Senin, 13 April 2009

[resensi buku] Jenghis Khan, Sosok Musuh dan Pahlawan

Sinar Harapan | Sabtu, 07 Maret 2009 | Oleh Iqra' Alfirdaus*

Genghis Khan, Life, Death and Resurrection (2004)–judul asli buku ini–merupakan salah satu tonggak kesuksesan John Man, sejarawan dan travel writer dengan ketertarikan khusus terhadap Mongolia. Dengan cepat ia menjadi salah satu sejarawan dunia yang karyanya paling banyak dibaca orang. Salah satunya adalah buku yang berjudul Jenghis Khan: Legenda Sang Penakluk dari Mongolia ini.

Dalam buku yang memikat dan menggetarkan ini, tokoh Jenghis Khan merupakan tokoh abadi dalam sejarah: pemimpin jenius, pendiri kerajaan darat terbesar dunia—dua kali lipat luas Romawi. Kematiannya yang misterius mempertaruhkan segalanya dalam bahaya, sehingga peristiwa itu tetap dirahasiakan sampai semua ahli warisnya berhasil mengamankan daerah taklukannya. Makamnya yang tak pernah ditemukan, dengan harta karun yang dibayangkan orang berada di dalamnya, terus menjadi sasaran keingintahuan dan spekulasi.

Kini, Jenghis Khan kerap dianggap momok, pahlawan, dan manusia setengah dewa. Bagi umat muslim, bangsa Rusia dan Eropa, dia seorang pembunuh massal. Namun di tanah kelahirannya, bangsa Mongol memujanya sebagai Bapak Bangsa; bangsa China menghormatinya sebagai pendiri dinasti; dan di kedua negara tersebut para pemuja mencari berkahnya.

Buku ini lebih dari sekadar ulasan sejarah yang menarik tentang kebangkitan dan penaklukan Jenghis Khan. Penulisnya, John Man, menggunakan pengalaman langsung guna menyingkap pengaruh sang Khan yang terus mengejawantah dan lestari. Dia memiliki ketertarikan khusus terhadap Mongolia yang membuat dirinya melakukan studi tentang bangsa Mongol pada School of Oriental and African Studies di London. Dialah penulis pertama yang menjelajahi lembah tersembunyi tempat Jenghis Khan diperkirakan wafat, dan salah satu dari sedikit orang Barat yang pernah mendaki gunung keramat tempat Jenghis mungkin dimakamkan. Hasilnya, sebuah ulasan memikat tentang sang tokoh serta pelbagai "gairah" yang melingkupinya di masa kini.

Inilah sebuah kisah Jenghis Khan yang dihidupkan kembali oleh kepiawaian seorang sejarawan besar dunia, sebuah ulasan menggetarkan yang diwarnai kepiluan, kegalauan dan kesengalan ketika seorang raja di sebuah negeri nun jauh memiliki putri seelok mentari. Jenghis Khan meminta perawan itu. Sang raja diam-diam berkata pada putrinya: ini sebilah pisau, sangat kecil dan tajam. Sembunyikan di balik pakaianmu, dan kala waktunya tiba kau tahu yang harus kau lakukan. Ketika Jenghis berbaring bersamanya, sang putri mengeluarkan pisau itu dan mengebirinya. Jenghis berteriak saat merasakan luka itu. Orang-orang bergegas masuk, namun Jenghis hanya berkata: bawa pergi gadis ini, aku ingin tidur. Jenghis terlelap dan tak pernah bangun dari tidur itu. Tetapi, bukankah Jenghis akan menyembuhkan dirinya sendiri? Setelah pulih, ia akan terjaga dan menyelamatkan bangsanya.

John Man, penulis buku ini menuliskan sebuah fakta historis yang berpijak pada tokoh Jenghis Khan yang mengagumkan, perihal awal kehidupannya, perjuangannya meyatukan Mongolia, memerangi kerajaan Jin dan invasinya ke Timur Tengah hingga akhir kehidupannya. Walaupun, tentu saja kerahasiaan merupakan tema penting dalam buku ini, dan dua rahasia besar masih menopang kemasyhuran Jenghis pada masa kini: bagaimana dan di mana ia meninggal; serta bagaimana dan di mana ia disemayamkan. Rahasia yang pertama memberi para ahli warisnya waktu untuk menyesuaikan diri dengan kematiannya, dan waktu untuk mewujudkan impiannya akan penaklukan. Rahasia kedua menjelaskan banyak hal tentang bagaimana ia tetap hidup dalam hati dan benak orang-orang awam hari ini.

Sejarah Jenghis Khan amat populer di seluruh dunia. Sedemikian populernya hingga sejarahnya difilmkan, ditulis sebagai buku, dan menjadi perbincangan dari masa ke masa. Salah satunya sebuah film produksi 2007 dengan judul "Mongol" yang disutradarai Sergei Bodrov, dengan Tadanobu Asano yang memerankan Temujin (nama asli Jenghis Khan). Film yang diproduksi tiga negara, Kazakhstan, Rusia, dan Jerman, ini mengambil latar belakang tempat kelahiran Temujin, Mongolia. Baik gurun, padang rumput, maupun hutan merupakan tempat Temujin menjalani sejarah hidupnya.

