Sabtu, 29 Agustus 2009

[resensi buku] Meluruskan Sejarah Yang Bengkok

Muhammad Mishbah, Seputar Indonesia, Agustus 2009

Lagu Let it be milik The Beatles dalam salah satu liriknya tertulis "and when the night is cloudy, there''s stil laligh ttha tshine son me, shine unti l tomorrow, let it be." Lirik tersebut sederhana tapi mengandung makna yang sangat dalam: segala sesuatu yang telah terjadi biarlah terjadi. Lirik ini mengingatkan kita akan manusia yang penuh dengan keterbatasan. Manusia selalu menginginkan peran lebih dalam mengatur kehidupan ataupun kendali atas kondisi-kondisi yang terkait dengannya.

Akan tetapi, seperti yang sering kita rasakan juga, sering takdir berkata lain. Apa yang telah kita rencanakan dapat berubah 180 derajat hanya dalam hitungan detik. Apa yang telah kita raih dapat dengan mudah hilang sekejap mata. Apa yang dapat kita lakukan setelah itu ? Let it be. Begitu kata The Beatles. Lirik tersebut juga memiliki muatan filosofis yang dalam, berupa pengakuan keterbatasan meskipun telah semua dilakukan, atau dalam tradisi filsafat Jawa keharusan mengakui keterbatasan dan pasrah atas apa yang diterima, nrimo ing pandum.

Keterbatasan (limitation) selalu digunakan manusia untuk menoleransi segala bentuk perasaan yang sebenarnya mengganggu dirinya yang kemudian masuk dan menggerogoti sisi-sisi kearifan. Contoh mudah ketika kita putus cinta, menyadari bahwa sang kekasih tidak dapat menerima kita apa adanya, kita hanya terdiam dan menyesali kekurangan yang kita miliki. Pikiran kita atau lebih tepat dikatakan asumsi telah mengondisikan jiwa kita untuk menganggap bahwa kita memang benar- benar terbatas.

Kenyataan bahwa manusia memiliki keterbatasan adalah benar. Namun, argumentasi yang menyatakan bahwa manusia memiliki cara yang tidak terbatas untuk mengatasi keterbatasan tidak dapat dianggap salah. Hal inilah yang diangkat oleh Hale Dwoskin di dalam bukunya The Sedona Method. Dwoskin berpendapat bahwa sesungguhnya manusia dapat dengan mudah melewati berbagai keterbatasan yang dimilikinya dengan sebuah kata kunci letting go (melepaskan). Berbeda dengan The Beatles yangmenawarkan let it be (biarkanlah), Dwoskin memberikan let it go (lepaskanlah).

Konsep "melepaskan" merupakan inti dari Metode Sedona (The Sedona Method). Metode Sedona adalah sebuah metode praktis untuk melepaskan perasaan-perasaan dalam jiwa yang bersifat memberatkan, menghambat, membingungkan, ataupun segala rasa yang tidak baik bagi si pemilik perasaan. Metode Sedona akan membukakan pintu-pintu kebahagiaan tanpa batas (unlimited) dan seperti yang dikatakan Dwoskin di dalam pendahuluannya (hlm xx), "menjadikan kita sebagai seorang penemu spiritual, bukannya pencari spiritual". Dengan cara "melepaskan", kita akan terbebas dari belenggu pikiran dan emosi. Di dalam praktiknya, "melepaskan" tidak sesulit bermain catur. Bahkan, kalau boleh dibilang, inilah cara termudah dalam meraih kebebasan. Terdapat lima buah pertanyaan inti yang menjadi kunci dari "melepaskan". Pertama, apa yang kita rasakan saat ini? Kedua, bisakah kita menerima perasaan ini? Ketiga, bisakah kita melepaskannya? Keempat, bersediakah kita melepaskannya? Kelima, kapan?

Manusia memiliki empat keinginan dasar yang hadir di bawah pikiran-pikiran emosi, keyakinan, sikap, dan perilaku. Keinginan-keinginan itu antara lain keinginan untuk mengendalikan, keinginan atas pengakuan, keinginan rasa aman, serta keinginan untuk menjadi terpisah. Proses pelepasan terhadap keempat keinginan dasar ini akan membantu kita menuju kebahagiaan sejati, rasa bebas yang sebebas-bebasnya. Terdapat sebuah kenyat aan bahwa proses pelepasan salah satu keinginan dasar ini berarti juga melepaskan keinginan yang berlawanan terhadapnya." Seperti melempar koin, Anda tidak dapat melempar ke udara kecuali Anda melambungkan kedua mata koin bersama-sama"(hlml57).

Metode Sedona juga digunakan untuk melepaskan kebiasaan-kebiasaan buruk yang kita lakukan. Sebagai contoh, seandainya kita ingin keluar dari kebiasaan merokok, biasanya, kita bertekad "saya tidak akan pernah merokok lagi". Kenyataannya, komitmen ini hanya akan bertahan satu dua hari. Dengan Metode Sedona, kita menegaskan tekad yang sedikit lain, "saya akan merokok, tetapi saya akan melakukan pelepasan terlebih dahulu". Begitulah. Kita harus melepas perasaan untuk melakukan kebiasaan buruk itu terlebih dahulu. Alasannya, karena semua pola kebiasaan dalam diri kita terkunci di dalam pola perasaan. Jadi, jika kita melepaskan perasaan, kita membebaskan pendorong terjadinya kebiasaan tersebut.

The Sedona Method sangat praktis dan menyerupai buku panduan dasar-dasar Metode Sedona. Artinya, jika ingin "mencicipi" dasar-dasar Metode Sedona, pembaca dapat secara langsung berpraktik berdasarkan buku ini tanpa perlu mengikuti training khusus yang secara resmi diadakan Sedona Training Associates, sebuah lembaga resmi yang dipimpin oleh Hale Dwoskin dan berfungsi sebagai tempat mengajarkan Metode Sedona.

Lebih dalam lagi, buku ini juga membahas konsep, latar belakang, manf aat, tujuan, serta filosofi dari Metode Sedona. Ini merupakan kelebihan yang membuat buku ini istimewa.Selain itu, kisah-kisah nyata yang diselipkan juga dapat membantu pembaca memahami teori-teori yang diberikan secara lebih menyeluruh. Kekurangan buku ini terletak pada penggunaan beberapa kalimat yang agak "berputar-putar" sehingga memerlukan konsentrasi tersendiri untuk memahaminya.(*)

Muhammad Mishbah.
Peneliti di Pusat Kajian Strategik dan Pertahanan (CSDS), PascasarjanaUl


www.mediabuku.com

0 komentar: