Minggu, 22 Maret 2009

[resensi buku] Impian Bocah Menuju Piala Dunia

KOMPAS.com Sabtu, 21 Maret 2009
Namaku Bayu, tapi teman-teman biasa memanggilku Garuda. Itu karena aku mahir bermain sepak bola. Kata mereka, bola di kakiku susah direbut seperti burung garuda mencengkeramkannya dengan kaki-kaki yang kuat.

Aku pun bisa berlari cepat, persis seperti garuda yang terbang melesat di angkasa. Menyambar bola di kaki lawan, kata orang mirip garuda yang menyambar mangsanya. Suatu saat, aku ingin menjadi pesepak bola terkenal dan membawa Indonesia ke Piala Dunia.

Prekuel Film Itulah sepenggal kisah tentang cita-cita seorang anak mengharumkan negeri ini di kancah sepak bola internasional. Sayang, kisah itu baru sebatas mimpi. Mimpi yang dituangkan dalam bentuk novel berjudul Mimpi Sang Garuda. Ini adalah novel pertama dari trilogi novel dengan sasaran pembaca anak-anak.

Benny Rhamdani, pengarang buku ini, menulis adegan-adegan dalam novel tersebut setelah dia menonton cuplikan-cuplikan film Garuda di Dadaku. Pemerannya antara lain aktris Maudy Koesnaedi, Ikra Negara, dan Emir Salim. Nah, novel tersebut itu dibuat sebagai prekuel sebelum film tersebut tayang di bioskop-bioskop Tanah Air mulai 18 Juni 2009.

\"Setelah naskah skenario yang dibuat Salman Aristo jadi, dan filmnya jadi, saya diminta menonton dan membuat tulisan prekuel dari film tersebut. Semacam tulisan pengantar untuk masuk ke film tersebut,\" tutur Benny dalam acara peluncuran novel Mimpi Sang Garuda, di Gramedia Grand Indonesia, Jakarta, Jumat (20/3).

Sebuah Mimpi Buku ini, menurut Salman, bukan sekadar mimpi. Ada beberapa fakta sejarah yang mesti diketahui oleh generasi masa depan kita, anak-anak kita. Salman menyebutkan contohnya seperti Indonesia pernah mengalahkan Belanda dan Jerman di tahun 1960-an. \"Itu nyata,\" tegas Salman.

Bicara sepak bola Indonesia, baik Salman maupun Benny sepakat bahwa ada degradasi dalam waku yang panjang. \"Dulu Korea Selatan itu belajar sepak bola di Indonesia, sekarang malah sudah menjadi tuan rumah Piala Dunia, sedangkan kita jalan di tempat,\" sesal Salman.
\"Untuk itu, novel ini terbit (tentu juga nanti dengan filmnya) sebagai usaha memoria momentum. Sebuah usaha pengingatan kembali apa yang dulu pernah kita capai. Harapan ke depannya, bangsa Indonesia bisa tembus Piala Dunia 2022,\" harap Salman yang pernah menjadi kiper ketika sekolah dulu.

Maka, bukanlah ketidaksengajaan jika sasaran pembaca novel ini adalah anak-anak. Bukan berarti membebankan tanggung jawab pada anak-anak, melainkan untuk membangun gairah sepak bola di generasi mendatang. Buku dan film ini juga mengharapkan adanya komitmen dari pemerintah untuk mewujudkan prestasi sepak bola nasional yang makin mumpuni.

Menurut keyakinan Salman, mimpi itu bisa terwujud. \"Kuncinya kita memiliki potensi. Kita memiliki SDM yang banyak. Penduduk kita, yang saya lihat, banyak yang menyenangi sepak bola,\" kata Salman.

Sikap optimistis Salman semakin besar setelah ia melihat semangat besar yang ditunjukkan suporter sepak bola di setiap pertandingan di Gelora Bung Karno. Para pencinta sepak bola Tanah Air selalu menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia dengan lantang. Ini menunjukkan adanya patriotisme dalam sepak bola dan menjadi modal kuat untuk memajukan sepak bola nasional.

Setelah Mimpi Sang Garuda, dua novel berikutnya, Garuda di Dadaku dan Garuda Menantang Matahari, akan segera menyusul. Kiranya baik bagi kita mengikuti ke mana arah dari jalinan mimpi yang tersurat dalam lembar-lembar novel anak. Tentunya sambil menatap ke dunia nyata mau ke manakah persepakbolaan Indonesia.


www.dinamikaebooks.com

0 komentar: