Selasa, 28 Juli 2009

[resensi buku] Kisah Kelam Perempuan Arab

Tulisan ini dimuat di rubrik Perada KORAN JAKARTA, Sabtu, 18 Juli 2009 



KEHIDUPAN masyarakat, terutama perempuan di Arab Saudi selalu menarik untuk dikupas sebab keberadaannya terjepit dalam aturan budaya tradisional ketat yang membuatnya terkukung. Padahal di saat bersamaan laju kemodernan hidup melaju kencang membawa perubahan di seluruh belahan dunia. Maka fenomena itu pasti sangat menarik untuk dikuak agar masyarakat dunia tahu apa yang terjadi terkait realita kehidupan perempuan di negara tempat Ka'bah berada.



Buku The Lost Arabian Women mengungkap perjalanan Qanta A. Ahmed, seorang muslimah Pakistan yang sempat kuliah di Inggris dan Amerika Serikat (AS), yang mengabdikan diri bekerja di tanah tempat kelahiran nabi Muhammad Saw. Dari pengalaman berinteraksinya hidup di Arab Saudi membuat penulis menjadi lebih paham tentang kisah kelam nasib perempuan di sana.



Hal itu terkait gambaran yang ditangkapnya beserta pengalaman sendiri selama setahun kunjungannya di Arab Saudi yang dianggap sebagai dunia rumit, yang memegang tradisi berbeda dengan negara barat telah mampu membuat penulis menjadi sadar dan paham bahwa negara kerajaan itu menyimpan fenomena memuakkan.



Pasalnya, banyak sekali kejadian aneh yang malah menghambat berbagai gerak aktivitas rakyat (perempuan) akibat terkena aturan tradisional yang mengekang. Qanta Ahmed yang berprofesi sebagai dokter di rumah sakit King Fahad National Guard Hospital di Riyadh yang diperuntukkan bagi kalangan militer yang mengabdi pada kerajaan Saudi Arabia, menjelaskan bahwa budaya lokal yang dianut masyarakat Arab Saudi kadang malah merepotkan dan tak masuk akal, serta menempatkan posisi wanita berada dalam tekanan.



Menurut penulis, wanita di Arab Saudi yang menganut paham Wahabi, sangat keras dalam menerjemahkan pakaian sebagai penutup aurat. Padahal dari perjalanan hidupnya yang besar di Pakistan dan pernah singgah di Afganistan dan Iran, tak seekstrem aturan di Arab Saudi yang mengharuskan kaum wanita menutupi keseluruhan tubuhnya. Bahkan, dalam rumah meski tak ada laki-lakipun, perempuan yang diidentifikasi dalam kelompok super ortodoks tersebut tak mau melepaskan cadar yang menutupi tubuhnya. Tak heran, peristiwa melahirkan, menikah, dan meninggal dunia pun abbayah yang dipakai tak akan dilepas.



Pengekangan aturan hukum Islam (syariat) Wahabi yang sangat ekstrem dalam memaknai tafsiran ayat Al Quran membuat hidup perempuan tak bisa bebas sebab mereka tak punya pilihan lagi selain mematuhi aturan itu. Atas nama syariat pula perempuan dilarang mengemudikan kendaraan, membeli prangkat musik, memesan kamar hotel atas nama sendiri.



Getaran supremasi laki-laki menjalar di mana-mana hingga membuat wanita tak bisa mengembangkan kreativitasnya. Karena itu, penulis yang sering melakukan tugas menangani pasien bersama tim dokter lain yang terdiri laki-laki dan perempuan asli keturunan Arab terlihat jelas hanya jadi properti pelengkap. Kondisi itu menurut Qanta Ahmed merupakan pemahaman ajaran Islam keliru sebab memenjarakan wanita dari kemerdekaan.



Pada bagian lain dikisahkan penulis yang memiliki teman bernama Fatima yang memutuskan bercerai akibat suaminya mau menikah lagi. Tak ingin dimadu, akhirnya Fatima menalak tiga suaminya yang telah dinilai melakukan perbuatan yang tak bisa dimaafkan. Anehnya, ketika menceritakan rencana perjalanan hidupnya ke depan, kepada Qanta Ahmed, Fatima ingin menikah lagi dengan suami yang sudah beristri. 



Buku yang terdiri 38 cerita hasil pengalaman langsung Qanita Ahmed selama bekerja di negeri kerajaan monarki tersebut membuka fakta baru yang selama ini tertutupi, terutama terkait kehidupan wanita yang selalu terkekang beragam aturan bersifat diskriminasi. Para wanita di tanah Saudi tak terkecuali non-Islam juga terkena aturan kaku dengan memakai penutup aurat.





Judul Buku : The Lost Arabian Women



Penulis : Qanta A. Ahmed



Edisi : Mei 2009



Tebal Buku : 615 halaman



Penerbit : Ramala Book (U***** Press)



Peresensi adalah Erik Purnama Putra, Aktivis Pers Koran Kampus Bestari Universitas Muhammadiyah Malang





www.mediabuku.com

0 komentar: