by: Damien Dematra
Sebagai salah satu anak panah Muhammadiyah, Syafii siap ditempatkan di daerah mana pun untuk mengabdi kepada tanah air. Ia ditugaskan untuk mengajar sekolah dasar di Lombok Timur, menjadi guru di sebuah desa yang sepi. Kehidupan yang sederhana ia jalani dengan sabar di daerah yang sangat indah itu. Namun kerinduan akan kampung halaman membuatnya pulang setelah lima tahun ia merantau. Selama di kampung, Pi''i---nama panggilan Syafii---menemukan bahwa takdirnya adalah untuk merantau dan mencari ilmu setinggi-tingginya. Ia pun kembali ke tanah Jawa untuk kuliah di Surakarta. Karena impitan ekonomi, Pi''i menjalani kuliah sambil bekerja. Ia melakoni pekerjaan apa saja yang halal. Ia pernah menjadi guru mengaji, tukang besi, penjaga toko kain, bahkan penjual ayam. Sementara itu, banyak perempuan tertarik pada ketampanan Pi''i. Sikap acuh tak acuhnya justru menjadi daya tarik bagi mereka. Bahkan sampai ada seorang perempuan yang begitu agresif sampai menimbulkan fitnah di kemudian hari. Namun Pii yang bertekad baja untuk berhasil tidak sedikit pun membuka hatinya. Sampai ia kemudian dijodohkan dengan anak saudagar kaya dari ranah Minang. Perjodohan itu pun berlanjut ke pernikahan. Setelah menikah, ternyata hidup tak menjadi lebih ramah. Kesulitan dan penderitaan bahkan sempat memisahkan Pi''i dari istri dan anaknya. Ketika hidup mulai terasa lebih mudah, sebuah berita mengejutkan telah menanti Pi''i di Padang.
www.mediabuku.com
0 komentar:
Posting Komentar