Koran Jakarta, Sabtu, 15 Agustus 2009
Peledakan bom kembar di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, pada 17 juli 2009, seakan mengoyak kedamaian setelah tiga tahun kita tak lagi diusik aksi terorisme. Peledakan di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton yang terkenal ketat sistem keamanannya menjadi bukti betapa rapuhnya Indonesia menghadapi aksi terorisme
Beberapa hari berselang, Polri meyakini aksi itu dilakukan kelompok Noordin M Top yang selama ini buron. Pertanyaan pun menyeruak, kenapa teroris asal Malaysia itu sangat sulit ditangkap?
Dalam buku Memberantas Terorisme, Memburu Noordin M Topi, Nasir Abas, mantan Ketua Mantiqah Tsalis (III) Jemaah Islamiyah (JI), organisasi yang kerap dituding sebagai dalang terorisme di Asia Tenggara, mencoba membeberkan sisi-sisi kehidupan Noordin beserta ideologinya. Nasir adalah bekas instruktur Noordin. Selama dua tahun, Nasir membimbing Noordin di kamp-kamp pelatihan mujahid Afghanistan maupun Mindanao, Filipina.
Buku ini melengkapi dua karyanya yang telah terbit sebelumnya, yakni Membongkar Jamaah Islamiyah: Pengakuan Mantan Anggota JI (Grafindo Khazanah Ilmu, 2005), dan Melawan Aksi Bom Imam Samudra dan Noordin M Top (Grafindo Khazanah Ilmu, 2007).
Nasir membagi buku ini menjadi tiga bagian. Bagian pertama mengupas tentang jihad, bom bunuh diri, dan terorisme. Dalam bagian ini, penulis ingin meluruskan konsep dan pengertian jihad yang selama ini "dibajak" kelompok teroris sebagai dalih untuk melakukan aksi kekerasan. Nasir menegaskan bom bunuh diri bukanlah bentuk jihad.
Bagian kedua mendedahkan tentang penyimpangan paham pelaku aksi kekerasan. Nasir mengajak pembaca untuk mengenali dalih-dalih sesat yang dilakukan pelaku teror dalam menjustifikasi aksinya. Menurut Nasir, seorang yang setuju dengan terorisme biasa bersikap mengafiran Muslim yang tidak sejalan dengan sikapnya, memerangi kafir (nonmuslim), menyetujui fatwa jihad Usamah bin Ladin yang menyesatkan, berbohong, dan menyelewengkan makna hijrah.
Bagian ketiga, Nasir menggambarkan Noordin sebagai dalang teror dan pemikiran sesatnya. Nasir menegaskan bahwa Noordin akan terus melakukan rekrutmen anggota baru untuk melakukan aksi-aksi bom dan teror di Indonesia. Paham kekerasan ala Noordin akan terus ada selama ada celah yang memungkinkan hal itu berkembang.
Bagaimana Noordin merekrut anggota baru? Nasir menegaskan Noordin bukan bagian dari JI. Dia membentuk kelompok sempalan yang mungkin sebagian anggotanya mantan aktivis JI. Menurut Nasir, kelompok ini selalu menerima orang yang direkomendasikan dari anggotanya sendiri yang dipercaya dan bukan mengambil sembarang orang di pinggir jalan. Pelaku bom Bali (2002), Iqbal, diperkenalkan kelompok Imam Samudra, sedangkan Isa dibawa Dul Matin.
Jaringan ini dibangun oleh pengikut Noordin tanpa nama kelompok yang tetap. Seleksi dimulai dari informasi para pengikutnya tentang teman-teman mereka yang dapat dipercaya. Dari sekian yang direkomendasikan pasti ada satu atau dua yang siap menjadi pelindung, pembantu, pencari dana, dan menjadi "pengantin".
Maka, jika ada yang bertanya mengapa banyak orang Jawa yang terlibat jaringan Noordin, jawabannya adalah yang pertama melindungi Noordin dari suku Jawa maka otomatis rekomendasinya sebagian besar dari suku yang sama.
Noordin memiliki talenta diplomasi dan diplomasi. Dia bisa memengaruhi orang kurang dari lima menit. Gaya bicaranya yang karismatik mampu membuat pendukungnya terpesona. Ketegasannya menyebabkan semangat para pengikutnya untuk siap berkorban jiwa, harta, dan meninggalkan keluarga. Selama masih ada orang yang percaya dengan paham Usamah bin Ladin yang membolehkan membunuh warga sipil maka selama itu akan ada orang yang secara diam-diam menjadi simpatisan dan pendukung Noordin.
Buku ini memang bukan referensi ilmiah tentang terorisme karena pemaparannya dilakukan secara apa adanya berdasarkan pengalaman penulis yang pernah mengenal mastermind pelaku teror secara personal. Tapi, dengan membaca buku ini kita akan menjadi awas dan waspada untuk mengenali ciri-ciri seseorang yang diduga sebagai pelaku teroris. Kewaspadaan itulah yang akan menyelamatkan lingkungan kita dari aksi-aksi terorisme.
Beberapa hari berselang, Polri meyakini aksi itu dilakukan kelompok Noordin M Top yang selama ini buron. Pertanyaan pun menyeruak, kenapa teroris asal Malaysia itu sangat sulit ditangkap?
Dalam buku Memberantas Terorisme, Memburu Noordin M Topi, Nasir Abas, mantan Ketua Mantiqah Tsalis (III) Jemaah Islamiyah (JI), organisasi yang kerap dituding sebagai dalang terorisme di Asia Tenggara, mencoba membeberkan sisi-sisi kehidupan Noordin beserta ideologinya. Nasir adalah bekas instruktur Noordin. Selama dua tahun, Nasir membimbing Noordin di kamp-kamp pelatihan mujahid Afghanistan maupun Mindanao, Filipina.
Buku ini melengkapi dua karyanya yang telah terbit sebelumnya, yakni Membongkar Jamaah Islamiyah: Pengakuan Mantan Anggota JI (Grafindo Khazanah Ilmu, 2005), dan Melawan Aksi Bom Imam Samudra dan Noordin M Top (Grafindo Khazanah Ilmu, 2007).
Nasir membagi buku ini menjadi tiga bagian. Bagian pertama mengupas tentang jihad, bom bunuh diri, dan terorisme. Dalam bagian ini, penulis ingin meluruskan konsep dan pengertian jihad yang selama ini "dibajak" kelompok teroris sebagai dalih untuk melakukan aksi kekerasan. Nasir menegaskan bom bunuh diri bukanlah bentuk jihad.
Bagian kedua mendedahkan tentang penyimpangan paham pelaku aksi kekerasan. Nasir mengajak pembaca untuk mengenali dalih-dalih sesat yang dilakukan pelaku teror dalam menjustifikasi aksinya. Menurut Nasir, seorang yang setuju dengan terorisme biasa bersikap mengafiran Muslim yang tidak sejalan dengan sikapnya, memerangi kafir (nonmuslim), menyetujui fatwa jihad Usamah bin Ladin yang menyesatkan, berbohong, dan menyelewengkan makna hijrah.
Bagian ketiga, Nasir menggambarkan Noordin sebagai dalang teror dan pemikiran sesatnya. Nasir menegaskan bahwa Noordin akan terus melakukan rekrutmen anggota baru untuk melakukan aksi-aksi bom dan teror di Indonesia. Paham kekerasan ala Noordin akan terus ada selama ada celah yang memungkinkan hal itu berkembang.
Bagaimana Noordin merekrut anggota baru? Nasir menegaskan Noordin bukan bagian dari JI. Dia membentuk kelompok sempalan yang mungkin sebagian anggotanya mantan aktivis JI. Menurut Nasir, kelompok ini selalu menerima orang yang direkomendasikan dari anggotanya sendiri yang dipercaya dan bukan mengambil sembarang orang di pinggir jalan. Pelaku bom Bali (2002), Iqbal, diperkenalkan kelompok Imam Samudra, sedangkan Isa dibawa Dul Matin.
Jaringan ini dibangun oleh pengikut Noordin tanpa nama kelompok yang tetap. Seleksi dimulai dari informasi para pengikutnya tentang teman-teman mereka yang dapat dipercaya. Dari sekian yang direkomendasikan pasti ada satu atau dua yang siap menjadi pelindung, pembantu, pencari dana, dan menjadi "pengantin".
Maka, jika ada yang bertanya mengapa banyak orang Jawa yang terlibat jaringan Noordin, jawabannya adalah yang pertama melindungi Noordin dari suku Jawa maka otomatis rekomendasinya sebagian besar dari suku yang sama.
Noordin memiliki talenta diplomasi dan diplomasi. Dia bisa memengaruhi orang kurang dari lima menit. Gaya bicaranya yang karismatik mampu membuat pendukungnya terpesona. Ketegasannya menyebabkan semangat para pengikutnya untuk siap berkorban jiwa, harta, dan meninggalkan keluarga. Selama masih ada orang yang percaya dengan paham Usamah bin Ladin yang membolehkan membunuh warga sipil maka selama itu akan ada orang yang secara diam-diam menjadi simpatisan dan pendukung Noordin.
Buku ini memang bukan referensi ilmiah tentang terorisme karena pemaparannya dilakukan secara apa adanya berdasarkan pengalaman penulis yang pernah mengenal mastermind pelaku teror secara personal. Tapi, dengan membaca buku ini kita akan menjadi awas dan waspada untuk mengenali ciri-ciri seseorang yang diduga sebagai pelaku teroris. Kewaspadaan itulah yang akan menyelamatkan lingkungan kita dari aksi-aksi terorisme.
* Warso
www.mediabuku.com
0 komentar:
Posting Komentar