Kamis, 27 Mei 2010

Arumdalu

by: Junaedi Sutiyono
tiap-tiap sejarah besar diwarnai kejadian kecil yang kadang lebih menarik daripada peristiwa besar itu sendiri

Arumdalu adalah nama tambahan bagi Raden Ayu Danti. Arumdalu, nama Jawa untuk bunga sedap malam, menjadi nama yang melekatinya lantaran kesukaannya menyuntingkan bunga itu di rambutnya.

Pada awal meletusnya Perang Jawa, awal 1825, hampir semua orang Salatiga, terutama kaum lelakinya, mengenal Danti Arumdalu. Orang-orang selalu menghubungkannya dengan kehidupan malam. Selanjutnya Arumdalu dikasak-kusukkan sebagai pelacur kelas tinggi, simpanan seorang bangsawan kaya raya dari Ngayogyakarta Hadiningrat.

Dari sudut pandang pengawalnya, Ki Brontok, kisah tentang Arumdalu ini dituturkan. Dari keterlibatannya dengan pembunuhan jagal sapi Ki Abilawa, kisah ini mengalir. Dan alirannya harus sampai pada upaya pembebasan seorang panglima laskar Dipanegaran yang termashur, Kiai Maja, yang ditangkap dan kemudian disekap di Benteng Salatiga. Namun, misi itu menjadi begitu rumit dan diperumit lagi dengan persoalan yang menggejolak di dalam dada para pembebas, persoalan manusia yang tidak dapat memungkiri jeritan hati nuraninya.

Junaedi Setiyono menulis cerpen, puisi, dan novel. Novel pertamanya, Glonggong (Serambi, 2007) merupakan salah satu pemenang Sayembara Menulis Novel DKJ 2006 dan menjadi finalis Khatulistiwa Literary Award 2008. Kini dia mengajar dan tinggal di Purwerejo.


www.mediabuku.com

0 komentar: