Surabaya Post, Rabu, 25 Maret 2009
Buku adalah jendela dunia. Dengan segala manfaatnya, wajar jika bagi sebagian orang, buku menjadi kebutuhan primer. Buku kemudian berkembang menjadi aset sebuah industri.
Artinya, selain sebagai 'jendela dunia', keberadaan buku kemudian juga menjelma sebagai sebuah industri.
"Bisnis buku itu unik, Mas. Tidak seperti produk bisnis lainnya. Selain bicara masalah untung rugi, ada juga masalah sosial dan kemanusiaan di sana," ujar Budi Santoso, koordinator Kampung Ilmu ketika ditanya tentang prospek bisnis buku, Selasa (24/3). Baginya, bisnis buku adalah aktivitas yang di dalamnya seseorang bisa bertindak sosial sekaligus sambil mencari keuntungan. Kampung Ilmu sendiri adalah sebuah sentra penjualan buku, baik bekas maupun baru.
Budi mengakui pendapatan dari penjualan buku adalah salah satu yang hingga kini tengah menjadi pikirannya. Bagaimana pun, dari omzet penjualan bukulah seluruh pedagang di Kampung Ilmu menggantungkan hidupnya.
"Sejak dibuka, praktis kita masih merugi terus. Paling modal yang kembali baru sekitar 60% sampai 70%," ujarnya. Kondisi tersebut diperparah dengan dampak krisis yang belakangan melanda.
Toh, tidak hanya Budi dan para pedagang buku di Kampung Ilmu saja yang merasakan getah kris global di dunia bisnis buku. Beberapa penerbit buku juga mengeluhkan penurunan omzet sejak krisis melanda. "Penurunan omzet cukup terasa sejak krisis melanda. Hal itu sampai mempengaruhi target penjualan yang telah kita canangkan pada awal tahun," ujar Widianto, Kabag Umum Penerbit ANDI Jogjakarta.
Pada awal 2008, jelasnya, target pemasukan dalam satu tahun dicanangkan Rp 4,5 miliar di wilayah Jawa Timur. Namun akibat krisis sejak pertengahan tahun, hasil yang dicapai sampai akhir tahun baru sebatas Rp 3,7 miliar.
Deraan krisis global menurut Widianto membuat daya beli masyarakat terhadap buku jauh menurun. "Jangankan beli buku, untuk membeli kebutuhan yang lebih mendesak saja orang pikir-pikir dulu. Semua akhirnya berbelanja dengan skala prioritas," tambahnya.
Namun, lanjutnya, situasi tersebut kini mulai membaik. Daya beli masyarakat terhadap buku dinilainya mengalami peningkatan. Hal itu, menurutnya, bisa dilihat dari hasil penjualannya pada Januari yang meningkat 20% dibanding Januari tahun lalu.
"Buku kan sekarang sudah menjadi kebutuhan primer bagi banyak orang. Jadi ketika perekonomian dirasa relatif membaik, orang akan mulai belanja buku lagi," jelasnya. Dengan peningkatan tersebut, dia optimistis menargetkan pertumbuhan penjualan sampai 50% dari hasil 2008.
Bila Widianto menyebut krisis sebagai pemicu penurunan omzet, Toni Purwono, National Sales Manager Indeks and Institution PT Intan Pariwara, menyebut kehadiran Buku Sekolah Elektronik (BSE) sebagai tantangan berat lainnya. "Ini uniknya berbisnis buku, Mas. Secara riil memang BSE turut mempengaruhi omzet. Namun kita tidak menyebut itu sebagai kerugian," ujarnya.
"Dengan adanya BSE, buku yang kita terbitkan lebih kita prioritaskan pada buku-buku tentang keterampilan, seperti kerajinan tangan, elektronika, komputer dan sebagainya," bebernya.
www.mediabuku.com
Minggu, 05 April 2009
[artikel dinamika] Bisnis Buku Tertatih-tatih di Tengah Krisis
Diposting oleh Toko buku Dinamika di 19.34
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar