TEMPO Interaktif, 16 Februari 2009
Jennifer lahir 25 tahun silam dengan down syndrome. Ramalan mengerikan dokter menyertainya, yakni ia diduga akan tuli, buta, dan terbelakang mental saat menginjak usia dua tahun. Tapi Jennifer justru menjadi salah satu lulusan terbaik di sekolah menengah atas dan tiga tahun yang lalu menjalani tahun pertamanya di Universitas Cambridge.
Dalam rentang waktu itu tak ada keajaiban atau teknologi kedokteran yang mendadak mengubah hidupnya. Yang ada hanya kesabaran dan kegigihan orang tuanya membacakan buku cerita selama bertahun-tahun, yang perlahan menjadikan Jennifer pembaca termahir di kelasnya dengan seabrek kosakata.
Kisah Jennifer ini hanyalah satu dari sekian banyak bukti yang disodorkan Jim Trelease: membacakan cerita kepada anak bisa mengantar anak pada masa depan yang cerah. Semuanya ditulis Jim pada buku berjudul asli The Read-Aloud Handbook ini. Kini buku setebal 275 halaman ini sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
Sebagai pendidik, pria bernama James Joseph Trelease ini sama sekali tak menggurui pembacanya. Ia hanya membeberkan pemikirannya yang dibalut pelbagai kisah nyata, fakta, dan hasil riset. Sebuah kompilasi argumentasi lengkap yang sanggup meyakinkan mereka yang belum merasa membaca adalah hal penting bagi anak.
Bagi Jim, masalah membaca ini jadi problem utama dunia pendidikan. Pelbagai penelitian di tingkat dunia menyatakan antusiasme membaca semakin rendah seiring dengan pertambahan usia anak. Hanya beberapa negara yang berhasil mempertahankan minat baca anak-anak tetap tinggi hingga jenjang perguruan tinggi. Amerika, dengan alokasi dana untuk program memotivasi anak membaca, ternyata bukan salah satu negara seperti itu.
Jim melihat mereka yang kini sukses punya satu kesamaan: punya minat baca tinggi yang terinspirasi dari orang tua yang membacakan kepada mereka cerita sejak kecil. Lewat bukunya ini, pria yang kini berusia 67 tahun itu mengajak orang tua mendekatkan anaknya pada buku dengan jalan membacakan cerita. Ia sendiri membacakan anaknya cerita, bahkan sejak si buah hati masih dalam kandungan.
Dalam buku ini ia menuliskan cara-cara membacakan cerita hingga mendetail. Jim juga menjelaskan reaksi anak yang biasanya muncul saat dibacakan cerita dan cara menyikapinya, termasuk ketika mereka menolak.
Buku ini pertama kali diterbitkan pada 1982 dan sudah berkali-kali direvisi sehingga memuat permasalahan terkini yang kerap ditemui orang tua. Misalnya, tentang sulitnya mengajak anak membaca di tengah godaan televisi, komik, video game, dan Internet.
Di mata Jim, tak ada yang salah dengan komik dan televisi. Yang tak tepat hanyalah cara penggunaannya. Ia menawarkan cara menyiasati agar kegemaran anak akan majalah, komik, dan Internet bisa membawa mereka mencintai buku. \"Ini buku bagus yang harus dibaca semua orang tua di Indonesia,\" kata Roosie Setiawan, Ketua Reading Bugs, sebuah komunitas yang mengkampanyekan membaca cerita untuk anak.
Roosie bercerita, saat membaca buku ini ia jadi mengerti alasan anak-anaknya begitu pandai membaca di usia awal sekolah, padahal ia tak pernah mengajari mereka. Rupanya, rutinitas membacakan cerita yang dijalaninya 23 tahun lalu itulah yang menjadi rahasianya.
Menurut Roosie, mayoritas orang tua belum menyempatkan diri membacakan cerita kepada anak. Lalu, yang sudah memulai biasanya putus asa akibat penolakan anak. \"Buku ini bisa memberikan kepada orang tua sebuah alasan untuk percaya bahwa membacakan cerita itu penting untuk anak dan solusi atas kesulitan yang mungkin muncul,\" katanya menjelaskan.
Karena itu, Reading Bugs mengompori penerbit Hikmah untuk menerjemahkan dan menerbitkan buku Read-Aloud Handbook ini. Komunitas inilah yang menyumbangkan daftar rekomendasi buku-buku anak yang dibacakan orang tua kepada anak.
Sebagai sebuah panduan, buku Jim ini memang mendekati kesempurnaan dan seharusnya menjadi cetak biru para penulis buku yang memandu pembaca menyikapi sebuah permasalahan. Ia tak sekadar memberikan strategi praktis seperti dijajakan buku how to, tapi secara sistematis memberikan landasan yang kuat mengapa suatu sikap harus diambil, menjabarkan langkah-langkah aplikasinya, serta menawarkan solusi jika langkah itu mentok.
OKTAMANDJAYA WIGUNA
Jennifer lahir 25 tahun silam dengan down syndrome. Ramalan mengerikan dokter menyertainya, yakni ia diduga akan tuli, buta, dan terbelakang mental saat menginjak usia dua tahun. Tapi Jennifer justru menjadi salah satu lulusan terbaik di sekolah menengah atas dan tiga tahun yang lalu menjalani tahun pertamanya di Universitas Cambridge.
Dalam rentang waktu itu tak ada keajaiban atau teknologi kedokteran yang mendadak mengubah hidupnya. Yang ada hanya kesabaran dan kegigihan orang tuanya membacakan buku cerita selama bertahun-tahun, yang perlahan menjadikan Jennifer pembaca termahir di kelasnya dengan seabrek kosakata.
Kisah Jennifer ini hanyalah satu dari sekian banyak bukti yang disodorkan Jim Trelease: membacakan cerita kepada anak bisa mengantar anak pada masa depan yang cerah. Semuanya ditulis Jim pada buku berjudul asli The Read-Aloud Handbook ini. Kini buku setebal 275 halaman ini sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
Sebagai pendidik, pria bernama James Joseph Trelease ini sama sekali tak menggurui pembacanya. Ia hanya membeberkan pemikirannya yang dibalut pelbagai kisah nyata, fakta, dan hasil riset. Sebuah kompilasi argumentasi lengkap yang sanggup meyakinkan mereka yang belum merasa membaca adalah hal penting bagi anak.
Bagi Jim, masalah membaca ini jadi problem utama dunia pendidikan. Pelbagai penelitian di tingkat dunia menyatakan antusiasme membaca semakin rendah seiring dengan pertambahan usia anak. Hanya beberapa negara yang berhasil mempertahankan minat baca anak-anak tetap tinggi hingga jenjang perguruan tinggi. Amerika, dengan alokasi dana untuk program memotivasi anak membaca, ternyata bukan salah satu negara seperti itu.
Jim melihat mereka yang kini sukses punya satu kesamaan: punya minat baca tinggi yang terinspirasi dari orang tua yang membacakan kepada mereka cerita sejak kecil. Lewat bukunya ini, pria yang kini berusia 67 tahun itu mengajak orang tua mendekatkan anaknya pada buku dengan jalan membacakan cerita. Ia sendiri membacakan anaknya cerita, bahkan sejak si buah hati masih dalam kandungan.
Dalam buku ini ia menuliskan cara-cara membacakan cerita hingga mendetail. Jim juga menjelaskan reaksi anak yang biasanya muncul saat dibacakan cerita dan cara menyikapinya, termasuk ketika mereka menolak.
Buku ini pertama kali diterbitkan pada 1982 dan sudah berkali-kali direvisi sehingga memuat permasalahan terkini yang kerap ditemui orang tua. Misalnya, tentang sulitnya mengajak anak membaca di tengah godaan televisi, komik, video game, dan Internet.
Di mata Jim, tak ada yang salah dengan komik dan televisi. Yang tak tepat hanyalah cara penggunaannya. Ia menawarkan cara menyiasati agar kegemaran anak akan majalah, komik, dan Internet bisa membawa mereka mencintai buku. \"Ini buku bagus yang harus dibaca semua orang tua di Indonesia,\" kata Roosie Setiawan, Ketua Reading Bugs, sebuah komunitas yang mengkampanyekan membaca cerita untuk anak.
Roosie bercerita, saat membaca buku ini ia jadi mengerti alasan anak-anaknya begitu pandai membaca di usia awal sekolah, padahal ia tak pernah mengajari mereka. Rupanya, rutinitas membacakan cerita yang dijalaninya 23 tahun lalu itulah yang menjadi rahasianya.
Menurut Roosie, mayoritas orang tua belum menyempatkan diri membacakan cerita kepada anak. Lalu, yang sudah memulai biasanya putus asa akibat penolakan anak. \"Buku ini bisa memberikan kepada orang tua sebuah alasan untuk percaya bahwa membacakan cerita itu penting untuk anak dan solusi atas kesulitan yang mungkin muncul,\" katanya menjelaskan.
Karena itu, Reading Bugs mengompori penerbit Hikmah untuk menerjemahkan dan menerbitkan buku Read-Aloud Handbook ini. Komunitas inilah yang menyumbangkan daftar rekomendasi buku-buku anak yang dibacakan orang tua kepada anak.
Sebagai sebuah panduan, buku Jim ini memang mendekati kesempurnaan dan seharusnya menjadi cetak biru para penulis buku yang memandu pembaca menyikapi sebuah permasalahan. Ia tak sekadar memberikan strategi praktis seperti dijajakan buku how to, tapi secara sistematis memberikan landasan yang kuat mengapa suatu sikap harus diambil, menjabarkan langkah-langkah aplikasinya, serta menawarkan solusi jika langkah itu mentok.
OKTAMANDJAYA WIGUNA
www.dinamikaebooks.com
0 komentar:
Posting Komentar