Rakyat Merdeka | Minggu, 26 Maret 2009 | Oleh A. Mustofa*
Survival of the Fittest. Begitulah diktum yang dinubuatkan Darwin. Naluri manusia selalu ingin bertahan hidup, karena keinginan itulah mereka terdorong untuk melakukan apapun. Mereka yang kuat, mereka pula yang dapat bertahan.
Begitulah kira-kira pesan yang secara implisit ingin disampaikan penulis buku Hugh Kennedy berjudul The Great Arab Conquests: Penaklukan Terbesar dalam Sejarah Islam yang Mengubah Dunia. Betapa kondisi geografis tanah Arab yang tandus dan gersang menjadi salah satu pemicu kuat bagi tentara-tentara Arab melakukan penaklukan ke wilayah-wilayah jajahannya. HTML clipboard
Kondisi alam yang gersang itu membuat masyarakat Arab hidup secara nomadik, berpindah-pindah ke tempat lain, demi melanjutkan kehidupan. Proses perpindahan itulah yang pada gilirannya banyak menimbulkan penaklukan secara frontal, melalui peperangan dan pendudukan.
Bukan hanya itu, penulis mengidentifikasi faktor yang mendorong bangsa Arab Muslim untuk melakukan penaklukan dan peperangan, yaitu tendensi primordialisme dan tribalisme; di mana masyarakat Arab sangat mengagung-agungkan suku--meski setelah datang Islam. Faktor lain adalah motivasi ekonomi dan kedudukan. Dengan peperangan mereka akan mendapatkan harta rampasan perang (ghanimah).
Lebih dari itu, penulis menangkap kesan kuat adanya tekanan yang tidak kalah besarnya dari segi doktrin ajaran Islam yang mengajarkan tentang keutamaan jihad. Janji syuhada dan surga menjadi motiv penting para tentara untuk berjuang. Seperti pada QS. 4: 72-74 yang lazim dijadikan legitimasi (h. 60).
\"Sebuah miniatur yang hebat campuran antara nilai budaya dari sebuah masyarakat nomadik dan ideologi agama baru," tegas Hugh Kennedy (h. 469).
Buku ini berusaha memberikan jawaban dari seorang pendeta asal Syria, John Bar Penkaye, yang mempertanyakan alasan penaklukan Arab yang cepat dan kemampuan mereka bertahan tetap.
Penulis ingin tahu sekaligus takjub dengan kemampuan revolusi para tentara Arab Muslim dalam menyebarkan ajarannya di samping membuka wilayah jajahan baru. Sebagaimana diketahui, hanya dalam waktu satu abad setelah kematian Muhammad tahun 632, bangsa Arab berhasil menaklukan kawasan Timur Tengah, Asia, bahkan daratan Eropa.
"Munculnya Islam sebagai agama dominan dan bahasa Arab sebagai bahasa yang hampir universal tidak akan pernah terjadi tanpa penaklukan."
Buku ini mengulas secara lebih ekstensif dibanding buku-buku dengan tema yang sama. Dengan pendekatan sosiologis historis, penulis mampu menukik ke relung-relung peristiwa yang terjadi di balik penaklukan bangsa Arab terhadap wilayah sekitarnya.
Penulis di dalam buku ini memberikan penekanan ke dalam tiga tema, yaitu kisah penaklukan para pejuang Muslim atas wilayah-wilayah di Timur Tengah, Eropa, dan Asia; kedua, pendudukan bangsa Arab setelah penaklukan wilayah itu; dan ketiga, karya ini merupakan ingatan dan penciptaan ingatan. Ditulis dengan 13 bab (1 bab menjelaskan dasar penaklukan, 9 bab menjelaskan pengalaman Arab menaklukan wilayah-wilayah yang kemudian jadi kekuasaannya, 1 bab menjelaskan representasi orang yang ditaklukan, 2 bab pendahuluan dan kesimpulan.
Buku ini mengulas siasat bangsa Arab dalam menjalankan politik penaklukan ke sejumlah wilayah. Digambarkannya bagaimana tentara Arab menduduki wilayah-wilayah yang tengah dilanda konflik internal, melakukan negosiasi, dan provokasi terhadap negara-negara yang menjadi target kekuasannya.
Terkesan bangsa Arab mengambil untung dari situasi objektif setiap negara yang dilanda kekacauan. Terlepas dari anggapan bahwa Islam berusaha menyelamatkan orang-orang tertindas itu, sejatinya penulis menduga para tentara Arab itu pun bertindak sama seperti halnya penjajah. Meski begitu, penulis melihat bahwa kemampuan penaklukan itulah yang kemudian memberikan pengaruh besar terhadap perubahan peradaban dunia saat ini.
Membaca buku ini tidak seperti buku yang ditulis para penulis Barat pada umumnya, menggambarkan Islam secara peyoratif. Paling tidak penulis ini berusaha lebih realistis dalam menjelaskan konteks dan ruang sejarah penaklukan Arab saat itu. Hal itu tampak dari afirmasi dia terhadap naskah-naskah Arab dalam referensinya.
Kehadiran buku ini sangat penting, tak hanya memberikan sumbangan dalam studi sejarah Islam di Timur Tengah, tapi juga membuka pendekatan baru dalam kajian sejarah Islam.*
* A. Mustofa adalah Pengkaji Buku di RMBooks
Survival of the Fittest. Begitulah diktum yang dinubuatkan Darwin. Naluri manusia selalu ingin bertahan hidup, karena keinginan itulah mereka terdorong untuk melakukan apapun. Mereka yang kuat, mereka pula yang dapat bertahan.
Begitulah kira-kira pesan yang secara implisit ingin disampaikan penulis buku Hugh Kennedy berjudul The Great Arab Conquests: Penaklukan Terbesar dalam Sejarah Islam yang Mengubah Dunia. Betapa kondisi geografis tanah Arab yang tandus dan gersang menjadi salah satu pemicu kuat bagi tentara-tentara Arab melakukan penaklukan ke wilayah-wilayah jajahannya. HTML clipboard
Kondisi alam yang gersang itu membuat masyarakat Arab hidup secara nomadik, berpindah-pindah ke tempat lain, demi melanjutkan kehidupan. Proses perpindahan itulah yang pada gilirannya banyak menimbulkan penaklukan secara frontal, melalui peperangan dan pendudukan.
Bukan hanya itu, penulis mengidentifikasi faktor yang mendorong bangsa Arab Muslim untuk melakukan penaklukan dan peperangan, yaitu tendensi primordialisme dan tribalisme; di mana masyarakat Arab sangat mengagung-agungkan suku--meski setelah datang Islam. Faktor lain adalah motivasi ekonomi dan kedudukan. Dengan peperangan mereka akan mendapatkan harta rampasan perang (ghanimah).
Lebih dari itu, penulis menangkap kesan kuat adanya tekanan yang tidak kalah besarnya dari segi doktrin ajaran Islam yang mengajarkan tentang keutamaan jihad. Janji syuhada dan surga menjadi motiv penting para tentara untuk berjuang. Seperti pada QS. 4: 72-74 yang lazim dijadikan legitimasi (h. 60).
\"Sebuah miniatur yang hebat campuran antara nilai budaya dari sebuah masyarakat nomadik dan ideologi agama baru," tegas Hugh Kennedy (h. 469).
Buku ini berusaha memberikan jawaban dari seorang pendeta asal Syria, John Bar Penkaye, yang mempertanyakan alasan penaklukan Arab yang cepat dan kemampuan mereka bertahan tetap.
Penulis ingin tahu sekaligus takjub dengan kemampuan revolusi para tentara Arab Muslim dalam menyebarkan ajarannya di samping membuka wilayah jajahan baru. Sebagaimana diketahui, hanya dalam waktu satu abad setelah kematian Muhammad tahun 632, bangsa Arab berhasil menaklukan kawasan Timur Tengah, Asia, bahkan daratan Eropa.
"Munculnya Islam sebagai agama dominan dan bahasa Arab sebagai bahasa yang hampir universal tidak akan pernah terjadi tanpa penaklukan."
Buku ini mengulas secara lebih ekstensif dibanding buku-buku dengan tema yang sama. Dengan pendekatan sosiologis historis, penulis mampu menukik ke relung-relung peristiwa yang terjadi di balik penaklukan bangsa Arab terhadap wilayah sekitarnya.
Penulis di dalam buku ini memberikan penekanan ke dalam tiga tema, yaitu kisah penaklukan para pejuang Muslim atas wilayah-wilayah di Timur Tengah, Eropa, dan Asia; kedua, pendudukan bangsa Arab setelah penaklukan wilayah itu; dan ketiga, karya ini merupakan ingatan dan penciptaan ingatan. Ditulis dengan 13 bab (1 bab menjelaskan dasar penaklukan, 9 bab menjelaskan pengalaman Arab menaklukan wilayah-wilayah yang kemudian jadi kekuasaannya, 1 bab menjelaskan representasi orang yang ditaklukan, 2 bab pendahuluan dan kesimpulan.
Buku ini mengulas siasat bangsa Arab dalam menjalankan politik penaklukan ke sejumlah wilayah. Digambarkannya bagaimana tentara Arab menduduki wilayah-wilayah yang tengah dilanda konflik internal, melakukan negosiasi, dan provokasi terhadap negara-negara yang menjadi target kekuasannya.
Terkesan bangsa Arab mengambil untung dari situasi objektif setiap negara yang dilanda kekacauan. Terlepas dari anggapan bahwa Islam berusaha menyelamatkan orang-orang tertindas itu, sejatinya penulis menduga para tentara Arab itu pun bertindak sama seperti halnya penjajah. Meski begitu, penulis melihat bahwa kemampuan penaklukan itulah yang kemudian memberikan pengaruh besar terhadap perubahan peradaban dunia saat ini.
Membaca buku ini tidak seperti buku yang ditulis para penulis Barat pada umumnya, menggambarkan Islam secara peyoratif. Paling tidak penulis ini berusaha lebih realistis dalam menjelaskan konteks dan ruang sejarah penaklukan Arab saat itu. Hal itu tampak dari afirmasi dia terhadap naskah-naskah Arab dalam referensinya.
Kehadiran buku ini sangat penting, tak hanya memberikan sumbangan dalam studi sejarah Islam di Timur Tengah, tapi juga membuka pendekatan baru dalam kajian sejarah Islam.*
* A. Mustofa adalah Pengkaji Buku di RMBooks
www.dinamikaebooks.com
0 komentar:
Posting Komentar