Minggu, 26 Juli 2009

[resensi buku] Rahasia si Kecil Jadi Besar

Koran Tempo, Edisi 26 Juli 2009

Percakapannya dengan guru manajemen Peter Drucker terpateri lama di benak Keith R. McFarland. Ketika itu McFarland berusia medio tigapuluhan dan baru saja ditunjuk sebagai kepala Collectech Systems --perusahaan teknologi yang pernah dua kali masuk Inc. 500 dan berbasis di Los Angeles. McFarland yakin Collectech berpotensi untuk tumbuh eksponensial, tapi ia bingung perubahan seperti apa yang harus ia lakukan sebagai pimpinan.

McFarland membutuhkan buku yang bisa memberinya nasihat mengenai keputusan dan tindakan apa yang mesti ia ambil. Kepada Drucker ia mengeluh, "Mengapa saya tidak dapat menemukan buku yang dapat membantu orang-orang seperti saya memecahkan persoalan nyata untuk melewati tahapan pengembangan usaha?" Setelah sejenak berpikir, Drucker mengangkat wajahnya dan memperlihatkan seringai guru Zen-nya yang terkenal itu. "Karena," dia menggumam dengan akses Austrianya yang pekat, "Anda belum menulisnya."

Percakapan itulah yang mendorong McFarland untuk menemukan sendiri jawaban atas sejumlah pertanyaan ini: Mengapa kebanyakan perusahaan memulai sebagai usaha kecil dan terus seperti itu?; Apa yang istimewa dari sedikit perusahaan yang berhasil "melakukan terobosan" melewati tahap pengembangan usaha?; Apa yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin untuk memastikan bahwa perusahaannya memaksimalkan peluang untuk melakukan terobosan?

Tentu saja, dengan berusaha menjawab pertanyaan itu, McFarland bukan bermaksud menyajikan sebuah buku resep. Ia berusaha mengisi kekosongan literature, lantaran tulisan yang umumnya sudah terbit adalah mengenai perusahaan-perusahaan besar. Ia menyebutkan hampir 50 persen dari seluruh artikel yang pernah diterbitkan oleh Harvard Business Review menyebutkan setidak-tidaknya satu dari lima perusahaan besar ini: IBM, GE, Dell, Wal-Mart, dan Southwest Airlines. Padahal, puluhan juta orang tidak akan pernah memimpin perusahaan sebesar itu, dan mengelola perusahaan berskala menengah, bahkan kecil.

Untuk menjawab pertanyaan yang ia ajukan sendiri, McFarland dibantu tim risetnya menelusuri data lebih dari 7.000 perusahaan swasta dan publik di Amerika yang berkembang paling cepat. Ada banyak temuan menarik yang dipelajari McFarland. Misalnya, perusahan yang melakukan terobosan ini terus-menerus melakukan redefinisi atas bisnis mereka. ADTRAN sebenarnya sudah relatif aman saat menggeluti ceruk telekomnya, tetapi mereka berani bersaing memperebutkan klien dengan Cisco, sebuah perusahaan raksasa.

Perusahaan-perusahaan ini bukan mencari orang yang luar biasa, melainkan membangun tempat di mana orang biasa dapat melakukan hal-hal yang luar biasa. Alasannya semula sederhana: mereka hanya mampu membayar orang-orang biasa ini. Mereka juga tidak mengandalkan uang orang lain. Scott Cook merogoh kocek sendiri lantaran lebih dari 20 perusahaan modal ventura menolak rencana bisnisnya untuk Intuit. Kelak, majalah bergengsi Fortune menempatkan Intuit sebagai salah satu tempat kerja terbaik.

Agaknya, perasaan karyawan di tempat kerja merupakan salah satu pendorong keberhasilan yang penting. Karena itu, Jimmy Goodnight, pendiri SAS, bahkan meletakkan penciptaan lingkungan yang membuat karyawannya menikmati pekerjaan mereka sebagai salah satu dari dua tujuan perusahaannya. "Saya menginginkan suatu tempat di mana berbagai distraksi hidup tidak menerobos masuk sehingga jus kreatif kami dapat mengalir," kata Goodnight.

Apa yang dilakukan oleh Roger Staubach untuk menghela maju perusahaannya? Pertama-tama, memandang pelanggan sebagai prioritas tertinggi --sesuatu yang sering dikatakan, tapi sulit dipraktekkan karena tarikan kepentingan stakeholder lainnya. Kedua, menetapkan tujuan yang tinggi --perusahaan-perusahaan ini sejak awal sudah bertekad membangun sesuatu yang besar. Jangan tanggung-tanggung! Mereka juga menghindari jebakan kemewahan korporat --banyak manajer sukses di saat awal yang tergiur kemewahan (kantor keren, gaji setinggi langit, pesawat kelas eksekutif). Lalu, berbagi kesuksesan dengan orang lain yang turut bekerja, misalnya memberi bonus, opsi saham, atau makan gratis. Kerja tim, tentu saja, tak bisa ditinggalkan.

McFarland menarik pelajaran tentang "keberanian bertaruh" dari sukses breakthrough companies ini. Ini sebenarnya pelajaran mengenai risiko, bahwa kemajuan selalu melibatkan risiko. "Anda tidak dapat mencuri pijakan kedua sembari tetap mempertahankan kaki Anda di pijakan pertama," kata Frederick Wilcox. Intuit, di dalam kemudi Scott Cook, sebenarnya sudah relatif aman ketika Cook memutuskan untuk bersaing dengan Microsoft untuk menggarap pasar pembukuan bisnis berskala kecil. Mereka bukan pengambil risiko yang besar, tapi orang yang toleran terhadap risiko.

Di samping ini, banyak pelajaran berharga yang disampaikan McFarland dari penelusurannya atas perusahaan-perusahaan kecil yang sanggup membuat terobosan. Misalnya, tentang pentingnya membangun karakter perusahaan --ia tidak memilih memakai istilah budaya perusahaan. Ekspedisinya selama lima tahun sama sekali tidak sia-sia. Ini memang bukan buku resep, namun kita sungguh berutang pada McFarland yang telah menyingkapkan rahasia perusahaan yang membuat terobosan. Ia menulis dengan jernih dan menunjukkan jalan seperti apa yang mesti kita tempuh jika ingin mengikuti jejak breakthrough companies ini.

# Dian R. Basuki, pembaca buku


www.mediabuku.com

0 komentar: