Minggu, 28 Juni 2009

[resensi buku] Petualangan Anak Setengah Dewa

TEMPO Interaktif, 07 Juni 2009

Alkisah, Percy Jackson menemui kesulitan memahami tujuan kenapa dia harus sekolah. Selain mengidap disleksia atau kesulitan memfokuskan perhatian, anak berusia 12 tahun itu hampir selalu dihantui pelbagai masalah ajaib yang tak bisa dia pahami.

Persoalan kemudian muncul. Percy selalu dianggap jadi biang kerok berbagai keributan di sekolahnya. Setelah dikeluarkan dari beberapa sekolah, Percy akhirnya terdampar di sekolah berasrama bagi anak-anak bermasalah.

Tapi saat Percy mulai menerima kondisinya sebagai anak yang terpinggirkan, masalah muncul lagi. Kali ini dalam sosok seorang guru matematika aneh bin ajaib yang tiba-tiba menyerangnya. Kejadian itu menjadi permulaan serangkaian peristiwa yang dihadapi Percy. Sebab, pelbagai peristiwa selanjutnya yang kian aneh dan menegangkan terus mengejarnya.

Hanya dalam hitungan hari, berbagai monster, seperti chimera, centaur, satir, dan moirae, juga dewa-dewi dari Gunung Olympus seolah berebutan keluar dari buku pelajaran sejarah Yunani milik Percy.

Selanjutnya, sebuah perjalanan yang dilakukan bersama ibu dan sahabatnya mengungkap siapa sebenarnya Percy. Bagaimana mitos bukanlah sekadar mitos. Mengapa air selalu menyelamatkan dan menyembuhkannya. Dan mimpi-mimpinya yang aneh tak pernah sekadar bunga tidur semata.

Atau para dewa Olympus tak pernah benar-benar lenyap, karena mereka dikisahkan sebagai makhluk abadi. Tapi versi kisah Percy, para dewa itu hanya berpindah markas ke Amerika, tepatnya di lantai 600 Empire State Building di Manhattan, yang kini menjadi pusat budaya Barat.

Lebih parah lagi, entah mengapa Percy sepertinya telah membuat beberapa di antara para dewa marah besar. Petir asli milik Dewa Zeus hilang dicuri dan Percy adalah tersangka utamanya. Percy dan dua orang kawannya hanya punya waktu 10 hari untuk mencari dan mengembalikan benda keramat tersebut serta mendamaikan kembali perang yang nyaris pecah di antara para dewa. Ternyata tantangannya jauh lebih berat daripada itu. Percy harus berhadapan dengan kekuatan mengerikan, yang bahkan lebih hebat dibandingkan dengan para dewa sendiri.

Dalam perjalanan menemukan petir Zeus itu, Percy semakin yakin bahwa apa yang dipelajarinya di kelas sejarah tak sia-sia. Bagaimana caranya mengalahkan minotour, si raksasa berkepala banteng, mengalahkan tiga setan erinyes, atau melumpuhkan Bibi Em, si pemilik pusat belanja taman patung yang tak lain adalah sang Medusa.

Membaca buku ini layaknya mendengar dongeng menjelang tidur. Atau, menyimak kisah-kisah mitologi Yunani yang disampaikan oleh guru sejarah, yang tahu benar bagaimana membuat cerita masa lalu bisa menarik di kuping anak-anak dan remaja masa kini.

Menyimak kisah demi kisah yang disampaikan penulis, layaknya menghadapi seorang guru sejarah yang sedang menyimpan jawaban di belakang kisahnya. Seperti ingin dikatakan, ilmu sejarah tak mesti tentang bagaimana menghafal tahun demi tahun dan mengaitkannya dengan peristiwa tertentu, yang acap menimbulkan satu pertanyaan di banyak kepala para murid, seperti Percy. \"Lalu hubungannya dengan masa kini apa? Memang kisah sejarah dipakai saat melamar pekerjaan?\" Padahal sejarah berfungsi ketika orang bisa memahami makna di balik peristiwa, bukan sekadar menghafalkannya.

Rick Riordan memang mantan guru bahasa Inggris dan sejarah selama 15 tahun di sekolah menengah negeri dan swasta di San Fransisco dan Texas, Amerika Serikat. Ini adalah buku fiksi fantasi pertama Riordan yang langsung meraih penghargaan New York Times Notable Book 2005.

Seperti Harry Potter dan Eragon, buku ini langsung disambut di dunia film. Twentieth Century Fox akan membuat versi layar lebarnya. Tapi sebenarnya The Lightning Thief ini baru seri pertama dari trilogi Percy Jackson. Dalam waktu dekat akan segera terbit lanjutan petualangan Percy, dalam The Sea of Monsters dan The Titan\\\'s Curse.

Percy Jackson dan Dewa-dewi Olimpia: The Lightning Thief
Pengarang: Rick Riordan
Penerbit: Mizan Fantasia, Desember 2008
Tebal: 455 halaman

UTAMI WIDOWATI


www.mediabuku.com

0 komentar: