Jumat, 02 Oktober 2009

[resensi buku] Little Women

@h_tanzil, Bukuygkubaca.blogspot.com

Little Woman adalah novel klasik karya Lousia May Alcott (1832-1888) yang pertama kalinya diterbitkan pada tahun 1868. Dalam novel ini Alcott menciptakan empat sosok perempuan yang paling populer dalam sastra Amerika hingga kini. Mereka adalah Meg, yang tertua diantara keempat anak perempuan keluarga March, berusia enam belas tahun, sangat cantik dan lembut. Jo, 15 tahun, pribadi yang penuh semangat, temperamental, suka bereksperimen dan senang menulis. Beth,  13 tahun gadis yang lembut, pendiam dan baik hati, serta si bungsu Amy, 12 yang memiliki jiwa seni, egois, manja serta kekanak-kanakan.

Keempat anak ini tinggal bersama ibu mereka, sementara sang ayah pergi bertempur dalam perang saudara. Keluarga ini hidup dalam kesederhanaan, sementara ayahnya pergi ibu serta keempat anak gadis March bahu membahu bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sementara utuk melakukan pekerjaan rumah tangga, mereka dibantu oleh Hanah yang setia mengabdi pada keluarga March.

Keseharian yang dialami oleh keempat wanita keluarga March inilah yang dieksplorasi dengan baik oleh Alcott dalam novelnya ini. Walau mereka memiliki ibu yang bijak dan saling mengasihi satu dengan yang lainnya namun keempat gadis dengan karakter yang berlainan ini membuat mereka tak luput dari berbagai pertengkaran, kadang mereka saling memuji namun ada juga ejek mengejek, perkelahian, cemburu, dll seperti yang dialami oleh sebuah keluarga pada umumnya. Selain itu persahabatan mereka dengan Laurie, pemuda kaya tetangga mereka yang tinggal bersama kakeknya ikut mewarnai kehidupan keluarga sederhana ini. Bersama Laurie, mereka menikmati masa remaja dan persahabatan yang indah

Pada intinya dalam novelnya ini Alcott menuturkan keseharian keempat gadis March dengan begitu hidup dan menarik, seperti bermain teater dalam rumah, berpikinik, membuat koran sendiri, dan kejadian-kejadian lainnya yang ikut membentuk mereka menjadi perempuan dewasa. Eksplorasi karakter dan berbagai peristiwa yang dialami oleh keempat gadis March ini dideskripsikan dengan porsi yang hampir sama, tiap babnya secara bergantian menceritakan salah satu dari mereka sebagai pusat cerita. Walau demikian karakter Jo yang merupakan cermin dari kepirbadian Alcott sendiri tampak selalu muncul dan mengambil peran dibanding yang lainnya.

Apa yang dikisahkan oleh Alcott sangat manusiawi dan wajar, tidak berlebihan, seperti halnya keluarga kita pada umumnya sehingga membaca novel ini seperti membaca kehidupan kita sendiri. Ada berbagai peristiwa keseharian yang menarik yang dikisahkan Alcott misalnya bagaimana pertengkaran antara Jo dan Amy karena hal yang sepele malah membuat Jo begitu membenci Amy yang telah memusnahkan buku karangannya yang telah lama ia tulis untuk ia persembahkan pada ayahnya kelak.

Novel ini juga memuat kisah yang mengandung nilai-nilai pengorbanan dan kemanusiaan baik antara keluarga March atau dengan orang lain. Misalnya ketika Jo rela mengorbankan rambutnya untuk dijual ke sebuah salon demi menambah ongkos perjalanan ibunya ke Washington untuk menjenguk ayah mereka yang sakit keras.

Lalu ada pula kisah Beth yang tetap menolong bayi tetangganya yang menderita penyakit menular hingga akhirnya bayi tersebut meninggal di pangkuannya. Karenanya tak lama kemudian Beth pun tertular penyakit yang mematikan ini. Saat inilah saat yang paling berat yang dialami keempat gadis keluarga March. Mereka harus merawat Beth ketika kedua orang tua mereka tak ada di rumah. Saat-saat mereka menolong Beth yang sedang berjuang melawan maut inilah yang membuat mereka menyadari bahwa kehadiran keluarga mereka jauh lebih berharga dibanding apapun

Ada banyak hal tema menarik yang diangkat oleh Alcott dalam novelnya ini, selain masalah kehangatan keluarga, pengorbanan, cinta kasih antar saudara dan cinta romantis Meg, novel ini juga mengangkat isu feminisme melalui sosok Jo yang mandiri dan selalu menentang aturan yang membatasi kebebasannya. Menarik karena ketika novel ini dibuat, isu feminisme belum sepopuler saat ini sehingga bisa dikatakan bahwa Alcott adalah penulis yang memiliki wawasan berpikir melebihi zamannya.

Selain itu novel ini juga memberikan contoh bahwa dalam kehidupan perempuan yang sederhana, kehidupan yang berhasaja dan berkualitas masih mungkin diperoleh. Tak ada yang lebih berharga ketimbang memiliki keluarga yang saling mencintai. Hal ini seolah mendobrak pandangan umum bahwa kebahagiaan hanya dapat diperoleh melalui oleh kelimpahan materi semata.

Dengan segala kelebihan yang ada dalam novel ini maka tak heran jika novel yang ditulis Alcott hanya dalam tempo dua setengah bulan (antara 1867 dan awal 1868) ini langsung menuai sukses ketika pertama kami diterbitkan pada 30 September 1868. Lebih dari 2000 ekslempar terjual seketika. Novel ini juga direspon secara positif oleh para kritikus sastra dan langsung menyebut novel baru itu sebagai sastra klasik. Hal ini kelak terbukti karena novel ini menjadi novel yang laris selama puluhan tahun dan dibaca hingga kini dari generasi ke generasi.

Sesaat setelah novel ini terbit dan banyak dibaca orang, Alcott kebanjiran surat dari pembacanya yang menuntut sekuel dari novelnya tersebut. Memenuhi keinginan pembacanya untuk menulis kelanjutan dari kisah keempat gadis keluarga March ini, Alcott pun akhirnya menulis sekuel Little Woman yang diberinya judul Good Wives pada tahun 1869. Kedua bagian ini sering disebut dengan Little Women or Meg, Jo, Beth and Amy. Tak hanya berhenti sampai di situ, kisah keluarga March terus berlanjut Alcott terus menulis dan menerbitkan Little Men (1871) dan Jo's Boys (1886), yang menceritakan kehidupan anak-anak dari perempuan-perempuan keluarga March. Pada 1880 kedua bagian digabung ke dalam satu volume di Amerika dengan judul Little Women or, Meg, Jo, Beth and Amy.

Hingga kini kisah keempat perempuan keluarga March terus dibaca orang . Sejumlah karya merujuknya. Geraldine Brooks, misalnya, menerbitkan novel March pada 2005, novel ini bercerita tentang Tuan March, ayah keempat perempuan March, selama Perang Saudara. Novel ini kemudian dianugerahi Pulitzer Prize for Fiction 2006. Tak hanya dalam ranah buku, kisah keluarga March juga telah menggelitik para sineas untuk melayar lebarkan karya Alcott ini, hingga kini Little Woman sudah 14 kali diadaptasi ke layar lebar . Selain film, Little Woman juga dibuatkan versi serial TVnya, anime-nya, panggung opera, drama musical, dll

Selain itu menurut buku " 1001 Books You Must Read Before You Die karya Peter Boxall. Novel Little women ini menginspirasi banyak penulis perempuan antara lain Simone Beauvoir, Joyce Carol Oates, dan Cynthia Ozick (salah satu penulis amerika paling top saat ini). Karenanya hadirnya terjemahan novel ini patut dipresiasi dengan baik karena jika sebelumnya novel klasik ini hanya dibaca dan dibicarakan di lingkungan terbatas yang melek sastra, kini novel ini menjadi lebih terbaca oleh kalangan yang lebih luas lagi.

@h_tanzil


www.mediabuku.com

0 komentar: