Nur Mursidi, Majalah Anggun edisi 8/II/Sep 09
Lahir dengan kondisi fisik catat, bagi sebagian besar orang, pasti akan dianggap sebagai kutukan. Pasalnya kecatatan fisik itu dianggap sebagai penghalang untuk meraih kesuksesan hidup. Apa yang bisa dilakukan orang normal, bisa jadi tidak bisa ia lakukan. Alhasil, orang yang lahir dalam keadaan cacat itu pun kemudian lebih mengutuk dirinya daripada mensyukuri apa bisa ia lakukan.
Tapi, bagi Lena Maria tidak demikian. Wanita luar biasa ini ternyata bisa sukses menjadi pemenang 4 medali emas dan bisa hidup mandiri sebagaimana orang normal, meski ia terlahir tanpa tangan dan hanya memiliki satu kaki yang tumbuh normal, sebab kaki kiri hanya tumbuh setengah kaki kanan. Kekuatan apa di balik semua itu, sehingga Lena bisa mengukir prestasi gemilang meski fisiknya cacat?
"Aku lebih suka mensyukuri apa yang bisa aku lakukan, bukannya meratapi apa yang tak bisa kulakukan," demikian pengakuan jujur Lena --sebagaimana diungkapkan buku Footnotes: Hidup Tanpa Batas ini. Di samping itu, Lena juga tak pernah menyesali keadaan dirinya yang lahir tidak normal, melainkan merasa hidup sebagaimana orang normal. Tak mustahil, jika Lena kemudian menjalani hidup dengan senang dan mandiri.
Memang, saat Lena lahir ke dunia, orangtuanya sempat dihadapkan keprihatinan karena menjumpai sang buah hati lahir cacat. Tetapi, itu tidak berlangsung lama karena orangtua Lena kemudian memutuskan untuk bersikap bijak; ia tidak menitipkan Lena di institusi khusus untuk anak-anak cacat melainkan mengasuk sendiri Lena dengan kasih sayang, perhatian penuh dan mengembangkan bakat yang dimiliki Lena.
Tak salah jika Lena menceritakan bahwa masa kecilnya dilewati dengan bahagia, merasa aman, dan selalu melihat masa depan dengan tanpa melihat kekurangan yang ia miliki karena orangtua Lena selalu menekankan, "Kelebihanku dilihat dari jiwaku dan bukan dari penampilanku." Semua faktor itulah, yang pada akhirnya mengantarkan Lina selalu positif dalam menjalani hidup; tidak minder, menjalani sekolah denganmandiri dan kemudian meraih prestasi cemerlang.
Berkat latihan renang yang diberikan oleh orangtuanya saat Lina berusia 3 tahun pada akhirnya, Lina terpilih sebagai wakil kelas dalam lomba renang. Umur 18 tahun, ia memenangkan tiga medali perak, dan itu mengantarnya menjadi atket nasional Swedia. Karier puncak Lena, adalah ketika ia mengikuti Paralympic Games 1988 di Seoul, Korea Selatan.
Selain renang, Lena juga menekuni bidang lain. Ia bisa bermain piano, menyetir mobil, menulis, menyulam, memasak, melukis dan aktivitas lain seperti yang dilakukan orang normal. Dalam bidang musik, Lena sudah melakukan konser di sejumlah negara dan bahkan sudah merilis 15 album.
Buku yang bisa disebut sebuah momoir ini tak bisa disangkal, cukup menyentuh hati. Ditulis dengan runtut, mulai dari Lena kecil, remaja bahkan masa memprihatinkan yang harus dilalui Lena, dapat dipastikan jika buku ini akan memberikan inspirasi pada pembaca. Pasalnya, Lina yang lahir catat saja bisa sukses mengukir prestasi gemilang, bagaimana dengan pembaca.
Di sisi lain, buku ini juga layak dibaca para orangtua sebab buku ini memberikan pelajaran penting dalam mendidik anak. Karena buku ini, memberikan kiat, pengalaman dan bentuk kasih sayang dalam mendidik anak cacat. Karena bagiamana pun anak cacat itu tetaplah manusia, yang tak harus dikutuk melainkan sudah semestinya diberi perhatian dan kasih sayang.
Lahir dengan kondisi fisik catat, bagi sebagian besar orang, pasti akan dianggap sebagai kutukan. Pasalnya kecatatan fisik itu dianggap sebagai penghalang untuk meraih kesuksesan hidup. Apa yang bisa dilakukan orang normal, bisa jadi tidak bisa ia lakukan. Alhasil, orang yang lahir dalam keadaan cacat itu pun kemudian lebih mengutuk dirinya daripada mensyukuri apa bisa ia lakukan.
Tapi, bagi Lena Maria tidak demikian. Wanita luar biasa ini ternyata bisa sukses menjadi pemenang 4 medali emas dan bisa hidup mandiri sebagaimana orang normal, meski ia terlahir tanpa tangan dan hanya memiliki satu kaki yang tumbuh normal, sebab kaki kiri hanya tumbuh setengah kaki kanan. Kekuatan apa di balik semua itu, sehingga Lena bisa mengukir prestasi gemilang meski fisiknya cacat?
"Aku lebih suka mensyukuri apa yang bisa aku lakukan, bukannya meratapi apa yang tak bisa kulakukan," demikian pengakuan jujur Lena --sebagaimana diungkapkan buku Footnotes: Hidup Tanpa Batas ini. Di samping itu, Lena juga tak pernah menyesali keadaan dirinya yang lahir tidak normal, melainkan merasa hidup sebagaimana orang normal. Tak mustahil, jika Lena kemudian menjalani hidup dengan senang dan mandiri.
Memang, saat Lena lahir ke dunia, orangtuanya sempat dihadapkan keprihatinan karena menjumpai sang buah hati lahir cacat. Tetapi, itu tidak berlangsung lama karena orangtua Lena kemudian memutuskan untuk bersikap bijak; ia tidak menitipkan Lena di institusi khusus untuk anak-anak cacat melainkan mengasuk sendiri Lena dengan kasih sayang, perhatian penuh dan mengembangkan bakat yang dimiliki Lena.
Tak salah jika Lena menceritakan bahwa masa kecilnya dilewati dengan bahagia, merasa aman, dan selalu melihat masa depan dengan tanpa melihat kekurangan yang ia miliki karena orangtua Lena selalu menekankan, "Kelebihanku dilihat dari jiwaku dan bukan dari penampilanku." Semua faktor itulah, yang pada akhirnya mengantarkan Lina selalu positif dalam menjalani hidup; tidak minder, menjalani sekolah denganmandiri dan kemudian meraih prestasi cemerlang.
Berkat latihan renang yang diberikan oleh orangtuanya saat Lina berusia 3 tahun pada akhirnya, Lina terpilih sebagai wakil kelas dalam lomba renang. Umur 18 tahun, ia memenangkan tiga medali perak, dan itu mengantarnya menjadi atket nasional Swedia. Karier puncak Lena, adalah ketika ia mengikuti Paralympic Games 1988 di Seoul, Korea Selatan.
Selain renang, Lena juga menekuni bidang lain. Ia bisa bermain piano, menyetir mobil, menulis, menyulam, memasak, melukis dan aktivitas lain seperti yang dilakukan orang normal. Dalam bidang musik, Lena sudah melakukan konser di sejumlah negara dan bahkan sudah merilis 15 album.
Buku yang bisa disebut sebuah momoir ini tak bisa disangkal, cukup menyentuh hati. Ditulis dengan runtut, mulai dari Lena kecil, remaja bahkan masa memprihatinkan yang harus dilalui Lena, dapat dipastikan jika buku ini akan memberikan inspirasi pada pembaca. Pasalnya, Lina yang lahir catat saja bisa sukses mengukir prestasi gemilang, bagaimana dengan pembaca.
Di sisi lain, buku ini juga layak dibaca para orangtua sebab buku ini memberikan pelajaran penting dalam mendidik anak. Karena buku ini, memberikan kiat, pengalaman dan bentuk kasih sayang dalam mendidik anak cacat. Karena bagiamana pun anak cacat itu tetaplah manusia, yang tak harus dikutuk melainkan sudah semestinya diberi perhatian dan kasih sayang.
(n. mursidi, peresensi buku tinggal di Ciputat Tangerang)
Judul : Footnotes: Hidup Tanpa Batas
Penulis : Lina Maria
Penerbit : Dastan, Jakarta
Cetakan : Pertama, Mei 2009
Tebal buku : 248 halaman
Penulis : Lina Maria
Penerbit : Dastan, Jakarta
Cetakan : Pertama, Mei 2009
Tebal buku : 248 halaman
www.mediabuku.com
0 komentar:
Posting Komentar