang tebal merupakan peristiwa yang sangat menonjol dalam buku Ini. Sehingga detail-detail latar belakang kehidupan budaya Arab, seperti kehidupan para wahabi, suku-suku nomaden, dan perlakuan terhadap wanita yang diungkapkan oleh HC Amstrong, menjadi sebuah daya tarik tersendiri untuk terus tenggelam dalam perualangan Ibn Saud yang sarat dengan pertumpahan darah.


    www.dinamikaebooks.com

    [resensi buku] Ibnu Saud Sang Penguasa Arab

    Republika, Januari 2009

    Ibnu Saud adalah salah satu tokoh terpenting dalam perkembangan masyarakat Arab hingga saat ini. Dia adalah raja Arab Saudi yang pertama kali. Di dalam kekuasaannya dia menyatukan suku-suku di Arab yang sebelumnya terpecah-pecah. Dimulai dari mengambil kembali kekuasaannya di Riyadh dari Kabilah Shammar yang dipim¬pin oleh Muhammad bin Rashid, dia mulai \\\' melebarkan sayapnya hingga ke Kota Suci Makkah.

    Di bawah kepemimpinannya\\\', dia melarang segala macam penjarahan bagi para peziarah Muslim yang hendak berhaji di Makkah. Sebelumnya aksi penjarahan oleh kabilah-kabilah tertentu dan dari kaum Baduwi marak terjadi sebagai salah satu cara hidup di gurun yang gersang.

    Terlahir di tahun 1880-dengan nama Abdul Aziz, dia merupakan salah satu keturunan Saud yang Agung, yang kemudian juga digu¬nakan sebagai namanya, Ibn Saud, Dia adalah seorang wahabi pertama yang mengenalkan benda-benda modern, seperti telepon, tepada bangsa Arab. Bahkan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dia membuka peluang pada perusahaan asing untuk mengambil minyak dari tanah kekuasaannya.

    Kisah heroik sang pemimpin bangsa Arab ini kemudian dituangkan dalam tulisan oleh HC Armstrong dalam bukunya Lord of Arabia Ibn Saud. Dalam edisi bahasa Indonesia, diberi judul Sang Penjegal, Kisah Ibn Saud Menguasai Arabia. Dalam penulisannya HC Armstrong mengakui bahwa dia mengalami kesulitan dalam pengumpulan data tentang kehidupan Ibn Saud.

    Untuk merangkum kehidupan Sang Raja yang tumbuh dalam peperangan itu, dia mengumpulkan bukti dari mulut ke mulut. Selain menggunakan buku karya St John Philiby, seorang Muslim Inggris yang sekarang melakukan bisnis di Arab sebagai penghubung dengan perusahaan Inggris dan Amerika, HC Armstrong juga memakai buku karya Amee.n Rihani, seorang Arab yang berkebangsaan Amerika

    Hasilnya, tidak sekadar mengungkap biografi Ibn Saud dari sudut pandang sejarah, namun HC Armstrong juga mengungkapnya dengan penceritaan yang hidup, seolah penguasa Arab itu hadir kembali dan berjuang bersama para pengikutnya. Latar belakang kehidupan masyarakat Arab dia tampilkan dengan jeli. Seperti tentang kaum Wahabi yang merupakan kumpulan orang saleh yang taat sekaligus keras.

    \"...Mereka adalah pria yang keras, dengan tubuh yang kurus dan pandangan yang tajam. Mereka memandang setiap kehidupan dengan tatapan fanatik yang tak\\\'mengenal kompromi. Mereka menolak kenyamanan bagi diri sendiri. Rumah-rumah mereka kosong dan amat bersahaja, masjid-masjid mereka tanpa menara, kubah, atau dekorasi lain. Mereka menampik semua hal yang menyenangkan: Anggrus, makanan yang lezat, tembakau, pakaian yang lembut. Mereka melarang nyanyian dan musik, bahkan mencela tertawa. Mereka menyingkirkan semua kesenangan hidup, agar pikiran mereka tidak teralihkan dari konsentrasi kepada Tuhan.:.,\" tulis HC Armstrong.

    Dalam kelompok Wahabi,\\\' para ulama mereka mengatur dengan ketat segala peraturan sesuai dengan syariat agama Islam. Ayah Ibn Saud, Abdur Rahman, merupakan imam kaum tersebut.

    Dalam penceritaan, sang penulis lebih menekankan pada bentuk perjuangan Raja Arab Saudi itu untuk mendapatkan kekuasaannya melalui peperangan. Dia menggambarkan bagaimana Ibn Saud tumbuh menjadi seorang pria Arab dengan sifat Baduwi yang kental. Bertahan hidup hanya dengan beberapa genggam kurma dan susu yang mengental, merampas harta benda, perkelahian yang brutal, menyerang dengan cepat, lalu kembali bersembunyi di balik debu gurun yang tebal merupakan peristiwa yang sangat menonjol dalam buku Ini. Sehingga detail-detail latar belakang kehidupan budaya Arab, seperti kehidupan para wahabi, suku-suku nomaden, dan perlakuan terhadap wanita yang diungkapkan oleh HC Amstrong, menjadi sebuah daya tarik tersendiri untuk terus tenggelam dalam perualangan Ibn Saud yang sarat dengan pertumpahan darah.


    www.dinamikaebooks.com

    [resensi buku] Moralitas Dari Senayan

    ADIL No.39 | III | 20 November-17 Desember 2008

    Abu Semar adalah nama samaran seorang anggota parlemen negeri ini yang mengutarakan kisahnya dan kisah teman-temannya sesama wakil rakyat. Lahirlah buku Parlemen Undercover yang menceritakan kisah-kisah sontoloyo wakil rakyat. Buku ini lucu, menggelitik, namun terkadang menyebalkan. Lucu karena para wakil rakyat ternyata juga manusia. Ambil kisah \"toilet kafir\". Kiai Badruzzaman adalah anggota parlemen dari daerah terpencil yang terkaget-kaget masuk ke hotel mewah dan tak tahu cara menggunakan toilet.

    Menggelitik sebab berbagai kisah mereka yang memancing rasa ingin tahu atau membuat kita tersenyum. Seperti kisah \"karaoke karo kowe\" dimana sang wakil rakyat diajak untuk berkaraoke plus-plus. Anggota parlemen ini panas dingin karena tak terbiasa dan menolak halus. Juga cerita parlementarian yang membakar fotonya menghadiri tarian perut karena pers \"akan berpikir pekerjaan anggota parlemen hanya kelayapan di kafe-kafe untuk menonton tari perut\" (h.36)

    Menyebalkan karena para wakil rakyat terkesan lebih banyak membuang waktu untuk bersenang-senang tinimbang berdarma bakti untuk rakyat dan negeri. Mulai dari pengangkatan \"sekretaris selembar benang\" yang dipilih karena lekuk badan yang aduhai. Atau kisah wakil rakyat yang memiliki artis pemain sinetron sebagai \"anak asuh\". Demikian pula kisah pemerasan oleh asisten atau selingkuh para wakil rakyat. Pun cerita tentang bagaimana staf Departemen Luar Negeri mengeluh karena susah melayani para istri anggota parlemen yang sibuk berbelanja barang bermerek dan hanya \"menjadi beban para diplomat kita di luar negeri\" (h.69).

    Abu Semarjuga menggambarkan bagaimana masalah kebijakan publik hanya berujung pada masalah duit. Lihatlah kisah \"Nuklir No, Jalan-jalan Yes\". Negeri ini khawatir soal kelangkaan energi. Maka tenaga nuklir mulai dilirik untuk menyuplai listrik. Lalu diusulkanlah kunjungan bagi anggota dewan ke Korea Selatan dan Jepang sebagai dua negara yang sukses dengan program PLTN. Sejumlah nama parlementarian pun diusulkan untuk berangkat. Tiba-tiba, program kunjungan studi ke luar negeri itu menuai protes keras. Tuduhan berdatangan, dari tuduhan pelanggaran etik hingga keberangkatan yang dibiayai oleh para pembuat reaktor. Juga datang keberatan dari LSM dan organisasi non-pemerintah (ornop).

    Namun ternyata kehebohan masalah itu bukan disebabkan oleh kepedulian kepada rakyat atau bahaya reaktor nuklir. Melainkan semata karena kecemburuan beberapa anggota dewan yang tidak diajak berangkat studi ke Jepang dan Korea Selatan. Mereka lah yang menggerakkan protes yang lebih besar dari bahaya bencana nuklir itu. Duh, celaka.

    Parlemen Undercover mengungkapkan banyak sisi yang kerap disembunyikan dan sering ditabukan namun lantas disajikan dengan paparan setajam pisau silet. Kelakuan dan kejahatan para wakil rakyat dipampangkan lebar-lebar. Skandal demi skandal diulas dengan lugas, bernas, dan membuat kita menahan nafas. Wajar saja bila kemudian buku ini disajikan dengan nama samaran di negeri samaran, Abu Semar dari negeri Indosiasat.

    Menariknya, buku ini seakan menggabungkan Mati Ketawa Cara Rusia dan Jakarta Undercover. Andai dikelola lebih mendalam dan ditelusuri lebih seksama boleh jadi dan bukan tak mungkin buku ini nantinya dapat menguak lebih banyak hal dan menjadikannya sejajar dengan \"Ali President\\\'s Men\" yang menguak tabir persekongkolan politik dalam kasus Watergate dan menurunkan Presiden Nixon.

    Tetapi Parlemen Undercover sepertinya memang tak didesain untuk itu melainkan sekadar pemotretan realita yang ada di Senayan dalam konteks ringan dan bersahaja laksana obrolan santai di sore hari. Dalam hal ini Parlemen Undercover sangat sukses. Bahasa yang santai, ringan, dan renyah menjadi kekuatan buku ini. Alur yang disajikan pun tak kalah menarik. Kisah-kisah dibagi-bagi dari mulai yang paling ringan dan sensasional ke masalah-masalah persidangan. Satu demi satu kisah diutarakan dengan cara yang lancar disertai gambaran panoramis di awal plus sedikit kejutan di belakang. Belum lagi pengikutsertaan ilustrasi apik di sela-sela setiap kisah yang benar-benar membantu kita menikmati buku ini dengan santai tanpa kerut kening sembari menyeruput kopi dan sesekali tertawa terbahak-bahak atau pun menyimpul senyum.

    Namun Parlemen Undercover juga membawa pesan moral yang sangat berharga. Parlemen negeri Indosiasat sepertinya banyak dihuni oleh orang-orang yang tak kompeten, tak cakap, dan hanya sibuk saling menelikung, berbuat culas, berlomba bejat, beradu siasat. Di gedung mulia itu, para wakil rakyat Indosiasat seakan tak henti mengumbar syahwat: entah syahwat sanggama atau syahwat kuasa. Rakyat masuk konsideran akhir atau malah tak dipedulikan sama sekali. Para wakil rakyat dalam Parlemen Undercover gagal menjadi suara rakyat apalagi mewakili rakyat. Tak heran negeri ini terus tertinggal. ■ md


    www.dinamikaebooks.com