by: Prof. Dr. M. Bambang Pranowo
Pemilahan "santri-abangan" atas masyarakat Muslim Jawa oleh Clifford Geertz sudah setengah abad lebih mendominasi wacana sosial, budaya, dan politik Indonesia. Hingga yang berkerak dalam benak: yang shalat itu santri, dan yang tidak shalat berarti abangan. Dikotomi ini tentu saja terlalu simplistis, bahkan tidak tepat, untuk melihat religiusitas kaum Muslim Jawa seutuhnya.
Buku ini menyodorkan bukti-bukti etnografis yang menunjukkan ketidaktepatan pandangan tersebut. Berpegang pada penelitian lapangan, penulis mendeskripsikan, membandingkan, dan menganalisis aspek-aspek kehidupan sosial-keagamaan masyarakat pedesaan Jawa yang sama sekali tidak bisa dipahami secara utuh melalui dikotomi santri-abangan. Buku ini menawarkan paradigma baru, menyadarkan kita betapa kompleks dan majemuk Islam Jawa, sebuah sistem religiusitas yang tidak sekadar proses 'mengada' (state of being) melainkan proses 'menjadi' (state of becoming).
Dengan sudut pandang proses 'menjadi', keislaman dilihat bukan sebagai sistem religiusitas yang statis dan berorientasi fikih semata, sebaliknya ia dinamis, progresif, dan esoteris. Benar, memang! Dalam Islam Jawa, yang tidak shalat disebut dhereng nglampahi (belum melaksanakan), bukan mboten nglampahi (tidak melaksanakan). Ini berarti, kesalehan tidak dipatok sebatas ketaatan atas syariat, tapi juga penghayatan pada hakikat.
www.mediabuku.com
0 komentar:
Posting Komentar