Jenghis Khan dilahirkan dengan nama Temüjin sekitar tahun 1167, anak sulung Yesugei, ketua suku Kiyad (Kiyan), sedangkan nama keluarga dari Yesugei adalah Borjigin (Borjigid). Temujin dinamakan seperti nama ketua musuh yang dibunuh ayahnya. Temujin lahir di daerah pegunungan Burhan Haldun, dekat dengan sungai Onon dan Herlen. Ia hidup berpindah-pindah layaknya seperti penduduk Turki di Asia Tengah. Saat Berumur sembilan tahun, Temujin dikirimkan keluar dari sukunya karena ia akan dijodohkan dengan Borte, putri dari suku Onggirat. Ayah Temujin, Yesugei, meninggal karena diracun suku Tartar tepat pada saat ia pulang setelah mengantar Temujin ke suku Onggirat.

Temujin pun dipanggil pulang untuk menemui ayahnya. Yesugei memberi pesan kepada Temujin untuk membalaskan dendamnya dan menghancurkan suku Tartar di masa depan. Kehidupan Temujin bertambah parah setelah hak kekuasaannya sebagai penerus kepala suku direbut oleh orang lain dengan alasan umur Temujin yang masih terlalu muda. Temujin dan keluarganya diusir dari sukunya karena ia ditakuti akan merebut kembali hak kekuasaannya atas suku Borjigin. Hidup Temujin dan keluarganya sangat menderita. Dengan bekal makanan yang sangat terbatas, ia dan adik-adiknya hidup dengan cara berburu. Pada saat ia menginjak remaja, kepala suku Borjigin mengirimkan pasukan untuk membunuh Temujin.

Temujin berhasil tertangkap dan ditawan oleh musuhnya, namun ia berhasil kabur dari tahanan dengan pertolongan orang-orang yang masih setia kepada Yesugei. Pada saat menginjak dewasa, Temujin berjuang dan mengumpulkan kekuatannya sendiri. Temujin mempunyai teman baik yang juga merupakan saudara angkatnya, yang bernama Jamukha. Ia pernah berkali-kali ditolong oleh Jamukha, yang merupakan keturunan dari suku Jadaran. Bersama-sama dengan saudara angkatnya, Temujin berhasil merebut kembali hak kekuasaannya atas sukunya dan juga perserikatan Mongolia yang didirikan ayahnya dulu.

Waktu demi waktu, wilayah Temujin menjadi semakin besar, yang dilakukan dengan cara menghancurkan musuh-musuhnya dan menggabungkan suku-suku dalam perserikatan Mongolia. Musuh terbesar Temujin dalam sejarah ternyata saudara angkatnya sendiri, Jamukha, yang sering mengadu domba Temujin dengan suku-suku lainnya, termasuk ayah angkat Temujin sendiri yang bernama Wang Khan. Setelah Temujin berhasil menyisihkan musuh-musuhnya dan melaksanakan perintah almarhum ayahnya, Yesugei, ia kemudian juga berhasil membalaskan kematian nenek-moyangnya, yang dibunuh oleh kerajaan Jin. Temujin kemudian diangkat menjadi Khan dengan gelar Jenghis Khan; yang artinya "Khan dari Segala-galanya\".

Nyatanya, buku yang ditulis oleh John Man ini masih mengandung tanda tanya tentang kematian dan makam Jenghis Khan. Karena, sejarah bangsa Mongol hanya sedikit yang tercatat. Bangsa Mongol merekam peristiwa sejarah secara lisan, dan diwariskan secara turun-temurun melalui cerita rakyat.

Buku ini hanya memberikan pandangan dan kita diajak untuk menafsirkan serta menebak teka-teki akhir kehidupan Jenghis Khan. Kematian Jenghis Khan dalam buku ini dijelaskan, bahwa ketika sudah berumur tua, dia dipaksa memimpin pasukan untuk menghancurkan kerajaan Abbasiyah untuk kesekian kalinya, namun ketidak-cakapan para pasukan dan seringnya melakukan mabuk-mabukan memperlemah pasukan militernya. Ia meninggal dalam perjalanan dan dirahasiakan oleh panglima-panglima setianya sampai musuh berhasil ditaklukan. Kuburan Jenghis Khan dirahasiakan agar tidak dirusak oleh orang lain. Kekuasaan Mongol diwariskan kepada putra ketiganya, Ogodai Khan. Alasan Jenghis Khan menunjuk putra ketiganya untuk meneruskan tahta warisnya, disebabkan oleh keahlian yang dimiliki Ogodai Khan dalam bernegosiasi, memimpin negara dan sifatnya yang tidak sombong (tidak seperti kedua kakaknya yang sering bertempur satu sama lain).

Bagi kita yang jauh dari pusat peradaban Barat dan tak punya luka lama terhadap sepak terjang bangsa Mongol, buku ini bisa dinikmati lebih "santai" dengan melihat kehidupan Jenghis Khan sebagai manusia biasa.

* Penulis adalah mahasiswa Komunikasi & Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.


www.dinamikaebooks.com

0 komentar: