Senin, 14 September 2009

[artikel dinamika] Pidi, Mr Bean dari Bandung

Kompas.com 26 Juli 2008

NAMANYA Pidi Baiq. Kocaknya luar biasa. Ia biasa memperlakukan dunia seperti Mr Bean, tokoh kocak dalam serial televisi  yang nama aslinya Rowan Atkinson itu.

Yang membedakan adalah kegilaan Mr Bean muncul karena tuntutan dan arahan skenario, sedangkan Pidi melakukannya dari dan untuk dirinya sendiri. Ia memang menilai hidup perlu diperlakukan gila.

Pidi bukan pelawak, ia  mantan dekan di Institut Teknologi Bandung (ITB), anggota tim kreatif kelompok parodi Project-P, konsultan seni, dan ilustrator pada Penerbit Mizan yang semuanya berlokasi di Bandung.

Perilaku iseng dan selera humor Pidi Baiq di luar takaran dan tidak terpikirkan orang kebanyakan, bahkan mungkin oleh pelawak profesional sekali pun.

Si aneh bin ajaib yang memandang, menafsirkan, dan memperlakukan apa pun di luar dirinya dengan cara yang menentang arus dan sangat iseng ini selalu mengundang derai tawa. Sebagian dari kegilaannya dituturkan dalam buku berjudul Drunken Monster yang diterbitkan DAR! Mizan pada Januari 2008.

Sejak halaman pertama hingga lembar terakhir, buku yang tata bahasanya sengaja dibuat kacau ini tidak henti memberondong pembaca dengan kisah-kisah lucu nan nakal, tapi orisinal. Gayanya membuat pembaca tak berhenti tertawa sambil terus mengikuti kekayaan imajinasi seorang Pidi Baiq.  

Prof Dr Bambang Sugiharto, guru besar ITB dan Universitas Parahyangan (Unpar), mengaku terpaksa memberi pengantar bernada lucu seolah kegilaan Pidi menjadi epidemi hingga seorang profesor filsafat seperti Bambang pun tertulari.

"Buku ini seperti menyarankan bahwa kegilaan, dalam arti bermain, bukanlah penyakit, melainkan justru terapi yang penting. Manusia telah menjadikan hidup terlampau serius, terencana, dan rasional hingga hidup tak lagi menawan menggemaskan," kata Bambang di Bagian Pengantar.

Pidi yang bukan miliarder atau pesohor kelas atas itu membuktikan kebahagian hidup tidak harus digapai dengan menumpuk harta sebanyak mungkin, mengejar karier dan jabatan sekeras-kerasnya, atau dengan bersolek sejadi-jadinya untuk menjadi selebritis paling "beken" se-Nusantara. 

Dengan gayanya yang "sok akrab" dan penuh percaya diri, Pidi tidak henti mengusili orang, tak peduli siapa mereka, tak kenal tempat, tak kenal waktu. Di pagi buta, di kesenyapan malam, di ruang peturasan, simpang lampu merah, pokoknya di mana dan kapan saja, begitu ada dorongan maka iseng pun ia lakukan.

Ia menyapa orang-orang tak dikenalnya seolah telah mengenal mereka. Setelah membuat bingung orang-orang malang itu, ia pergi meninggalkan mereka sambil permisi dengan alasan telah salah menyapa orang. Tentu saja, sejak awal ia memang tak tahu siapa orang-orang itu.

Siapa pun diusili

Suatu kali ia merasa menemukan keanehan di satu sudut Kota Bandung yang biasanya macet dan bising oleh klakson kendaraan bermotor. Ia rindu suasana itu, maka tak ada hujan tak ada badai, klakson mobil ia bunyikan keras-keras hingga semua orang sekitar berasa aneh dan terganggu.

Pidi juga memiliki cara unik dalam mengungkapkan kepedulian pada sesamanya yang kurang beruntung. Satu hari, ia mengajak empat orang kawan yang semuanya tukang becak untuk menumpang mobilnya guna membantunya mengangkut barang-barang yang hendak dibeli di suatu tempat.  

Di tengah perjalanan, Pidi mengajak keempatnya singgah makan di satu kafe yang pengunjungnya kebanyakan anak muda bertampang "keren" berdandan perlente. Saat makanan dalam pesanan, Pidi malah meninggalkan keempat pengayuh becak itu dengan alasan hendak berbelanja sesuatu dulu di satu toko.  

Padahal, ia mampir di kafe sebelah, memesan kopi di sana sambil memerhatikan dari kejauhan keempat kawannya yang celingukan menungguinya sekaligus resah telah berada di tempat yang sepanjang hidupnya baru kali itu mereka singgahi.

Bukan hanya tukang becak, siapa pun yang dianggapnya layak diusili maka segera ia isengi sesukanya. Sopir angkot, kawan akrabnya, pengemudi taksi, tetangganya, penjual pulsa telepon, satpam kampus, penjual tiket kebun binatang, bahkan polisi adalah sebagian dari deretan daftar panjang korban kegilaan Pidi Baiq. 

Kampus juga tak luput

Akan tetapi, ia juga pandai menyindir yang tentu saja dengan cara pandang yang unik, misalnya saat mengkritik pola pendidikan tinggi di Indonesia, khususnya Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB yang menjadi almameternya.  

Ia menilai kehidupan kampus semakin asosial karena menyepi dari kehidupan berorganisasi dan bermain yang justru diperlukan untuk mematangkan kehidupan sosial dan mental manusia. "Sekarang kampus banyak sepi. Gara-gara empat tahun katanya. Empat tahun harus lulus. Mahasiswa jadi tidak ada waktu bikin acara macam-macam. Mahasiswa jadi tidak bisa macam-macam.  Mahasiswa jangan lagi macam-macam. Mahasiswa harus jadi satu macam," kata Pidi.

Begitu juga saat Indonesia sewot pada Malaysia karena mematenkan produk-produk buatan Indonesia atas nama negeri itu, Pidi justru menjadi seorang dari sedikit orang di Indonesia yang melihat permasalahan dalam perspektif yang kritis sekaligus introspektif.

"Terima kasih Malaysia sudah bikin kami tahu bahwa kami punya banyak apa-apa yang bagimu hebat, adalah itu, apa-apa yang justru kami anggap remeh, itu yang justru kami abaikan. Sungguh, betapa sibuknya kami mengurus pelestarian budaya bangsa lain. Sibuk menangkap rajawali hingga burung nuri di tangan dibiar lepas," tulis Pidi.

Ungkapan cinta

Ia juga mungkin salah seorang dari sedikit orang di dunia yang memiliki cara yang tidak lazim dalam mengungkapkan cinta dan sayangnya pada istri dan anak-anaknya.  Ia bahkan memiliki kiat jenius dalam melunturkan hati istri yang tengah dongkol pada suami.

Suatu hari ia mendapati istrinya duduk cemberut karena semalaman menungguinya pulang dari tempat kerja. Bukannya menjelaskan keterlambatannya pulang ke rumah, Pidi malah bercerita lucu bahwa ia mesti berkelahi dulu dengan "drunken monster" (hantu pemabuk) sehingga terpaksa terlambat tiba di rumah.

"Drunken Monster" dipelesetkan dari film mandarin berjudul Drunken Master, lalu dipilih menjadi judul buku ini.  

Editor dan Penerbit Mizan boleh jadi menganggap "drunken monster" pas untuk mewakili keseluruhan cerita dalam buku ini yang memang berkisah tentang kegilaan yang memabukkan dari Pidi Baiq hingga ia mungkin pantas disebut monster (rajanya) orang-orang berperilaku iseng.

www.mediabuku.com

0 komentar: