Koran Republika. Minggu, 22 Februari 2009
Seorang pria ditemukan tewas mengenaskan dengan sebuah anak panah menancap di tubuhnya. Di persimpangan Desa Suzaka mayat itu ditemukan oleh penjual arang, Jiro. Maka mengalirlah cerita, dalam novel berjudul Kaze, karya Dale Furutani. Misteri di balik kematian ganjil pria tak dikenal itu membawa pembaca mengikuti jejak penyelidikan Matsuyama Kaze mengungkap kasus tersebut. Kaze adalah seorang ronin, samurai tak bertuan, yang secara tidak sengaja melewati persimpangan tersebut dalam pengelanaannya untuk menemukan seorang gadis yang sangat berarti.
Novel dengan judul asli Death at the Crossroad ini bisa dikatakan sebagai bacaan misteri bercampur dengan penceritaan sejarah Jepang pada masa pergolakan. Pada sekitar tahun 1603 saat Hideyoshi, sang pemersatu Jepang, meinggal dunia dan Tokugawa Ieyasu yang berambisi mengambil alih kekuasaan mengobarkan peperangan besar dengan pewaris tahta. Perang besar itu biasa disebut sebagai perang Sekighara yang menewaskan puluhan ribu samurai dan pengikut dua pihak yang bersengketa. Tokugawa berhasil menang dan memenjarakan sang pewaris bersama ibunya. Di pihak yang kalah Kaze harus kehilangan keluarga dan tuannya.
\"Berikan aku wakizashi-mu... ini mewakili kehormatanmu dan kemampuan untuk mencabut nyawamu. Pedang ini sekarang menjadi milikku sampai anakku kau temukan,\" ujar istri tuannya yang sudah kurus kering tak berdaya karena harus hidup dalam pengejaran. Sebuah janji penting telanjur terucap, yang membuatnya terikat untuk menemukan putri sang tuan yang seolah menghilang ditelan bumi. Peristiwa inilah yang membuat samurai berumur 30 tahunan ini mulai berkelana ke seluruh wilayah Jepang.
Dua hal penting
Dale memilih novel Kaze ini sebagai pembuka dari dua novel berikutnya. Trilogi yang bercerita tentang sebuah pencarian dan penggambaran kebudayaan Jepang pada masa transisi kekuasaan. Tetapi, karena alasan itulah novel pertama ini hanya samar-samar saja mengungkap tujuan utama Matsuyama Kaze untuk mencari sang putri.
Pada buku ini justru banyak menceritakan keterlibatan Ronin tersebut dalam menyelesaikan masalah misterius yang melanda Desa Suzaka. Penggambaran tujuan cerita ketiga novel tersebut diselipkan di antara ketegangan-ketegangan yang dibangun saat Kaze seolah-olah bertindak sebagai semacam detektif.
Sepanjang membaca novel setebal 381 halaman ini, ada dua hal yang sangat menarik. Pertama adalah cara Dale mengemas cerita miteri dengan latar belakang Jepang pada masa peralihan. Plot-plot yang dihadirkan seakan membuat pembaca merasa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi, kemudian terkejut karena prediksi pembaca ternyata salah. Alur cerita meski sederhana tetapi menarik karena sedikit sulit untuk tertebak. Meski di bagian tengahnya sedikit membingungkan karena menampilkan cerita-cerita yang kurang berhubungan.
Hal kedua yang membuat novel ini begitu menarik adalah penggambaran suasana Jepang di tahun-tahun pertama sang Shogun besar, Tokugawa Ieyasu memegang kekuasaan. Jepang digambarkan sebagai sebuah wilayah yang belum kondusif dengan banyaknya bandit dan pembunuhan-pembunuhan terhadap pengikut penguasa terdahulu. Senjata-senjata kembali beredar setelah pada masa Hideypshi sempat dilarang.
Cuplikan-cuplikan sejarah tentang pergolakan itu secara apik disisipkan oleh Dale dalam bercakapan-percakapan yang sengaja diarahkan atau pada kenangan-kenangan Kaze yang muncul melalui lamunan atau sebuah peristiwa. Tengok saja salah satu fragmen dalam novel tersebut yang membawa lamunan Kaze kepada rencana-rencana sang Shogun besar untuk mendapatkan kekuasaan setelah Hideyoshi wafat.
Lamunan itu begitu saja muncul ketika Kaze melihat penampilan mempesona dari seorang penari Noh, bentuk tarian tradisional Jepang yang pemerannya menggunakan topeng. Selain peristiwa-peristiwa sejarah, Dale juga menyisipkan banyak sekali unsur-unsur budaya Jepang, seperti pentingnya sebuah wakizashi, pedang kecil yang biasa digunakan untuk pertahanan atau ritual bunuh diri bagi para samurai.
Atau tentang bentuk pemahaman filosofis kehidupan samurai dan peperangn melalui permainan Go, semacam permainan strategi menggunakan bidak bundar pipih berwarna hitam dan putih. Tidak ketinggalan pula, sang penulis juga menggambarkan pola-pola kehidupan masyarakat Jepang pada zaman itu bersama dengan pola kehidupannya sehari-hari.
Bagi pembaca yang menyukai cerita misteri berbau detektif tetapi ingin melihatnya melalui latar belakang sejarah yang sama sekali tidak terduga, novel ini bisa menjadi bacaan. Buku ini juga menarik untuk orang-orang yang hendak mengetahaui sejarah Jepang, budaya, kepercayaan, dan kehidupan para Samurai, Penguasa Wilayah, serta para petani yang berada pada kasta paling bawah.kim
Judul: Kaze
Penulis: Dale Furutani
Penerbit: Mizan
Seorang pria ditemukan tewas mengenaskan dengan sebuah anak panah menancap di tubuhnya. Di persimpangan Desa Suzaka mayat itu ditemukan oleh penjual arang, Jiro. Maka mengalirlah cerita, dalam novel berjudul Kaze, karya Dale Furutani. Misteri di balik kematian ganjil pria tak dikenal itu membawa pembaca mengikuti jejak penyelidikan Matsuyama Kaze mengungkap kasus tersebut. Kaze adalah seorang ronin, samurai tak bertuan, yang secara tidak sengaja melewati persimpangan tersebut dalam pengelanaannya untuk menemukan seorang gadis yang sangat berarti.
Novel dengan judul asli Death at the Crossroad ini bisa dikatakan sebagai bacaan misteri bercampur dengan penceritaan sejarah Jepang pada masa pergolakan. Pada sekitar tahun 1603 saat Hideyoshi, sang pemersatu Jepang, meinggal dunia dan Tokugawa Ieyasu yang berambisi mengambil alih kekuasaan mengobarkan peperangan besar dengan pewaris tahta. Perang besar itu biasa disebut sebagai perang Sekighara yang menewaskan puluhan ribu samurai dan pengikut dua pihak yang bersengketa. Tokugawa berhasil menang dan memenjarakan sang pewaris bersama ibunya. Di pihak yang kalah Kaze harus kehilangan keluarga dan tuannya.
\"Berikan aku wakizashi-mu... ini mewakili kehormatanmu dan kemampuan untuk mencabut nyawamu. Pedang ini sekarang menjadi milikku sampai anakku kau temukan,\" ujar istri tuannya yang sudah kurus kering tak berdaya karena harus hidup dalam pengejaran. Sebuah janji penting telanjur terucap, yang membuatnya terikat untuk menemukan putri sang tuan yang seolah menghilang ditelan bumi. Peristiwa inilah yang membuat samurai berumur 30 tahunan ini mulai berkelana ke seluruh wilayah Jepang.
Dua hal penting
Dale memilih novel Kaze ini sebagai pembuka dari dua novel berikutnya. Trilogi yang bercerita tentang sebuah pencarian dan penggambaran kebudayaan Jepang pada masa transisi kekuasaan. Tetapi, karena alasan itulah novel pertama ini hanya samar-samar saja mengungkap tujuan utama Matsuyama Kaze untuk mencari sang putri.
Pada buku ini justru banyak menceritakan keterlibatan Ronin tersebut dalam menyelesaikan masalah misterius yang melanda Desa Suzaka. Penggambaran tujuan cerita ketiga novel tersebut diselipkan di antara ketegangan-ketegangan yang dibangun saat Kaze seolah-olah bertindak sebagai semacam detektif.
Sepanjang membaca novel setebal 381 halaman ini, ada dua hal yang sangat menarik. Pertama adalah cara Dale mengemas cerita miteri dengan latar belakang Jepang pada masa peralihan. Plot-plot yang dihadirkan seakan membuat pembaca merasa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi, kemudian terkejut karena prediksi pembaca ternyata salah. Alur cerita meski sederhana tetapi menarik karena sedikit sulit untuk tertebak. Meski di bagian tengahnya sedikit membingungkan karena menampilkan cerita-cerita yang kurang berhubungan.
Hal kedua yang membuat novel ini begitu menarik adalah penggambaran suasana Jepang di tahun-tahun pertama sang Shogun besar, Tokugawa Ieyasu memegang kekuasaan. Jepang digambarkan sebagai sebuah wilayah yang belum kondusif dengan banyaknya bandit dan pembunuhan-pembunuhan terhadap pengikut penguasa terdahulu. Senjata-senjata kembali beredar setelah pada masa Hideypshi sempat dilarang.
Cuplikan-cuplikan sejarah tentang pergolakan itu secara apik disisipkan oleh Dale dalam bercakapan-percakapan yang sengaja diarahkan atau pada kenangan-kenangan Kaze yang muncul melalui lamunan atau sebuah peristiwa. Tengok saja salah satu fragmen dalam novel tersebut yang membawa lamunan Kaze kepada rencana-rencana sang Shogun besar untuk mendapatkan kekuasaan setelah Hideyoshi wafat.
Lamunan itu begitu saja muncul ketika Kaze melihat penampilan mempesona dari seorang penari Noh, bentuk tarian tradisional Jepang yang pemerannya menggunakan topeng. Selain peristiwa-peristiwa sejarah, Dale juga menyisipkan banyak sekali unsur-unsur budaya Jepang, seperti pentingnya sebuah wakizashi, pedang kecil yang biasa digunakan untuk pertahanan atau ritual bunuh diri bagi para samurai.
Atau tentang bentuk pemahaman filosofis kehidupan samurai dan peperangn melalui permainan Go, semacam permainan strategi menggunakan bidak bundar pipih berwarna hitam dan putih. Tidak ketinggalan pula, sang penulis juga menggambarkan pola-pola kehidupan masyarakat Jepang pada zaman itu bersama dengan pola kehidupannya sehari-hari.
Bagi pembaca yang menyukai cerita misteri berbau detektif tetapi ingin melihatnya melalui latar belakang sejarah yang sama sekali tidak terduga, novel ini bisa menjadi bacaan. Buku ini juga menarik untuk orang-orang yang hendak mengetahaui sejarah Jepang, budaya, kepercayaan, dan kehidupan para Samurai, Penguasa Wilayah, serta para petani yang berada pada kasta paling bawah.kim
Judul: Kaze
Penulis: Dale Furutani
Penerbit: Mizan
www.dinamikaebooks.com
0 komentar:
Posting Komentar