Noval Maliki, Kompasiana, 8 Agustus 2010
Kalah dalam Perang Pasifik, membuat Jepang bertekuk lutut tanpa syarat terhadap pendudukan Amerika.
Pendudukan tersebut secara resmi berlaku sejak 2 September 1945, dengan penandatanganan dokumen pengakuan kekalahan di atas USS Missouri di Pelabuhan Yokohama. Meski demikian, dunia pasar gelap terus beroperasi, dengan dikelola oleh para bos Yakuza (mafia Jepang).
Adalah Nicola Zapetti, seorang sersan satu mariner Amerika yang menginjakkan kaki pada Agustus 1945 di negeri Sakura tersebut. Seorang Italia-Manhattan dari sebuah perkampungan Yahudi di Harlem Timur. Berasal dari keluarga dengan sebelas anak yang tumbuh di petak sempit tanpa pemanas ruangan. Ayahnya seorang tukang kayu kasar, imigran dari Calebresia, yang kesulitan untuk memberi makan semua keluarganya dan membayar sewa rumah.(hlm. 24.).
Kondisi yang pada akhirnya mendekatkan Zapetti pada dunia kejahatan, terlebih lingkungan dan kerabatnya merupakan para bandit yang kebanyakan menganggap polisi sebagai musuh dan penjahat sebagai panutan.
Dua tahun di Jepang, ia di pulangkan ke Amerika, namun Zapetti kemudian memilih kembali. Karirnya sebagai mafia ia rintis dengan menyelundupkan pemantik api, sebuah komoditas yang sangat berharga di Jepang pada masa itu.
Pada bulan agustus di tahun yang sama Ia menikahi gadis Jepang, Yae Koizumi, seorang dokter gigi yang fasih berbahasa Inggris. Setahun kemudian ia beralih profesi menjadi penyelundup dan pengedar minuman keras, bekerjasama dengan Letnan Kolonel pendudukan. Bisnis yang membuat Zapetti mampu membeli tanah di daerah pinggiran Fujisawa, lengkap dengan mobil mewah, lemari penuh pakain dan sederet wanita simpanan.
Kehidupannya sempat jatuh setelah ia terlibat perampokan, dan ditahan karenannya. Sebulan kemudian pada februari 1956, Zapetti keluar dari penjara dalam keadaan miskin dengan kehilangan seluruh hartanya. Bermodal nekad, ia mencari "pinjaman" sebesar 800.000 yen dari para pengusaha Amerika di Jepang.
Kejelian bisnisnya terlihat ketika ia memutuskan membuka restoran Pizza, hal yang belum ada di Jepang pada saat itu, di Roponggi, sebuah daerah pemukiman yang padat di bagian Minato, barat Daya kota.
Nicola's, begitu ia menamakan restorannya, dengan cepat menjadi tempat berkumpul favorit bagi para diplomat. Bahkan dalam waktu singkat mampu menarik begitu banyak orang terkenal, domestik maupun asing. Diantara tamunya yang terpenting adalah pangeran Akihito dan tunangannya Michiko Shoda.
Zapetti kemudian berkenalan dengan para bos mafia melalui seorang pegulat dan pahlawan nasional: Rikidozan, seorang pemilik kerajaan bisnis besar, yang memiliki jaringan koneksi mulai para Yakuza hingga pejabat pemerintahan, antara lain bernama Hisayuki Machii, pemimpin geng Tosei-kai.
Tokoh lain adalah Yoshio Kodama, seorang ultranasionalis kaya berkuasa dan seorang makelar di balik layar. Pada 1958, kodama bekerja bagi CIA. Salah satu tugas yang diemban olehnya adalah menyediakan hiburan, teman-teman wanita untuk presiden Indonesia, Soekarno dan memberikan informasi bagi agensi mengenai potensi mengenainya untuk berubah menjadi komunis.(hlm. 109)
Kodama dengan perusahaan dagang Tonichi, Dengan menggaji Naoko Nemoto, yang kemudian dikenal dengan nama "Dewi", untuk menjadi sekertaris Soekarno. Kemudian diangkat menjadi istri oleh Presiden RI pertama tersebut. Tonichi pada saat itu terus meraup keuntungan di Jakarta hingga dijatuhkannya Soekarno.
Pengetahuan Zapetti mengenai seluk-beluk dunia hitam Roponggi dan Tokyo serta kedekatannya dengan para pelaku dan penguasa dunia bawah tanah tesebut membuatnya benar-benar serasa di rumah sendiri. Ia tercatat sebagai gaijin (orang asing) terkaya di Tokyo. Ia bahkan sempat ditahbiskan sebagai bos mafia Tokyo.
Zapetti memperoleh kekayaannya melalui kombinasi keterampilan bisnis dan kecerdikan kriminal.
Januari 1983, melalui proses naturalisasi, ia kemudian secara formal beralih menjadi warga negara Jepang, dan mengganti nama belakangnya dengan Nicola Kaizumi. Nama yang ternyata kemudian merubah peruntungannya.
Layaknya Déjà vu, kejayaannya yang dibangun dengan penipuan dan pemerasan, kejatuhan ekonominya pun terulang terhadap dirinya. Satu persatu, mimpi buruk seakan memburu Nick, yang kemudian menghitung mundur saat kehancurannya.
Ia pernah memiliki Sembilan restoran yang selalu penuh sesak dengan pembeli, kini yang dimilikinya hanya cabang Roppongi Crossing. (hlm. 336). Sisa kerajan Nicola's lainnya, termasuk bangunan kebanggaan lama di Gazembocho dan beberapa restoran yang lebih kecil yang tersebar di seluruh kota menjadi milik mantan rekanan Jepangnya Nihon Kotsu.
Pada 10 Juni 1992, di usia 71, ia meninggal dunia. Daftar kejahatan Nick dikirim ke seksi nonaktif di kantor Kepolisian Metropolitan Tokyo. Konon, kata perwakilan polisi, adalah daftar paling tebal yang pernah dikumpulkan dalam sejarah departemen itu bagi orang Amerika.
Buku ini lebih layak disebut buku sejarah, sejarah dunia bawah tanah Jepang, mengingat riset dan kerja keras penulisnya yang telah melakukan 200 wawancara dengan para partisipan, saksi mata dan pihak-pihak lain, untuk menggali berbagai informasi yang tersaji. Meski tokoh utama di dalamnya seorang gaijin bernama Nicola Zapetti, namun secara keseluruhan menceritakan Jepang masa dan pasca Pendudukan.
Buku yang akan segera diangkat menjadi film layar lebar ini, secara detail membongkar bagaimana cara-cara para yakuza, mafia Jepang, bekerja. Bukan hanya dalam bisnis gelap dan illegal namun kontribusi mereka juga dalam dunia politik dan proses pemilihan umum.
Judul Buku : Tokyo Underworld: Kisah Hidup Seorang Gangster Amerika di Jepang
Penulis : Robert Whiting
Penerjemah : Bima Bayusena
Penerbit : Kantera
Cetakan : Pertama, Maret 2010
Tebal : 500 halaman
www.mediabuku.com
0 komentar:
Posting Komentar