Selasa, 04 November 2008

[resensi buku] Gairah Hidup dalam Sekarat

Majalah Tempo, September 2008

Ia membukukan kuliah terakhirnya, The Last Lecture, sebelum kanker pankreas stadium akhir merenggut nyawanya pada Juli lalu. Randy Pausch, penulis buku itu, adalah profesor di Carnegie Mellon University, Pittsburgh, Pennsylvania. Ada yang bilang penerbitan buku itu mirip antiklimaks \"drama\" hidupnya yang singkat—47 tahun saja. Tapi pilihan itu tidak sia-sia. Kuliah terakhirnya—videonya kemudian ditayangkan di Internet—telah diunduh lebih dari enam juta orang.

Randy Pausch menampilkan sisi emosional yang lebih menohok dalam bukunya ketimbang saat ia berada di podium ruang kuliah pada September 2007. Dia mengajukan pertanyaan di sela-sela kuliah terakhir itu: \"Jika kita mati esok hari, apa yang akan kita wariskan?\" Dokter memperkirakan harapan hidupnya tak akan sampai setahun saat itu. Oprah Winfrey kemudian mengundang dia sebagai tamu di acaranya. Nama dia masuk daftar 100 Orang Paling Berpengaruh 2007 versi majalah Time.

Buku setebal 300 halaman—terjemahannya dirilis bulan lalu—ini berkisah tentang impian masa kecil Pausch, kisah-kisah pribadinya, serta bagaimana ia melewati waktu yang tersisa bersama istrinya, Jai, dan ketiga anak mereka yang masih kecil. Pausch acap bilang buku ini tak akan berarti andai ia tak divonis mati hanya dalam hitungan bulan.

The Last Lecture dibuka dengan kebimbangan Pausch saat ia diminta menyampaikan kuliah terakhir. Itu bukan persoalan yang mudah karena istrinya memintanya meluangkan lebih banyak waktu bagi keluarga. Tapi Pausch menggambarkan tubuhnya yang sedang sekarat tak bisa mengerem keinginan hati untuk mengajar. \"Sepanjang karier akademis, saya sudah menyampaikan ceramah-ceramah cukup bagus. Tapi dipandang sebagai pembicara terbaik di jurusan ilmu komputer rasanya seperti dikenal sebagai yang paling tinggi di antara Tujuh Kurcaci. Dan tepat saat itulah muncul perasaan bahwa diri saya lebih dari itu...\" (halaman 7).

la berharap buku ini dapat menjadi \"buku petunjuk\" bagi anak-anaknya, yang tak sempat mengenalnya dengan mendalam. \"Anda harus mengatasi ketertinggalan menjadi orang tua dalam waktu amat sedikit dengan contoh yang benar-benar berarti,\" tulisnya.

Keceriaan, ketulusan, serta kalimat-kalimat yang bernas dan jenaka adalah pemikat utama buku ini. Dia menyingkap impian masa kecilnya—dalam ceramah di podium itu ia beri judul Kiat Agar Berhasil Mencapai Impian Masa Kecil Anda. Dia menyampaikan petuah tentang pentingnya mencurahkan lebih banyak waktu untuk orang di sekitar kita dan memandang hal-hal kecil yang selama ini dianggap remeh.

Dengan kalimat yang lucu, ia mencontohkan orang acap terbelenggu oleh status yang melekat pada dirinya lewat materi tertentu: mobil bagus, perangkat komunikasi terbaru. la juga mengungkap hubungan emosionalnya dengan Jai, istrinya. Dengan selera humor yang terasah baik, Pausch berkisah tentang \"malapetaka\" pada hari pernikahan mereka.

Pasangan ini naik balon udara melintasi Pittsburgh dan, celakanya, balon itu harus mendarat darurat di sebuah lapangan. Sebelum mencapai lapangan, balon udara yang mereka tumpangi itu hampir saja menabrak kereta. Pengemudi balon berteriak agar, saat menyentuh landasan, mereka lari secepat mungkin. \"Bayangkan, inilah kalimat yang tak ingin didengar pengantin baru mana pun di dunia di malam pengantin mereka.\"

Alih-alih buku ini menjadi curahan hati yang dipenuhi ratapan dan penyesalan, Pausch justru menunjukkan manusia mampu mengemas sisa waktunya menjadi perjalanan berharga—meskipun pada akhirnya tak berdaya terhadap maut. \"Kita tak bisa mengubah kartu-kartu yang dibagikan kepada kita, kecuali bagaimana cara kita memainkannya,\" kata Pausch.

Angela Dewi


www.dinamikaebooks.com

0 komentar: