Muhammad Husnil, Seputar Indonesia Minggu, 11 Januari 2009
Masih menganggap Jenghis Khan sebagai seorang penjagal dan tokoh yang bengis? Renungkan kembali anggapan Anda. Soalnya, Jenghis Khan: Legenda Sang Penakluk dari Mongolia karya John Man ini menceritakan banyak hal tentang sisi humanis pemimpin Mongol abad ke-12 itu.
Senada dengan buku ini adalah film Mongol: The Untold Story of Gengis Khan (2007) besutan sutradara Rusia, Sergei Bodrov,yang masuk nominasi Academy Awards 2008 untuk kategori film berbahasa asing terbaik.Dua karya itu menampilkan sisi lain Jenghis Khan yang selama ini tidak diketahui orang banyak. Yang pasti, dia hanyalah seorang manusia biasa. Kesuksesan yang membuatnya besar justru bermula dari kepahitan yang mesti dia telan saat berusia delapan tahun.
John Man mengisahkan bagian ini dengan sangat menarik dan menyentuh.Ketika itu,dia diajak sang ayah untuk mencari istri. Seusai mendapatkan jodoh dari suku Ongirad yang bernama Börte, ayahnya meninggal karena diracun suku Tartar. Selaku penerus klan, dia terus diincar untuk dibunuh. Bahkan,dia pernah sembunyi di bawah air es selama satu malam lebih demi menghindari penangkapan. Di samping itu, di usianya yang masih muda itu, dia mesti menanggung beban sebagai pemimpin keluarga dan klannya.
Tetapi, segala beban itulah yang menyumbang banyak dalam pembentukan karakternya kelak.Kendati demikian, dia tak bisa lepas dari ketakutan. Ketakutan terbesarnya adalah terhadap anjing.Dari sini, tampak bahwa Jenghis yang hebat itu sesungguhnya adalah pria biasa dengan ketakutan yang biasa pula. Tak pelak,karya John Man dan Sergei tersebut berusaha mengikis prasangka yang selama ini mengakar dalam benak khalayak ramai tentang Jenghis Khan. Tak bisa dipungkiri memang, selama ini orang lebih menganggap salah satu tokoh besar dalam sejarah itu sebagai "monster".
Prasangka itu tertanam, terutama dalam benak bangsa Eropa,Rusia,dan Islam.Ketiga bangsa itu memandang Jengis Khan sebagai seorang pembantai. Prasangka itu kian kukuh dengan hadirnya The Legend of the Black Arrow (1990) karangan sejarawan Rusia, Lev Gumilev, yang menggambarkan Jenghis Khan dengan sangat emosional dan tak lebih dari seseorang yang haus darah. Dalam hal pembantaian yang dilakukan Jenghis terhadap muslim,Eropa,dan Rusia, penulis mengungkap tafsir yang berbeda.Apakah peristiwa itu ada?
Penulis meyakini peristiwa holocaust muslim (juga Eropa dan Rusia) benar adanya. Bahkan, memakan korban yang sangat fantastis, mengingat konteks sosial ketika itu. Tetapi, dia menolak anggapan bahwa pembantaian yang dilancarkan berdasarkan agama atau rasisme adalah sebuah anggapan yang selama ini berkembang.Satu-satunya pertimbangan yang melebihi segalanya adalah penaklukan dan itu merupakan konsekuensi yang mesti diambil.
Untuk menghadirkan sisi lain Jenghis Khan, buku ini menggelar segalanya tentang Jenghis Khan,mulai dari masa sang ayah mencari istri hingga kematian Jenghis yang hingga kini menjadi misteri.Terlahir dengan nama Temujin, dia mengalami masa kanak-kanak yang sama sekali tak bahagia. Namanya sendiri diambil dari nama musuh yang ayahnya taklukkan saat dia lahir.
Banyak penulis tergoda untuk menyingkap makna Temujin. Ada yang mengatakan,Temujin berarti pandai besi yang kemudian dikaitkan dengan keberhasilan yang diraihnya. Tetapi, John Man meragukan dan mencemooh tafsir yang mereka berikan.Temujin, ya nama seorang kepala suku Tartar yang ditaklukkan ayahnya,tandas John Mann. Saat Temujin lahir, bangsa Mongol terkenal sebagai bangsa nomaden dan gemar berperang.
Bahkan, perang saudara sudah biasa terjadi di antara mereka. Oleh karena itu,dia ingin membuat hukum dan menyatukan bangsa Mongol di bawah kendalinya.Hukum itulah yang kemudian membawanya ke tampuk kepemimpinan. Selain itu,Jenghis tercatat sebagai pemimpin jenius yang melakukan pembaharuan sistem pemerintahan yang sangat maju untuk zamannya. Sejarah mencatat, Jenghis adalah pendiri kerajaan darat terbesar dunia, dua kali lipat luas Romawi.
Hal itu karena upaya pembaharuan yang dilakukannya, antara lain penerapan sistem administrasi kenegaraan, pembakuan sistem menulis untuk bangsa Mongol, strategi perang, dan pemberian pangkat yang berdasarkan jasa bukan atas pertimbangan keluarga.
* Muhammad Husnil, peneliti di Laboratorium Kota Paramadina dan mantan Ketua HMI Cabang Ciputat.
Masih menganggap Jenghis Khan sebagai seorang penjagal dan tokoh yang bengis? Renungkan kembali anggapan Anda. Soalnya, Jenghis Khan: Legenda Sang Penakluk dari Mongolia karya John Man ini menceritakan banyak hal tentang sisi humanis pemimpin Mongol abad ke-12 itu.
Senada dengan buku ini adalah film Mongol: The Untold Story of Gengis Khan (2007) besutan sutradara Rusia, Sergei Bodrov,yang masuk nominasi Academy Awards 2008 untuk kategori film berbahasa asing terbaik.Dua karya itu menampilkan sisi lain Jenghis Khan yang selama ini tidak diketahui orang banyak. Yang pasti, dia hanyalah seorang manusia biasa. Kesuksesan yang membuatnya besar justru bermula dari kepahitan yang mesti dia telan saat berusia delapan tahun.
John Man mengisahkan bagian ini dengan sangat menarik dan menyentuh.Ketika itu,dia diajak sang ayah untuk mencari istri. Seusai mendapatkan jodoh dari suku Ongirad yang bernama Börte, ayahnya meninggal karena diracun suku Tartar. Selaku penerus klan, dia terus diincar untuk dibunuh. Bahkan,dia pernah sembunyi di bawah air es selama satu malam lebih demi menghindari penangkapan. Di samping itu, di usianya yang masih muda itu, dia mesti menanggung beban sebagai pemimpin keluarga dan klannya.
Tetapi, segala beban itulah yang menyumbang banyak dalam pembentukan karakternya kelak.Kendati demikian, dia tak bisa lepas dari ketakutan. Ketakutan terbesarnya adalah terhadap anjing.Dari sini, tampak bahwa Jenghis yang hebat itu sesungguhnya adalah pria biasa dengan ketakutan yang biasa pula. Tak pelak,karya John Man dan Sergei tersebut berusaha mengikis prasangka yang selama ini mengakar dalam benak khalayak ramai tentang Jenghis Khan. Tak bisa dipungkiri memang, selama ini orang lebih menganggap salah satu tokoh besar dalam sejarah itu sebagai "monster".
Prasangka itu tertanam, terutama dalam benak bangsa Eropa,Rusia,dan Islam.Ketiga bangsa itu memandang Jengis Khan sebagai seorang pembantai. Prasangka itu kian kukuh dengan hadirnya The Legend of the Black Arrow (1990) karangan sejarawan Rusia, Lev Gumilev, yang menggambarkan Jenghis Khan dengan sangat emosional dan tak lebih dari seseorang yang haus darah. Dalam hal pembantaian yang dilakukan Jenghis terhadap muslim,Eropa,dan Rusia, penulis mengungkap tafsir yang berbeda.Apakah peristiwa itu ada?
Penulis meyakini peristiwa holocaust muslim (juga Eropa dan Rusia) benar adanya. Bahkan, memakan korban yang sangat fantastis, mengingat konteks sosial ketika itu. Tetapi, dia menolak anggapan bahwa pembantaian yang dilancarkan berdasarkan agama atau rasisme adalah sebuah anggapan yang selama ini berkembang.Satu-satunya pertimbangan yang melebihi segalanya adalah penaklukan dan itu merupakan konsekuensi yang mesti diambil.
Untuk menghadirkan sisi lain Jenghis Khan, buku ini menggelar segalanya tentang Jenghis Khan,mulai dari masa sang ayah mencari istri hingga kematian Jenghis yang hingga kini menjadi misteri.Terlahir dengan nama Temujin, dia mengalami masa kanak-kanak yang sama sekali tak bahagia. Namanya sendiri diambil dari nama musuh yang ayahnya taklukkan saat dia lahir.
Banyak penulis tergoda untuk menyingkap makna Temujin. Ada yang mengatakan,Temujin berarti pandai besi yang kemudian dikaitkan dengan keberhasilan yang diraihnya. Tetapi, John Man meragukan dan mencemooh tafsir yang mereka berikan.Temujin, ya nama seorang kepala suku Tartar yang ditaklukkan ayahnya,tandas John Mann. Saat Temujin lahir, bangsa Mongol terkenal sebagai bangsa nomaden dan gemar berperang.
Bahkan, perang saudara sudah biasa terjadi di antara mereka. Oleh karena itu,dia ingin membuat hukum dan menyatukan bangsa Mongol di bawah kendalinya.Hukum itulah yang kemudian membawanya ke tampuk kepemimpinan. Selain itu,Jenghis tercatat sebagai pemimpin jenius yang melakukan pembaharuan sistem pemerintahan yang sangat maju untuk zamannya. Sejarah mencatat, Jenghis adalah pendiri kerajaan darat terbesar dunia, dua kali lipat luas Romawi.
Hal itu karena upaya pembaharuan yang dilakukannya, antara lain penerapan sistem administrasi kenegaraan, pembakuan sistem menulis untuk bangsa Mongol, strategi perang, dan pemberian pangkat yang berdasarkan jasa bukan atas pertimbangan keluarga.
* Muhammad Husnil, peneliti di Laboratorium Kota Paramadina dan mantan Ketua HMI Cabang Ciputat.
www.dinamikaebooks.com
0 komentar:
Posting Komentar