Senin, 25 Oktober 2010

[resensi buku] Burung Kebijaksanaan

BURUNG hantu (owl) memiliki kehidupan yang unik. Ia tidak saja memiliki bentuk wajah yang berbeda dengan jenis burung biasa, tapi juga dalam berperilaku. Burung satu ini tergolong spesies burung nokturnal (beraktivitas di malam hari), pemalu bahkan susah ditemukan.

Ia juga dianugerahi katajaman mata sehingga dapat melihat dan mengintai mangsa dari jarak yang sangat jauh. Kesan burung hantu yang hidup di malam hari itulah yang membuat spesies burung ini disebut-sebut sebagai jenis binatang yang menyeramkan: sebagai lambang burung yang jahat.

Tapi kesan itu tidak sepenuhnya benar. Dalam kepercayaan orang Yunani, burung ini justru dilambangkan sebagai burung kebijaksanaan dan memiliki sifat menolong.

Setidaknya, sisi kebijaksanaan dan penolong dari burung hantu itulah yang diwakili tokoh Soren (burung hantu Barn), Gylfie (burung hantu peri), Twilight (burung hantu kelabu besar), dan Digger (burung hantu Liang) yang siap menjadi burung-burung hantu kesatria untuk memanggul tugas mulia–mengikuti jejak kesatria burung hantu di zaman Glaux (seperti dikisahkan dalam legenda Ga`Hoole) yang terbang di malam hari untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.

Motivasi Soren untuk memanggul tugas mulia itu, tak lepas dari kemalangan hidup yang pernah ia jalani. Saat baru berumur tiga minggu dan belum bisa terbang, ia terjatuh dari sangkar. Ia pun mengalami nasib nahas. Sebab tidak lama kemudian, patroli St. Aegolius menculiknya dan ia dibawa ke sebuah jurang atau tebing–tempat ribuan anak-anak burung hantu diculik.

Di tempat yang disebut sebagai "sekolah untuk burung hantu yatim piatu" itu, Soren dan ribuan anak-anak burung hantu dididik dengan keras: tak diperkenankan untuk bertanya, dipaksa untuk bekerja, bahkan berbaris dan tidur di bawah sinar rembulan agar mengalami pembingungan.

Tak mustahil, jika efek dari peraturan itu menjadikan burung-burung hantu kecil itu bermata hampa, serupa mayat berjalan. Tapi Soren yang kemudian bersahabat dengan Gylfie tahu tipu muslihat mereka. Maka, Soren dan Gylfie yang cerdas berusaha menahan kantuk agar tak tidur di bawah sinar rembulan. Untuk bertahan dari tidur, Soren bercerita–pada Gylfie-tentang legenda Ga`Hoole sampai bulan menghilang. Akibatnya, keduanya "tidak mengalami pembingungan". Tetapi, siksaan itu belum seberapa karena pada saat tertentu, sayap dan bulu anak-anak burung hantu itu digunduli agar tidak bisa terbang.

Setelah melakukan pengamatan dan tahu apa yang terjadi di St. Anggie, keduanya sadar: St. Anggie dibangun untuk misi rahasia dengan tujuan jahat. Patroli St. Aegolius menculik—anak-anak burung hantu untuk tujuan menguasai seluruh kerajaan burung hantu. Keduanya sadar segala sesuatu di St. Anggie terbalik. Maka, Soren dan Gylfie berjuang untuk tidak bingung dan tetap berdiri tegak: selanjutnya, berusaha lolos dari sergapan mereka.

Beruntung, keduanya kemudian bertemu dengan Hortense –burung hantu bintik–yang juga berjuang menyelamatkan telur-telur burung hantu dari hutan kerajaan Ambala yang dicuri patroli St. Aegolius. Tapi belum sempat Soren-Gylfie berhasil lolos, Hortense terbunuh akibat ketahuan menyelamatkan telur burung hantu. (S-2)

Lampung Post, Kamis, 21 Oktober 2010

Judul buku: The Capture: Guardians of Ga`Hoole #1
Penulis: Kathryn Lasky
Penerjemah: T. Dewi Wulansari
Penerbit: Kubika, Jakarta
Cetakan: Pertama, 2010
Tebal: 338 halaman


www.mediabuku.com

0 komentar: