N Mursidi, Majalah Anggun edisi 8 Maret 2009
Pernikahan yang dibangun di atas nyala cinta, tidak dimungkiri bisa mengantar bahtera rumah tangga yang dihuni sepasang suami-istri mampu "meraih" kebahagiaan. Sekali pun seribu konflik kadang datang menghantam mahligai rumah tangga, justru hal itu kian mengukuhkan sikap kedewasaan lantaran cinta sejati mampu meneguhkan janji untuk tak saling mengkhianati. Apalagi, jika cinta itu dikobarkan dengan amunisi gairah, makrifat, dan kesetiaan. Praktis, pernikahan akan menjadi janji suci di altar cinta Ilahi.
Nyala cinta yang merekatkan dua insan lawan jenis dalam bingkai pernikahan di altar cinta Ilahi itulah yang sekiranya pas untuk menggambarkan potret pernikahan dua anak manusia, Helvy Tiana Rosa dan Tomi Satryatomo. Apalagi, dari pernikahan mereka (yang dilangsungkan tahun 1995) itu kemudian lahir dua buah hati yang cerdas bahkan menyejukkan kalbu, yakni Abdurahman Faiz dan Nadya Paramitha. Tentunya, kehadiran dua buah hati itu serasa memupuk cinta mereka bisa terus tumbuh di samping ditopang dengan bangunan komunikasi, sikap saling percaya dan kejujuran.
Padahal -sebagaimana dituturkan oleh Helvy maupun Tomi dalam buku Catatan Pernikahan ini, di antara keduanya sebenarnya memiliki karakter yang nyaris tidak bisa dipersatukan. Helvy periang, humoris, sensitif, romantis dan lahir dari kultur Aceh-Medan yang ekspresif. Sedang Tomi bisa dikata detail, logis, pendiam, serius, tidak romantis, dan lahir dari kultur Jawa. Bahkan dulu, sebelum Helvy dan Tomi berikrar untuk menikah pun tak didahului dengan proses pacaran.
Apa "rahasia" yang diterapkan pasangan Helvy dan Tomi bisa meraih mahligai pernikahan yang harmonis? Jawabnya, tak lain karena di balik pernikahan mereka ada nyala cinta yang dibangun dengan saksi Ilahi. Maka, adanya ruang perbedaan itu tidak merenggut pernikahan mereka dari keretakan apalagi perselingkuhan. Sebaliknya nyala cinta itu justru mampu merekatkan makrifat, gairah dan kesetiaan sehingga melahirkan ketenangan. Di samping itu keduanya ternyata menjalani kehidupan sehari-hari dengan sederhana.
Buku Catatan Pernikahan ini sebenarnya sudah pernah diposting Helvy di sebuah blognya; http://helvy.multiply.com tetapi karena kisah dari keluarga figur penggagas FLP (Forum Lingkar Pena) ini mengandung keteladanan dan pelajaran yang layak ditiru dan ditularkan pada orang lain, maka atas permintaan pembaca- kemudian diterbitkan jadi sebuah buku. Untuk melengkapi kelengkapan cerita, maka buku ini disertakan catatan dari Tomi (sang suami) dan Faiz.
Dengan mengangkat cerita yang cukup mengesankan seputar masalah mahar yang dulu diajukan Helvy pada suami, kisah tentang ta`aruf antara mereka yang tidak didahului pacaran, kisah masa awal pernikahan yang jauh dari kemewahan seperti tak ada bulan madu, tinggal di sebuah kontrakan, soal nginap Helvy (waktu mengandung Faiz dan Nadya) dan kehidupan sehari-hari yang dijalani keluarga Helvy.
Tak salah, jika buku ini penuh taburan hikmah sehingga bisa menjadi semacam pelajaran berharga yang dapat dipetik oleh pembaca, baik yang sudah menikah atau yang hendak menikah. Apalagi, dalam buku ini Helvy menyisipkan pula pandangannya mengenai poligami dan penyelewengan suami yang kerap menjadikan sang istri tidak lebih sebagai korban.
(n mursidi, cerpenis tinggal di Ciputat, Tangerang)
Pernikahan yang dibangun di atas nyala cinta, tidak dimungkiri bisa mengantar bahtera rumah tangga yang dihuni sepasang suami-istri mampu "meraih" kebahagiaan. Sekali pun seribu konflik kadang datang menghantam mahligai rumah tangga, justru hal itu kian mengukuhkan sikap kedewasaan lantaran cinta sejati mampu meneguhkan janji untuk tak saling mengkhianati. Apalagi, jika cinta itu dikobarkan dengan amunisi gairah, makrifat, dan kesetiaan. Praktis, pernikahan akan menjadi janji suci di altar cinta Ilahi.
Nyala cinta yang merekatkan dua insan lawan jenis dalam bingkai pernikahan di altar cinta Ilahi itulah yang sekiranya pas untuk menggambarkan potret pernikahan dua anak manusia, Helvy Tiana Rosa dan Tomi Satryatomo. Apalagi, dari pernikahan mereka (yang dilangsungkan tahun 1995) itu kemudian lahir dua buah hati yang cerdas bahkan menyejukkan kalbu, yakni Abdurahman Faiz dan Nadya Paramitha. Tentunya, kehadiran dua buah hati itu serasa memupuk cinta mereka bisa terus tumbuh di samping ditopang dengan bangunan komunikasi, sikap saling percaya dan kejujuran.
Padahal -sebagaimana dituturkan oleh Helvy maupun Tomi dalam buku Catatan Pernikahan ini, di antara keduanya sebenarnya memiliki karakter yang nyaris tidak bisa dipersatukan. Helvy periang, humoris, sensitif, romantis dan lahir dari kultur Aceh-Medan yang ekspresif. Sedang Tomi bisa dikata detail, logis, pendiam, serius, tidak romantis, dan lahir dari kultur Jawa. Bahkan dulu, sebelum Helvy dan Tomi berikrar untuk menikah pun tak didahului dengan proses pacaran.
Apa "rahasia" yang diterapkan pasangan Helvy dan Tomi bisa meraih mahligai pernikahan yang harmonis? Jawabnya, tak lain karena di balik pernikahan mereka ada nyala cinta yang dibangun dengan saksi Ilahi. Maka, adanya ruang perbedaan itu tidak merenggut pernikahan mereka dari keretakan apalagi perselingkuhan. Sebaliknya nyala cinta itu justru mampu merekatkan makrifat, gairah dan kesetiaan sehingga melahirkan ketenangan. Di samping itu keduanya ternyata menjalani kehidupan sehari-hari dengan sederhana.
Buku Catatan Pernikahan ini sebenarnya sudah pernah diposting Helvy di sebuah blognya; http://helvy.multiply.com tetapi karena kisah dari keluarga figur penggagas FLP (Forum Lingkar Pena) ini mengandung keteladanan dan pelajaran yang layak ditiru dan ditularkan pada orang lain, maka atas permintaan pembaca- kemudian diterbitkan jadi sebuah buku. Untuk melengkapi kelengkapan cerita, maka buku ini disertakan catatan dari Tomi (sang suami) dan Faiz.
Dengan mengangkat cerita yang cukup mengesankan seputar masalah mahar yang dulu diajukan Helvy pada suami, kisah tentang ta`aruf antara mereka yang tidak didahului pacaran, kisah masa awal pernikahan yang jauh dari kemewahan seperti tak ada bulan madu, tinggal di sebuah kontrakan, soal nginap Helvy (waktu mengandung Faiz dan Nadya) dan kehidupan sehari-hari yang dijalani keluarga Helvy.
Tak salah, jika buku ini penuh taburan hikmah sehingga bisa menjadi semacam pelajaran berharga yang dapat dipetik oleh pembaca, baik yang sudah menikah atau yang hendak menikah. Apalagi, dalam buku ini Helvy menyisipkan pula pandangannya mengenai poligami dan penyelewengan suami yang kerap menjadikan sang istri tidak lebih sebagai korban.
(n mursidi, cerpenis tinggal di Ciputat, Tangerang)
www.dinamikaebooks.com
0 komentar:
Posting Komentar