Senin, 08 Juni 2009

[resensi buku] Cerita 84 Hari Tanpa Ikan

Oleh Eldani N.L.

Lelaki Tua dan Laut (The Old Man and The Sea) adalah kisah nelayan tua asal Kuba yang berjuang di tengah lautan seorang diri melawan ganasnya ikan marlin raksasa.
Cerita diawali ketika si nelayan tua telah 84 hari melaut tanpa hasil, alias tanpa mendapat seekor ikan pun.

Lelaki tua itu pun kembali merapat ke pantai dan pulang ke gubuk tuanya, ia tak disambut siapa-siapa. Ia memang mempunyai istri, tapi istrinya telah meninggal dunia, dan sedihnya lagi, ia tak punya satu pun anak.
Dia menduda dan sebatang kara dalam usia tuanya.

Atas rekor 84 hari tanpa ikan, ia diolok-olok oleh sesama teman nelayannya. Tapi sebagian yang lain merasa bersimpati dan berusaha menghiburnya.

Di gubuk reyot milik si lelaki tua, seorang anak lelaki datang berkunjung. Si anak lelaki itu bernama Manolin. Ia adalah anak didik Santiago, si nelayan tua yang sedang kita perbincangkan, sekaligus ceesnya dalam melaut mencari ikan.


Si anak lelaki itu sudah pernah melaut bersama Santiago, tapi kemudian ia dilarang oleh orangtuanya dan ia disuruh melaut bersama nelayan lain. Alasannya, melaut bersama Santiago tidak membawa hasil dan malah membawa sial.


Lihatlah si tua Santiago, ia melaut dan pulang tak membawa apa-apa. Sungguh menyedihkan bagi orang tua yang tak punya siapa-siapa dan papa itu.
Dia hanya punya Manolin, anak didiknya yang sering berkunjung ke gubuk reyotnya, yang biasanya akan membawakan Santiago kopi dan makanan.

Dalam hati terdalamnya, Manolin sangat bersimpati pada lelaki tua itu dan ingin melaut bersamanya lagi, kelak. Di gubuk reyot itu, lelaki tua dan si anak lelaki sering mengobrolkan liga bisbol Amerika. Si lelaki tua adalah penggemar berat DiMaggio, pemain New York Yankees. Mereka berdua sangat antusias jika sudah mengobrolkan bisbol, mulai dari pemain-pemainnya, para pelatih, klub-klub yang berlaga, dan lainnya.

Perbincangan bisbol itu hebatnya dilakukan saat mereka sama sekali tidak sedang mendengarkan radio pertandingan bisbol ataupun menontonnya di televisi, obrolan tentang bisbol itu mengalir hanya lewat koran. Dan si lelaki tua biasa menggunakan koran tersebut sebagai alas tidurnya.

Sebelum keduanya berangkat tidur, Santiago si lelaki tua berkata pada Manolin bahwa ia akan pergi jauh, jauh ke tengah laut untuk mencari banyak ikan. Dan ia yakin kali ini ia akan mendapat tangkapan yang banyak, melebihi nelayan-nelayan lainnya.

Dan petualangan sesungguhnya dari si lelaki tua itu berlangsung keesokannya, pada hari ke-85. Di pagi buta itu ia melaut, lagi-lagi seorang diri, diantar oleh si anak lelaki.

Singkat cerita, si lelaki tua berhasil mendapatkan ikan buruannya. Kali ini umpannya dimakan oleh sesuatu yang besar, ikan yang sangat besar, pikirnya. Ia berusaha sekuat tenaga menjaga buruannya itu agar tidak lepas. Dengan mengerahkan seluruh tenaga, dengan menggunakan bahu tuanya dan tangan keriputnya, sehari semalam ia menjaga buruannya itu. Dan entah untuk berapa malam lagi ia bisa menahan ikan besar itu agar tidak lolos. Karena kalau tak hati-hati menjaga posisi-posisi tertentu dalam menjerat ikan, maka salah sedikit saja bisa mengakibatkan ikan akan berontak dan akhirnya bisa melepaskan diri dari jeratan kail yang mengekangnya.

Maka ia pun dengan sekuat tenaga melawan rasa jenuh, melawan teriknya matahari, menahan dinginnya malam, melawan kantuk, bahkan menahan rasa sakit yang diderita karena luka-luka pada tangan, jemari, bahu, dan pegal-pegal pada sekujur tubuh, beratnya kepala, serta rasa pesimis yang sesekali melanda jika ia sampai kehilangan ikan raksasa tangkapannya––ikan yang ukurannya dua kali lebih besar daripada perahu si lelaki tua!

Berkali-kali si lelaki tua berdarah karena ikan raksasa itu memberontak, dan berkali-kali pula pikirannya nyaris putus asa. Tapi berkali-kali pula ia berhasil membunuh rasa putus asanya dengan cara berbicara keras-keras di atas perairan laut luas. Ia berbincang dengan burung-burung, lumba-lumba, pesawat terbang yang melintas, ikan-ikan terbang, dan apa saja yang ditemuinya selama mempertahankan ikan raksasa buruannya.

Ia selalu teringat-ingat pada Manolin: Andai saja ada Manolin bersamanya, maka penderitaan yang dialaminya ini bisa berkurang sedikit, dan ia jadi punya semangat, serta tak perlu berbicara sendirian seperti orang gila.

Bertarung melawan marlin raksasa di tengah laut seorang diri dan di tengah ketidakpastian mendapatkan buruan membuatnya jengah, frustrasi, dan hampir membuatnya gila. Tapi untungnya ia masih punya tekad: ia bertekad bisa menepati janjinya pada Manolin bahwa ia akan jadi nelayan yang paling beruntung––dengan membawa pulang hasil tangkapan yang tak akan pernah diduga banyak orang, dan belum pernah ada nelayan yang berhasil menangkap ikan sebegitu besar itu seorang diri dan dengan peralatan yang seadanya pula.

***

Novel klasik karya Ernest Hemingway ini sangat menarik karena ceritanya yang inspiratif dan menggugah, mengajarkan kita betapa kesabaran, ketabahan, dan kegigihan dalam mengarungi cobaan hidup tak akan berakhir sia-sia.

Novel ini meraih Pulitzer pada tahun 1953, dan tahun berikutnya mengantarkan Hemingway memperoleh Nobel Sastra, yang salah satu faktornya adalah karena keberhasilan Hemingway memaparkan narasinya dalam The Old Man and the Sea dengan sangat baik dan indah.

Novel ini juga mendapatkan Award of Merit Medal dari American Academy of Letters, dan sukses pula menjadi novel best-seller. Karena kepopulerannya, novel yang menyentuh ini berkali-kali diadaptasi ke dalam film, animasi, serial tv, dan lainnya.

oleh Eldani N.L.

DATA BUKU
Judul: Lelaki Tua dan Laut (The Old Man and the Sea)
Pengarang: Ernest Hemingway
Penerjemah: Yuni K. Pramudhaningrat
Penerbit: Serambi
Cetakan 1, Mei 2009
148 halaman

Sumber: Serambi



www.dinamikaebooks.com

0 komentar: