Kamis, 28 Januari 2010

[resensi buku] Atlantis Itu Indonesia

Hendri F Isnaeni, Majalah Figur, Januari 2010

Atlantis yang dalam bahasa Yunani adalah Pulau Atlas merupakan pulau legendaris yang pertama kali disebut oleh Plato dalam buku Timaeus dan Critias. Dalam catatannya, Plato menulis bahwa Atlantis terhampar di seberang pilar-pilar Herkules, dan memiliki angkatan laut yang menaklukan Eropa Barat dan Afrika 9.000 tahun sebelum waktu Solon atau sekitar tahun 9500 SM. Setelah gagal menyerang Yunani, Atlantis tenggelam ke dalam samudra "hanya dalam waktu satu hari satu malam". Atlantis umumnya dianggap sebagai mitos yang dibuat oleh Plato untuk mengilustrasikan teori politik. Meskipun fungsi cerita Atlantis terlihat jelas oleh kebanyakan ahli, mereka memperdebatkan apakah dan seberapa banyak catatan Plato diilhami oleh tradisi yang lebih tua. Beberapa ahli mengatakan bahwa Plato menggambarkan kejadian yang telah berlalu, seperti letusan Thera atau perang Troya, sementara lainnya menyatakan bahwa ia terinspirasi dari peristiwa kontemporer seperti hancurnya Helike tahun 373 SM atau gagalnya invasi Athena ke Sisilia tahun 415-413 SM.

Masyarakat sering membicarakan keberadaan Atlantis selama Era Klasik, namun umumnya tidak mempercayainya dan terkadang menjadikannya bahan lelucon. Pada abad pertengahan, kisah Atlantis kurang diketahui dan diminati. Namun, pada era modern, cerita mengenai Atlantis mengemuka kembali. Deskripsi Plato menginspirasikan karya-karya penulis zaman Renaisans, seperti New Atlantis (1627) karya Francis Bacon. Atlantis juga mempengaruhi literatur modern, dari fiksi ilmiah, buku komik, hingga film. Namanya telah menjadi pameo untuk semua peradaban prasejarah yang maju (dan hilang).

Pertanyaannya dimanakah Atlantis tenggelam? Sejak Ignatius L. Donnelly, mempublikasikan karyanya Atlantis: the Antediluvian World (1882), usulan lokasi Atlantis bermunculan. Beberapa hipotesis merupakan hipotesis arkeologi atau ilmiah, sementara lainnya berdasarkan fisika atau lainnya. Banyak tempat usulan yang memiliki kemiripan karakteristik dengan kisah Atlantis (air, bencana besar, periode waktu yang relevan), tetapi tidak ada yang berhasil dibuktikan sebagai kisah sejarah Atlantis yang sesungguhnya. Dari sekian banyak daerah yang diusulkan sebagai lokasi Atlantis, salah satunya Indonesia. Antarktika, Indonesia, di bawah segitiga Bermuda disebut Bill Hanson dalam The Atlantis Triangle (2003).

Ilmuwan yang yakin bahwa Atlantis berada di Indonesia adalah Prof. Arysio Santos. Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun, Geolog dan Fisikawan Nuklir Brasil ini menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitive Localization of Plato''s Lost Civilization (2005) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Penerbit Ufuk Publishing House. Santos memastikan kepada dunia bahwa situs Atlantis adalah Indonesia. Ciri-ciri Atlantis yang dicatat Plato dalam dua dialognya berjudul Timaeus dan Critias, secara mengejutkan, sangat cocok dengan kondisi geografis Indonesia.

Menurut Santos, Atlantis adalah negeri tropis berlimpah mineral dan kekayaan hayati. Namun kemudian, segala kemewahan itu lenyap, tersapu bencana mahabesar yang memisahkan Jawa dari Sumatra, menenggelamkan lebih dari separuh wilayah Nusantara. Gunung Berapi Krakatau menjadi sumber bencana global tersebut (diperkirakan terjadi 11.600 tahun yang lalu). la meletus, menimbulkan rentetan gempa dan tsunami mahadahsyat, seratus kali lebih besar dari bencana Aceh 2004, yang pada puncaknya mengakhiri Zaman Es. Beberapa kitab suci menyebut bencana itu sebagai "Banjir Semesta". Santos juga mengungkapkan fakta bahwa Atlantis adalah tempat ilmu dan penemuan besar manusia muncul kali pertama (budaya bercocok tanam, bahasa, metalurgi, astronomi, seni, dll.); dan peradaban-peradaban sesudahnya (Yunani, Mesir, Maya, Aztec, Inca, dll.) sesungguhnya dibangun oleh bangsa Indonesia, yang mengungsi dari bencana, dan mewariskan pengetahuannya ke negeri baru mereka; sehingga ada banyak persamaan budaya dan arsitektur di setiap peradaban (teori difusi budaya).

Dalam banyak hal, buku ini berhasil mengkonfirmasi kebenaran kitab suci dan mitologi, mengawinkan sains dan agama. (Hena)


www.mediabuku.com

0 komentar: