Jawa Pos, Minggu, 29 Maret 2009
Alkisah, ada dua orang profesor yang sedang berdebat panjang lebar tentang ilmu mereka. Satu sama lain berusaha mengungguli dan menjadi pemenang dalam debat tersebut. Salah satu profesor menyatakan, \"Saya sudah tahu banyak hal dalam hidup ini, sudah membaca sekian banyak teori dan buku. Jadi saya tahu semuanya.\" Profesor yang satunya tidak mau kalah dan menyatakan hal yang sama.
Salah satu profesor tadi tinggalnya di seberang sungai. Seperti biasa ketika mau pulang, profesor tadi selalu minta bantuan si tukang perahu. Ketika mau naik perahu, profesor tadi dengan sombong bilang, \"Coba tanya apa saja pasti saya akan jawab karena saya tahu semuanya...!\" Namanya juga tukang perahu bodoh yang tidak berpendidikan dan tidak punya pengetahuan, ia asal saja bertanya, \"Profesor tahu tentang ilmu berenang?\" \"Wow, tahu dong!\" jawab sang profesor dan menerangkan banyak hal tentang bagaimana ilmu berenang. Sepertinya, semua teori berenang yang ia kuasai sudah disampaikan ke tukang perahu.
Nah, ketika sang profesor sedang menjelaskan semuanya, tiba-tiba badai datang yang mengakibatkan perahu yang ditumpanginya terbalik. Si profesor itu tenggelam dan megap-megap. Dia meminta tolong pada si tukang perahu yang dianggap bodoh tersebut. Si tukang perahu pun menolong sang profesor yang tidak bisa berenang, meski mengaku tahu semua tentang teori berenang.
Ilustrasi cerita di atas menggambarkan dengan jelas betapa antara TAHU dan BISA sangat jelas perbedaannya. Hal itu dijelaskan secara gamblang oleh Bob Sadino dalam buku Bob Sadino: Mereka Bilang Saya Gila!
Sekilas, membaca buku ini terasa aroma Bob Sadino yang selama ini kita kenal sebagai entrepreneur nyentrik. Ciri khas itu selalu ditampilkan dengan celana pendek jins-nya yang selalu dikenakan ke mana saja Bob beraktivitas dan menemui tamu-tamunya. Tak jarang penampilannya itu memunculkan keheranan banyak orang yang melihatnya. Seperti terlihat dalam lampiran buku ini (hlm. 178-199).
Buku yang ditulis secara apik oleh Edy Zaqeus ini benar-benar menceritakan sosok Bob Sadino sebagai entrepreneur sejati. Bahkan saya menyebutnya Bob adalah begawan entrepreneur Indonesia. Jiwa entrepreneurship Bob sudah mulai tampak ketika dia lulus SMA pada 1953 (umur 20 tahun). Saat itu Bob merasa gelisah karena bekerja pada orang lain (Unilever dan Djakarta Llyod) yang membuatnya tidak merasakan kebebasan dalam berkarya.
Pertentangan batin itu membuat Bob Sadino muda memutuskan keluar dari perusahaannya dan keluar dari zona kenyamanan hidup yang ia miliki saat itu. Tahun 1967 (umur 34 tahun), Bob memulai hidupnya dari nol lagi. Yang mengherankan, saat itu Bob muda memilih untuk \"memiskinkan diri\" karena menurutnya selama ini ia merasa hidup serba tercukupi. Karena itu, ia kemudian ingin merasakan menjadi orang miskin! Sungguh sebuah revolusi mental yang luar biasa yang tidak dimiliki anak muda sekarang.
Dengan pilihan miskin itu, Bob seperti mendapat pelajaran yang berharga. Sampai akhirnya Bob menemukan hidupnya kembali ketika ia mulai berbisnis telur ayam negeri. Dari sinilah kesuksesan bisnis Bob Sadino dimulai. Yang bisa menjadi pelajaran kita semua adalah ketahanan mental (persistent factor) Bob Sadino yang membawanya sampai ke puncak bisnis seperti saat ini. Inilah yang belum banyak dimiliki pebisnis pemula di Indonesia.
Buku yang tediri dari 11 bab dan 201 halaman (plus 14 halaman pembuka) ini, sarat akan pikiran dan kisah hidup Bob Sadino. Namun, jika kita memerasnya, ada satu saripati yang bisa kita nikmati, yaitu Roda Bob Sadino (RBS). Saya lebih suka menyebutnya The Entrepreneur Quadrant ala Bob Sadino. Di dalam RBS dijelaskan perbedaan antara orang TAHU, BISA, TERAMPIL, dan AHLI (hlm. 13-31).
Ilustrasi di awal tulisan ini menjelaskan betapa belajar ilmu TAHU tidak cukup jika tidak belajar ilmu BISA. Perguruan tinggi (PT) Indonesia, menurut Bob, adalah pabrik ilmu TAHU dan bukan ilmu BISA. Akibatnya PT gagal menjawab masalah pengangguran di Indonesia. Sebab, lulusan yang dihasilkan tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar.
Oleh karena itu, hadirnya buku ini semakin menyakinkan kita semua bahwa pilihan hidup menjadi entrepreneur adalah pilihan tepat untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Kita harus menyakini pilihan itu. Ingat petuah bijak: what you get is what you believe (Jika Anda yakin maka Anda akan mendapatkan apa pun yang Anda inginkan).
Figur Bob Sadino yang ditulis dalam buku ini menjadi motivasi dan penyemangat hidup. Apa pun kegagalan yang kita alami harus kita lalui dengan baik. \"Cukup satu langkah awal, ada kerikil saya singkirkan. Melangkah lagi. Bertemu duri saya sibakkan. Melangkah lagi. Terhadang lubang saya saya lompati. Melangkah lagi. Bertemu api saya mundur. Melangkah lagi. Maju dan berjalan terus mengatasi masalah.\" Itulah pesan moral Bob Sadino, si pengusaha gila itu. Bagaimana menurut Anda? (*)
*) Abdul Muid Badrun, alumnus FE UGM dan Motivator Entrepreneur, tinggal di Jogja
Alkisah, ada dua orang profesor yang sedang berdebat panjang lebar tentang ilmu mereka. Satu sama lain berusaha mengungguli dan menjadi pemenang dalam debat tersebut. Salah satu profesor menyatakan, \"Saya sudah tahu banyak hal dalam hidup ini, sudah membaca sekian banyak teori dan buku. Jadi saya tahu semuanya.\" Profesor yang satunya tidak mau kalah dan menyatakan hal yang sama.
Salah satu profesor tadi tinggalnya di seberang sungai. Seperti biasa ketika mau pulang, profesor tadi selalu minta bantuan si tukang perahu. Ketika mau naik perahu, profesor tadi dengan sombong bilang, \"Coba tanya apa saja pasti saya akan jawab karena saya tahu semuanya...!\" Namanya juga tukang perahu bodoh yang tidak berpendidikan dan tidak punya pengetahuan, ia asal saja bertanya, \"Profesor tahu tentang ilmu berenang?\" \"Wow, tahu dong!\" jawab sang profesor dan menerangkan banyak hal tentang bagaimana ilmu berenang. Sepertinya, semua teori berenang yang ia kuasai sudah disampaikan ke tukang perahu.
Nah, ketika sang profesor sedang menjelaskan semuanya, tiba-tiba badai datang yang mengakibatkan perahu yang ditumpanginya terbalik. Si profesor itu tenggelam dan megap-megap. Dia meminta tolong pada si tukang perahu yang dianggap bodoh tersebut. Si tukang perahu pun menolong sang profesor yang tidak bisa berenang, meski mengaku tahu semua tentang teori berenang.
Ilustrasi cerita di atas menggambarkan dengan jelas betapa antara TAHU dan BISA sangat jelas perbedaannya. Hal itu dijelaskan secara gamblang oleh Bob Sadino dalam buku Bob Sadino: Mereka Bilang Saya Gila!
Sekilas, membaca buku ini terasa aroma Bob Sadino yang selama ini kita kenal sebagai entrepreneur nyentrik. Ciri khas itu selalu ditampilkan dengan celana pendek jins-nya yang selalu dikenakan ke mana saja Bob beraktivitas dan menemui tamu-tamunya. Tak jarang penampilannya itu memunculkan keheranan banyak orang yang melihatnya. Seperti terlihat dalam lampiran buku ini (hlm. 178-199).
Buku yang ditulis secara apik oleh Edy Zaqeus ini benar-benar menceritakan sosok Bob Sadino sebagai entrepreneur sejati. Bahkan saya menyebutnya Bob adalah begawan entrepreneur Indonesia. Jiwa entrepreneurship Bob sudah mulai tampak ketika dia lulus SMA pada 1953 (umur 20 tahun). Saat itu Bob merasa gelisah karena bekerja pada orang lain (Unilever dan Djakarta Llyod) yang membuatnya tidak merasakan kebebasan dalam berkarya.
Pertentangan batin itu membuat Bob Sadino muda memutuskan keluar dari perusahaannya dan keluar dari zona kenyamanan hidup yang ia miliki saat itu. Tahun 1967 (umur 34 tahun), Bob memulai hidupnya dari nol lagi. Yang mengherankan, saat itu Bob muda memilih untuk \"memiskinkan diri\" karena menurutnya selama ini ia merasa hidup serba tercukupi. Karena itu, ia kemudian ingin merasakan menjadi orang miskin! Sungguh sebuah revolusi mental yang luar biasa yang tidak dimiliki anak muda sekarang.
Dengan pilihan miskin itu, Bob seperti mendapat pelajaran yang berharga. Sampai akhirnya Bob menemukan hidupnya kembali ketika ia mulai berbisnis telur ayam negeri. Dari sinilah kesuksesan bisnis Bob Sadino dimulai. Yang bisa menjadi pelajaran kita semua adalah ketahanan mental (persistent factor) Bob Sadino yang membawanya sampai ke puncak bisnis seperti saat ini. Inilah yang belum banyak dimiliki pebisnis pemula di Indonesia.
Buku yang tediri dari 11 bab dan 201 halaman (plus 14 halaman pembuka) ini, sarat akan pikiran dan kisah hidup Bob Sadino. Namun, jika kita memerasnya, ada satu saripati yang bisa kita nikmati, yaitu Roda Bob Sadino (RBS). Saya lebih suka menyebutnya The Entrepreneur Quadrant ala Bob Sadino. Di dalam RBS dijelaskan perbedaan antara orang TAHU, BISA, TERAMPIL, dan AHLI (hlm. 13-31).
Ilustrasi di awal tulisan ini menjelaskan betapa belajar ilmu TAHU tidak cukup jika tidak belajar ilmu BISA. Perguruan tinggi (PT) Indonesia, menurut Bob, adalah pabrik ilmu TAHU dan bukan ilmu BISA. Akibatnya PT gagal menjawab masalah pengangguran di Indonesia. Sebab, lulusan yang dihasilkan tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar.
Oleh karena itu, hadirnya buku ini semakin menyakinkan kita semua bahwa pilihan hidup menjadi entrepreneur adalah pilihan tepat untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Kita harus menyakini pilihan itu. Ingat petuah bijak: what you get is what you believe (Jika Anda yakin maka Anda akan mendapatkan apa pun yang Anda inginkan).
Figur Bob Sadino yang ditulis dalam buku ini menjadi motivasi dan penyemangat hidup. Apa pun kegagalan yang kita alami harus kita lalui dengan baik. \"Cukup satu langkah awal, ada kerikil saya singkirkan. Melangkah lagi. Bertemu duri saya sibakkan. Melangkah lagi. Terhadang lubang saya saya lompati. Melangkah lagi. Bertemu api saya mundur. Melangkah lagi. Maju dan berjalan terus mengatasi masalah.\" Itulah pesan moral Bob Sadino, si pengusaha gila itu. Bagaimana menurut Anda? (*)
*) Abdul Muid Badrun, alumnus FE UGM dan Motivator Entrepreneur, tinggal di Jogja
www.dinamikaebooks.com
0 komentar:
Posting Komentar