Minggu, 05 April 2009

[resensi buku] Mimpi Sang Garuda

Republika, Minggu, 05 April 2009

\"Hidup ini kadang seperti pertandingan sepak bola. Ada pemain yang masuk, ada yang keluar. Kadang dia di pihak kita, kadang di pihak lawan. Datangnya bisa berdekatan waktunya, begitu juga keluar.\"

Novel Mimpi Sang Garuda mengisahkan perjuangan seorang anak yang sangat mendambakan menjadi pesepak bola profesional. Keandalan bermain bola melekat sejak kecil. Dia mendapat warisan kuat dari ayahnya yang dulu pemain bola nasional. Namun, meraih impian tak selamanya berjalan mulus. Rintangan justru datang dari orang yang dihormati dan dicintai. Kakeknya.

Mimpi Sang Garuda adalah buku pertama dari trilogi Garuda di Dadaku. Sebuah naskah film yang kemudian dijadikan buku berseri, yaitu Mimpi Sang Garuda, Garuda di Dadaku, dan Garuda Menantang Matahari. Novel ini merupakan tulisan prekuel sebelum penayangan film Garuda di Dadaku di gedung bioskop. \"Tentu saja novel ini tidak akan tertulis jika tidak ada karakter-karakter kuat hasil karya penulis skenario andal, Salman Aristo,\" ujar Benny Ramdhani yang sudah menelurkan sembilan novel anak-anak.

Peluncuran novel anak Mimpi Sang Garuda, sekaligus pre-launching filmnya diselenggarakan Jumat (20/3) di Jakarta. Acara tersebut dihadiri bukan hanya penulis novelnya, Benny Ramdhani, melainkan juga para pendukung film Garuda di Dadaku, yaitu Salman Artisto (penulis skenario), Ifa Ifansyah (sutradara). Sedangkan para pemain, antara lain Ikranagara, Maudy Koesnaedy, dan bintang cilik Emir Salim. Film anak-anak ini akan tayang di bioskop saat liburan Juni mendatang.

Tokoh utama di novel ini bernama Bayu. Murid kelas lima SD Percontohan. Kehebatan Bayu bermain sepak bola tak ada duanya. Ketika menggiring bola sulit dikendalikan hingga memuluskan langkah menjebol pertahanan gawang lawan. Tak heran anak semata wayang Pak Ali ini mendapat julukan Garuda di lapangan. Seolah Bayu sedang mencengkeram bola sekuat burung garuda.

Baginya tiada hari tanpa sepak bola. Di sekolah pun setiap ada waktu luang pasti bermain bola. Walaupun sekadar main gol-golan satu lawan satu. Lawan berlaganya adalah Erwin yang juga teman sebangkunya.

Novel ini diawali suatu pagi Bayu asyik bermain bola di halaman sekolah. Muncul mobil bermerek masuk ke halaman. Dari kendaraan itu turun anak laki-laki sebaya Bayu. Anak itu berkaca mata, kulitnya bersih tipe orang kaya. Keisengan Bayu dan Erwin muncul. Erwin mengarahkan bola ke anak baru tersebut. \"Eh, tendangin dong bolanya ke sini,\" teriak Bayu yang ingin mengetahui reaksi si anak baru.

Namun si anak itu diam saja. \"Kakinya pincang kali.\" Kembali Erwin berteriak. Tapi, anak baru itu bernama Heri tak mau menanggapi.

Kedua murid kelas lima ini terperangah ketika melihat sopir mengeluarkan sesuatu dari bagian belakang mobil van. Ternyata kursi roda, lalu anak itu duduk di kursi roda tersebut. Erwin pun panik. \"Wah, dosa, deh, tadi,\" bisiknya. Mulutmu adalah harimaumu.

Konflik Bayu menggapai cita-cita muncul ketika kakeknya memutuskan hijrah dari Malang ke Jakarta. Dia ingin tinggal menghabiskan masa pensiun bersama anak, menantu, dan cucunya. Bagi Bayu tak masalah kakek tinggal serumah. Toh rumah yang ditinggali Bayu sebenarnya milik kakeknya.

Tapi, ada satu hal yang membuat Bayu kesal. Kakek Usman anti dengan apa pun yang berkaitan dengan sepak bola. Kebenciannya bukan tanpa sebab. Kakek kecewa dengan anak semata wayangnya --ayah Bayu-- yang memilih menjadi pemain bola. Padahal, dia mengharapkan anaknya bekerja di perusahaan minyak. vie


www.dinamikaebooks.com

0 komentar: