Selasa, 13 Oktober 2009

[resensi buku] Kisah Putri Tiongkok di Nusantara Abad 17

Malang Post, Minggu, 4 Oktober 2009

MEMBACA novel karya Ian Sancin itu, kita akan mendapatkan banyak edukasi yang cukup kuat bagi generasi sekarang agar kenal warisan budaya nenek moyang bahwa sejak dulu kala kebudayaan nenek moyang bangsa Indonesia sudah bercampur baur dengan kebudayaan orang Cina daratan melalui hubungan dagang secara baik-baik. Di samping juga, kita bisa menyelami betapa nenek moyang kita dulu sangat ramah terhadap warga asing, sebab hal itu sesuai dengan perintah agama Islam yang mengajarkan keramahan dalam menyambut tamu.

Tak salah saya menilai ibaratnya sambil menyelam minum air. Karena novel fiksi yang konon sebenarnya diadopsi dari cerita asli rakyat Belitung itu banyak mengupas sejarah kerajaan nusantara pada abad 17 ini sungguh menarik untuk dipahami secara serius. Karena pembaca tak akan dibikin kecewa dengan mengikuti alur novel yang judulnya sama dengan nama pemeran utama dalam cerita, dengan background cerita luar biasa yang menceritakan perpaduan budaya Melayu dan Tionghoa.

Masih jarangnya penulis novel di Indonesia yang mengangkat tema sejarah kerajaan kuno yang merupakan cikal bakal masyarakat Melayu modern membuat novel Yin Galema perlu untuk dilirik bagi setiap orang yang gemar membaca. Tak hanya orang berdarah Melayu, juga Tionghoa, dan bahkan Jawa mesti ikut mengoleksinya sebab perannya cukup dominan dalam pembentukan sejarah bangsa Melayu di Belitung dan Nusantara hingga sekarang.

Cerita bermula ketika Yin Galema beserta ayahnya yang merupakan anak buah Kaisar Chi'ing dari Dinasti Manchu di Peking harus melakoni misi mengarungi lautan untuk mencari kayu gaharu. Pada 1630, armada pelayaran itu sampai juga di Pulau Belitong (Belitung), daerah yang termasuk kekuasaan Kerajaan Balok, yang masyarakatnya mayoritas sudah memeluk agama Islam.

Pendiri Kerajaan Balok pada tahun 1618, adalah Ki Ronggo Udo yang merupakan raja keturunan Jawa yang beragama Islam. Karena berasal dari Jawa dan beragama Islam, sehingga membuat Kerajaan Balok yang saat itu dipimpin penerus Ki Ronggo Udo, Ki Gede Yakob berafiliasi di bawah kendali Kerajaan Mataram di Jawa untuk melawan penjajahan bangsa asing.

Kehadiran Yin Galema yang saat itu masih remaja berusia 9 tahun bersama rombongan ayahnya disambut dengan ramah tamah, baik oleh penduduk maupun pihak Kerajaan Balok. Hal itu menjadi cerminan bahwa penduduk di Kerajaan Balok saat itu terbuka dengan dunia luar, apalagi jika tujuannya untuk berdagang.

Tak ingin anaknya harus menderita karena menyeberangi lautan luas, Panglima Gu Shu, sang ayah harus meninggalkan Yin Galema untuk dititipkan kepada pihak kerajaan agar dirawat dengan baik. Yin Galema yang dikenal tegar bukannya menangisi kepergian ayahnya, namun malah sedikit demi sedikit mampu beradaptasi dengan kehidupan penduduk Belitung yang berbudaya Melayu dibawah asuhan Ki Ronggo Udo.

Menginjak dewasa, di tanah barunya tersebut, Yin tumbuh sebagai sosok wanita Melayu sejati dengan menjadi muallaf, meski watak putri Tiongkok yang keras kepala tetap tak bisa dihilangkan sepenuhnya dari kepribadiannya. Seperti wanita sebagaimana umumnya, Yin pun jatuh cinta pada seorang pemuda tampan misterius yang pernah ditemuinya di hutan saat dia sedang bermain-main, yang ternyata anak asuh Ki ronggo Udo.

Hubungan cinta mereka terlarang dan rahasia, karena tanpa diduga Kanda Badau adalah putra selir Ki Gede Yakob yang keberadaannya disembunyikan sebab dilahirkan dari hasil perkawinan bangsa manusia dengan jin. Hubungan percintaan itu menjadi rumit ketika paras cantik dan kepribadian Yin yang menarik mampu mencuri hati anak Ki Gede Yakob, yang juga putra mahkota, Pangeran Mending. Tentu saja Yin sangat menderita harus menjalin hubungan dengan pria yang sebenarnya masih saudara sebab dilahirkan dari satu bapak, namun beda ibu tersebut.

Di situlah keberanian dan ketabahan Yin Galema diuji untuk memilih mana pria yang harus dipilihnya. Kondisi bertambah rumit ketika di saat bersamaan putri bungsu Raja Balok menuduh Yin Galema berencana merebut takhta raja dengan memperdaya Pangeran Mending. Akankah Yin Galema yang benci dengan aroma kekuasaan kembali mengulangi takdir nahas ibunya, seorang selir Kaisar Chi'ing yang tewas karena cinta segitiga? Atau Yin harus merelakan hatinya dengan tidak memilih kedua pria tampan dan baik hati yang mencintainya?

Pembaca bisa mencari tahu keunikan jawabannya dengan lebih detail setelah membaca novel yang dipenuhi berbagai intrik penghuni kerajaan, perang melawan VOC, pembunuhan, peti harta karun, hingga cinta segitiga yang mewarnai kisah menawan tentang seorang putri di negeri asing.

Di luar kisah yang menceritakan sosok putri Tiongkok yang hidup damai di tanah Belitung. Novel Yin Galema mengajak pembaca untuk belajar untuk berfantasi merekam jejak sejarah tradisi budaya penduduk Belitung dan Nusantara pada abad 17. Inilah novel percintaan manusia berbeda bangsa dan zat, yang dibumbui aroma mistis dan berlatarbelakang agama Islam.

Judul : Yin Galema
Penulis : Ian Sancin
Penerbit : Hikmah (PT Mizan Publika)
Cetakan : Juli 2009
Tebal : viii 587 halaman
Peresensi : Erik Purnama Putra, Aktivis Pers Bestari UMM


www.mediabuku.com

0 komentar: